Pejabat dan PNS ‘Haram’ Terima Parcel

Ilustrasi NET

eQuator.co.id – JAKARTA –RK. Perayaan lebaran menjadi salah satu momen yang rawan dimanfaatkan oknum tertentu untuk melakukan gratifikasi kepada rekanannya. Modus yang bisa berbentuk parcel lebaran yang berisi uang, barang hingga fasilitas.

Untuk mengantisipasi praktik tersebut, Kemendagri mengeluarkan Surat Edaran Nomor 003.2/3975/SJ dan serta Surat Edaran Nomor 003.2/3976/SJ ke jajaran pemerintah daerah. Surat itu sendiri merupakan tindaklanjut surat Ketua KPK Nomor B/3956/GTF.00.02/01- 13/05/2019 tentang Imbauan Pencegahan Gratifikasi Terkait Hari Raya Keagamaan.

Dalam SE itu, pemerintah mengharamkan pejabat dan PNS menerima uang, bingkisan, fasilitas, dan bentuk pemberian lainnya dalam bentuk parcel. “Yang berhubungan dengan jabatan dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya,” kata Mendagri Tjahjo Kumolo dalam surat tersebut.

Dalam surat edaran disebutkan, apabila mendapatkan parcel harus dilaporkan kepada Unit Pengendalian Gratifikasi (UPG) disertai dengan penjelasan. Selanjutnya UPG melaporkan rekapitulasi penerimaan gratifikasi kepada KPK dalam jangka waktu 30 hari.

Sementara itu, Kepala Biro Hukum, Komunikasi, dan Informasi Publik Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara Mudzakir mengatakan, semua jajaran pemerintahan harus tunduk pada himbauan KPK. Termasuk PNS di lingkup manapun. “Kita mengikuti edaran tersebut,” ujarnya, Jumat (17/5).

Mudzakir menjelaskan, bagi PNS yang melanggar instruksi dengan menerima parcel gratifikasi, maka ada konsekuensi hukum yang akan diterima. Selain sanksi administrasi, ada jaga sanksi pidana. “Kalau gratifikasi ya sesuai sanksi gratifikasi di UU Tipikor,” imbuhnya. Oleh karenanya, Mudzakir menghimbau jajaran PNS untuk tidak bermain-main dengan gratifikasi bermodus parcel.

Selain larangan menerima gratifikasi berkedok parsel, dalam surat edaran pemerintah juga melarang pejabat dan PNS untuk mengajukan permintaan dana, sumbangan, dan/atau hadiah sebagai Tunjangan Hari Raya (THR) atau dengan sebutan lain. Baik secara individu maupun mengatasnamakan institusi daerah pada masyarakat, perusahaan, dan/atau PNS/Penyelenggara Negara lainnya baik secara tertulis maupun tidak tertulis. “Dilarang menggunakan fasilitas kedinasan untuk kepentingan pribadi, seperti menggunakan kendaraan dinas operasional untuk kegiatan mudik,” kata Tjahjo Kumolo. (Jawapos/JPG)