eQuator.co.id – JAKARTA–RK. Skema pembayaran tunjangan pensiun PNS saat ini yang berbasis pay as you go sudah banyak ditinggalkan. Sebab, selain menggerogoti APBN, skema ini menghasilkan nilai manfaat yang kecil. Pemerintah berencana mengubahnya menjadi fully funded dengan konsekuensi iuran bulanannya sekitar 15 persen.
Dalam skema pay as you go yang berjalan sekarang ini, PNS hanya dibebani iuran bulanan sebesar 4,75 persen dari gajinya. Sementara benefit yang diperoleh saat pensiun adalah ’’gaji’’ bulanan sebesar 75 persen dari gaji pokok terakhir. Ternyata supaya bisa mendapatkan benefit tersebut, ada suntikan dana APBN yang cukup besar.
Data dari paparan rancangan peraturan pemerintah (RPP) tentang Gaji, Tunjangan, dan Fasilitas PNS Kementerian PAN-RB disebutkan bahwa belanja pensiun di APBN 2016 lalu mencapai 103,26 triliun. Nah, pada 2018 ini belanja pensiun membengkak jadi Rp 107,98 triliun. Jika skema pay as you go dilaksanakan terus-menerus, pada 2074 nanti belanja pensiun di APBN mencapai Rp 248,56 triliun.
Sedangkan dalam skema fully funded tidak ada lagi suntikan dana APBN untuk urusan uang pensiun PNS. Dana pensiun PNS murni dari iuran yang mereka bayar setiap bulan selama masih aktif bekerja. Jika ingin mendapatkan benefit yang besar, maka PNS bersangkutan bisa menambah sendiri besaran iurannya.
Dalam skema yang dibuat Kementerian PAN-RB, penerapan skema fully funded memang tidak serta merta membuat belanja pensiun di APBN langsung tidak ada seketika. Tetapi baru benar-benar tidak ada atau nol pada 2074 nanti.
Menteri PAN-RB, Asman Abnur, menyatakan skema pensiun akan dibahas bersama Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dalam rapat terbatas (ratas). Dia menjelaskan dalam sistem pembayaran pay as you go yang berjalan sekarang, gaji PNS dipotong 10 persen untuk berbagai macam jaminan dan tunjangan. Seperti tunjangan kesehatan (BPJS Kesehatan) dan tunjangan kematian.
Total potongan sebesar 10 persen itu, sebanyak 4,75 persen diantaranya disimpan untuk masa pensiun dan dikelola oleh Taspen. Namun, karena tidak cukup, pemerintah juga menganggarkan dari APBN untuk membayar pensiun tiap tahun itu.
”Sistem ini yang akan kita ubah dengan fully funded namanya,” kata Asman di Jakarta kemarin (7/3).
Dalam fully funded, pemerintah sebagai pemberi kerja akan menarik sejumlah dana dari APBN untuk membayar iuran setiap bulannya pada masing-masing PNS. Tetapi tidak sebesar seperti model pay as you go. Uang ini akan disimpan untuk jaminan pensiun si PNS.
Selain dana dari APBN tersebut, PNS juga tetap membayar iuran yang diambilkan dari pemotongan gaji. ”Dan dana ini nggak bisa dipakai secara individu oleh PNS kecuali dia sudah pensiun,” jelasnya. Skema seperti ini diyakini bisa mengurangi beban APBN dalam membayar pensiun PNS di seluruh indonesia.
Meski demikian, ia mengaku belum memutuskan berapa persen gaji PNS yang akan dipotong untuk membayar iuran pensiun ini. Apakah tetap 4,75 persen, ataukah lebih. Tapi Asman menyebut, pihaknya memiliki rencana untuk memotong sekitar 15 persen.
“Konsep kami 10 sampai 15 persen dari semuanya (gaji PNS,Red), tapi uang itu jadi miliknya PNS terkait, setelah pensiun dikembalikan,” terangnya.
Ia mencontohkan, seperti pejabat eselon 1 (sekelas Dirjen dan Sekretaris Daerah) memiliki gaji pokok sebesar Rp44 juta sebulan. Jika hanya dipotong 10 persen seperti sekarang, maka dia akan menerima sekitar Rp4 juta tiap bulan setelah pensiun.
“Itu untuk hidup di Jakarta nggak cukup,” tukasnya.
Pihaknya, lanjut dia, juga masih menghitung berapa banyak kira-kira yang layak diterima setiap bulan oleh masing-masing PNS di semua pangkat dan golongan. “Nanti di hitungan, besarannya berdasarkan penerimaan pensiun saat dia pensiun,” ungkap Asman.
