Billionaire yang Menembus Pasar Perancis dan Jerman

Deddy Supriadi/Pengusaha Kuliner "Billionaire"

pengusaha billionare2013 silam, buat pertama kalinya, Deddy Supriadi yang merupakan pria kelahiran Kota Pontianak, 30 November 1982 silam ini terjun ke dunia usaha.

Sebelumnya, dia merupakan salah seorang karyawan di sebuah perusahaan penjualan mobil di Jalan Imam Bonjol, Pontianak, 2008-2012. Dia memutuskan untuk berhenti, karena didorong oleh kondisi kesehatan anak pertamanya, Kelata Deviza Putra (Deza), yang sejak lahir divonis mengidap kelainan jantung.

Di tengah antara kondisi ekonomi yang sulit serta biaya pengobatan buah hatinya yang tidak murah, lulusan D3 Manajemen Perkantoran ASMI Pontianak ini pun mulai mencoba membuka usaha cemilan khas Kota Pontianak atau yang sekarang lebih dikenal dengan brand. Diantaranya, Billionaire Cokelat, Kripis (Kripik Pisang), Cempon atau Cemilan Pontianak.

Meskipun begitu, perjalanan suami dari Nurmiza dan ayah dari Auri Keiza Kelata Putri (Keiza) dalam membangun usahanya ini tidaklah mulus. Bahkan, awal-awal melakoni usahanya, tak satupun toko baik tradisional maupun modern yang mau “membuka pintu” untuk menerima dan menjual produknya.

Hal itu berlaku jauh sebelum produk-produk yang berpusat di Jalan RE Martadinata, Gang Pala II ini bisa diterima oleh pasar domestik, bahkan sampai menembus hingga ke pasar Perancis dan Jerman saat ini.

Untuk lebih jauh mengenal pria yang terlibat aktif di Himpunan Pengusaha Muda Indoneaia (HIPMI) Kalbar dan Asosiasi Pengusaha Lidah Buaya (Aspelia) Kalbar ini serta seperti apa usaha yang dijalankan pria yang juga pencetus berdirinya Komunitas Basket Kalbar ini. Berikut wawancara selengkapnya bersama Rakyat Kalbar;

+Apa yang menginspirasi Anda terjun ke dunia usaha?

-Sekitar tahun 2012, saya menonton sebuah film judulnya “The Billionaire”. Film itu bercerita tentang seorang pemuda biasa yang berkeinginan memiliki usaha. Di tengah kondisi ekonominya yang susah, ayahnya yang juga terlibat hutang, bingung sampai akhirnya dia bisa keluar mengatasi masalah-masalahnya. Saya merasa kehidupan saya hampir sama dengan yang ada di dalam film itu.

Saya terdorong dengan anak pertama saya yang sekarang berusia tujuh tahun, dimana sejak lahir dia punya kelainan jantung. Dialah yang mendorong saya menjadi seperti sekarang ini. Saya terinspirasi dari film itu. Saya jenuh bekerja di bawah orang, saya pingin usaha, pingin mandiri.

+Setelah keluar dari pekerjaan lama Anda, bagaimana proses membangun usaha?

-Saya membuka usaha makanan atau cemilan yang biasa dikemas buat oleh-oleh khas Kota Pontianak. Awalnya dulu memang sangat sulit sekali, pasar tidak percaya, tapi saya terus memperbaiki dan memperbaikinya. Sampailah sekarang produk saya sudah banyak dijual di toko-toko modern atau swalayan-swalayan. Seperti carrefour di Pontianak, Jakarta, Jogja serta Palembang.

Yang terakhir, produk kami juga sempat dipamerkan di Perancis dan Jerman pada 2015. Saat itu kami bekerjasama dengan Disperindagkop Provinsi Kalbar.

+Bagaimana menurut Anda peluang ekonomi dari produk-produk kuliner saat ini?

-Saya rasa sangat potensial sekali. Mulai dari bahan baku yang kita butuhkan, segmen pasarnya, asalkan kita mau benar-benar merintisnya. Peluangnya sangat bagus.

+Hambatan apa yang Anda rasakan dalam melakoni usaha ini?

-Modal. Karena untuk mengembangkan usaha kita menjadi besar, berstandar internasional kita perlu banyak modal. Ya, sekarang ada fasilitas KUR dari Perbankan, saya pernah mencobanya, ribet. Makanya sekarang ini saya ingin mengembangkan usaha ini dengan sumber daya yang saya miliki.

+Apa target Anda tahun ini?

-Saat ini saya baru merambah 10 toko modern dari seratusan toko-toko modern yang ada di Jakarta. Di Palembang ada dua. Di Bandung ada empat, Jogja ada dua. Target saya tahun ini masuk 20 toko lagi.

+Saat awal-awal Anda merintis usaha, produk Anda seringkali ditolak pasar. Apa sebabnya?

-Awal-awal dulu saya sering ditolak pasar. Pertama, karena pasar belum percaya dan kedua packaging-nya. Dari situ saya mulai memperbaiki packaging. Saya ikut bagaimana sistem penjualannya, lama kelamaan akhirnya bisa diterima sampai sekarang.

+Apa Anda mempunyai rencana untuk membuka usaha lain atau melakukan pengembangan dengan usaha yang sudah ada sekarang ini?

-Saya kebetulan juga membuka Klinik Rumah Kemasan di Jalan Sepakat I, Jalan Ahmad Yani. Sudah dari Desember 2015 kerjasama dengan Disperindagkop Kota Pontianak dan kebetulan saya ketuanya.

+Kalau boleh tahu apa fokus dari klinik ini?

-Klinik ini sebenarnya salah satu program Wakil Walikota Pontianak, Edi Rusdi Kamtono dari Kementerian Perdagangan yang bertujuan untuk membantu UMKM dalam hal packaging dan pemasaran.

Kita sangat terbantu sekali dengan program Pemkot Pontianak ini. Di klinik ini, kita juga membuka konsultasi. Mulai dari produk, legalitas, konsep pemasaran, pembuatan logo, mendesain pack-nya sampai jadi, sampai membukakan pasar bagi UMKM-UMKM. Untuk konsultasinya gratis, hanya UMKM akan dikenakan biaya desain dan pembuatan logo Rp350 ribu. Tahun 2015, kami berhasil terpilih untuk desain terbaik di Bandung.

+Dengan beberapa bidang usaha yang Anda jalani ini, bagaimana mengejar target untuk memenuhi kebutuhan pasar?

-Saya mempunyai karyawan lima sampai delapan orang, termasuk karyawan lepas untuk “Billionaire”. Di samping saya juga dibantu oleh istri saya. Untuk klinik Rumah Kemasan ini, saya dibantu oleh tiga orang karyawan.

Reporter: Fikri Akbar

Redaktur: Andry Soe