Menurut rencana, pematangan skema baru itu pada tahun ini. PNS yang baru (seleksi CPNS 2018) akan mengikuti model pensiun yang baru. Yang lama akan diterapkan dua metode. Baik metode pay as you go maupun metode fully funded.
”Misalnya PNS yang 10 tahun lagi baru pensiun, akan berlaku dua metode,” tukasnya. Untuk PNS yang sudah pensiun dan masih dibiayai APBN, akan diberlakukan cut off secara bertahap.
Menyimak hal ini, peneliti dari Institute for Development of Economics & Finance (Indef), Bhima Yudhistira Adhinegara, mengatakan terlalu berat jika untuk potongan dana pensiun saja, gaji PNS dipotong sampai 10 persen. “Apalagi 15 persen,’’ katanya.
Dalam hitungan dia, kalaupun mau dinaikkan, pemotongan gaji untuk tunjangan pensiun yang masih wajar di kisaran 5 sampai 7 persen. Bhima menjelaskan, jika terlalu tinggi pemotongannya, malah bisa memengaruhi daya beli PNS itu sendiri. Dan jika beban iuran untuk dana pensiun naik, otomatis PNS akan mengurangi porsi belanja lainnya.
“Konsumsi rumah tangga bisa anjlok,’’ paparnya.
Ia mengatakan, pada prinsipnya rencana fully funded merupakan upaya positif. Apalagi, jika tujuannya untuk mensejahterakan PNS di hari tua nanti. Dia menjelaskan, jumlah dana pensiun yang berdasarkan gaji pokok saat ini banyak dianggap terlalu kecil. Padahal tidak sedikit dana APBN yang digunakan untuk belanja pensiun. Apalagi, setiap tahun rata-rata ada seratus ribu PNS yang pensiun.
Bhima menganalisa, untuk menghadirkan manfaat dana pensiun yang besar jalannya hanya ada dua. Yakni menaikkan iuran dana pensiun atau memaksimalkan pengelolaan dana di Taspen. Sehingga bisa dihasilkan return yang maksimal.
Ia pun tidak ingin isu skema baru dana pensiun ini dipolitisasi karena jelang Pemilu saja. “Harus benar-benar matang konsep penghitungan ulang (dana, red) pensiun PNS,’’ tuturnya.
Pengamat kebijakan publik dari Universitas Indonesia, Lina Miftahul Jannah, mengatakan pada prinsipnya pemberian tunjangan pensiun tujuannya supaya pensiunan PNS tetap sejahtera. ’’Kalau prinsipnya itu (iuran dana pensiun, red), jangan dipatok 15 persen,’’ ucap dia.
Dikatakannya, bagi PNS anyar, misalnya golongan 3A dengan masa kerja 0 (nol), besaran gaji pokoknya tidak sampai Rp 3 juta. Persisnya hanya Rp 2,4 jutaan. Maka, jika nanti dipotong 15 persen untuk dana pensiun, berarti setara dengan Rp 360 ribu/bulan. Menurut Lina, potongan gaji sebesar Rp 360 ribu khusus untuk dana pensiun bagi PNS baru itu sangat memberatkan.
’’Belum lagi, misalnya nanti punya cicilan KPR sekitar 30 persen dari gaji,’’ katanya.
Jangan sampai hanya gara-gara ingin menaikkan nilai manfaat dana pensiun kelak, para PNS justru menjadi sengsara ketika masih aktif bekerja. Menurutnya, tujuan mensejahterakan PNS harus imbang, baik itu ketika saat aktif bekerja maupun setelah pensiun nanti.
Untuk itu, Lina mengusulkan supaya pemerintah membuat kategorisasi dalam penetapan besaran iuran dana pensiun PNS. Misalnya, PNS baru sampai masa kerja tertentu, hanya dibebani iuran dana pensiun 5 persen saja. Kemudian untuk kelompok berikutnya dibebani iuran dana pensiun 10 persen. Lalu PNS yang sudah senior baru dibebani iuran dana pensiun 15 persen.
’’PNS senior mungkin sudah punya rumah dan gajinya relatif lebih besar,’’ tuturnya.
Ia mengakui bahwa skema pembayaran dana pensiun PNS pay as you go saat ini sudah tidak layak untuk diterapkan. ’’Di negara-negara lain sistem pay as you go sudah banyak ditinggalkan,’’ jelasnya.
Pasalnya, dalam pembayarannya dibantu dana dari APBN. Dia mengatakan sangat memungkinkan ke depan dana pensiun benar-benar tidak melibatkan dana APBN. Namun dia meminta supaya pelaksanaan fully funded dilakukan secara bertahap.
Di sisi lain, Kemenkeu belum bersedia menjelaskan lebih jauh terkait skema pensiunan PNS yang baru. Dirjen Anggaran Kemenkeu, Askolani, menuturkan bahwa skema baru tersebut belum sepenuhnya disepakati. Karena itu, dia belum bisa menguraikan secara detail. Dia hanya menekankan bahwa skema baru itu akan diumumkan dalam waktu dekat.
“Hal itu masih dibicarakan di internal pemerintah. Nanti bila pada waktunya sudah diputuskan, baru dapat disampaikan. Insya Allah dalam waktu dekat,” ujarnya kepada koran ini, kemarin.
Direktur Penyusunan APBN Kemenkeu, Kunta Wibawa Dasa Nugraha, menuturkan selama ini program yang digunakan adalah program pay as you go. Sehingga besaran tunjangan pensiun dengan gaji yang sebelumnya diterima sebagai PNS aktif, selisihnya cukup besar. Selain itu, skema ini juga sangat memberatkan APBN. Sebab, uang pensiun para PNS ini ditalangi oleh pemerintah jika ada kekurangan.
Karena itu, lanjut Kunta, diajukan satu opsi sistem fully funded. Dengan sistem ini, tunjangan pensiun yang selama ini menjadi beban pemerintah, maka beban tersebut dibagi dengan PNS terkait. Artinya mereka ikut aktif menyisihkan uang pensiunnya.
Namun, Kunta enggan mengungkapkan berapa besaran anggaran yang digunakan dalam APBN untuk menambal kekurangan biaya pensiun tersebut tiap tahunnya. Sebagai informasi, besaran anggaran belanja pegawai dalam APBN 2018 ini mencapai Rp 365, 7 triliun.
“Yang jelas masih dibahas ya untuk skema pensiun yang baru. Nanti pasti diumumkan,” tandasnya.
MINTA KORPRI DILIBATKAN
Sementara itu, Ketua Umum Korps Pengawas Negeri Republik Indonesia (Korpri), Zudan Arif Fakhrulloh, berharap pihaknya diajak bicara oleh pemerintah untuk menyusun skema pensiun yang baru. Rencana kenaikan 15 persen bisa sangat memberatkan pada PNS yang ada di daerah minus.
Potongan 15 persen itu dari gaji pokok atau total penghasilan termasuk tunjangan-tunjangan. Kalau yang dipotong adalah total gaji, maka nilainya akan sangat besar.
Zudan juga mempertanyakan apakah memungkinkan seorang PNS atas kesadaran sendiri menambah iuran bulanannya. ”Misalkan ingin dapat pensiun Rp 1 miliar, maka harus tambah iuran Rp 500 ribu/bulan, silahkan,” katanya.
Dia berharap negara juga memperhatikan besaran gaji pokok PNS. Untuk daerah tertentu, penghasilan PNS tinggi karena ada tunjangan daerah. Tapi, di banyak daerah lain, tunjangan daerahnya kecil bahkan tidak ada.
”Sehingga ada PNS aktif yang gajinya hanya bertahan sampai tanggal 10 saja,” jelasnya. Setelah itu PNS nyambi ngojek, berkebun, atau bertani.
Dalam masa pensiun, lanjut Zudan, PNS otomatis usianya sudah tua. Kebutuhan hidupnya semakin besar. Misalnya biaya kesehatannya meningkat. Belum lagi membiayai anak-anak yang masih sekolah atau kuliah. Selain itu juga menghadapi kenaikan harga akibat inflasi yang terjadi setiap tahunnya.
Pria yang menjabat sebagai Dirjen Dukcapil Kemendagri itu menekankan pentingnya pemerintah menjaga agar ketika pensiun, PNS tidak mengalami degradasi sosial. Sebab penghasilannya menurun drastis. Dia mencontohkan, seorang PNS pejabat tinggi ketika aktif gajinya bisa sampai lebih dari Rp 20 juta/bulan. Tetapi saat pensiun menjadi Rp 3 juta/bulan.
Dengan penghasilan seperti itu, dia mengaku wajar jika kemudian disebut tidak cukup untuk hidup sejahtera. ”Sekarang dikatakan iuran bulanan tidak cukup, harus ditalangi APBN, lha itu dulu yang merancang siapa,” katanya. Untuk itu dia berharap Korpri ikut dilibatkan dalam pembahasan skema baru pensiun PNS. (Jawa Pos/JPG)