Tak Tidur Tunggu Kabar Keponakan Tersayang

MENENANGKAN. Di Pelabuhan Rasau Jaya, Supriadi (berkaos panjang coklat muda dengan kombinasi hitam) beserta keluarga lainnya tengah menenangkan Jumilawati yang histeris saat mengetahui anak bungsunya, Tia, belum ditemukan paska kecelakaan tunggal longboat Indo Kapuas Ekspress, Minggu (13/12). OCSYA ADE CP

Tak ada yang mau keluarganya lenyap begitu saja dari muka bumi ini. Apapun akan dilakukan demi menyelamatkan anggota keluarga atau paling tidak mendapat kabar terakhir. Itulah yang dilakukan keluarga korban longboat Indo Kapuas Ekspress yang terbalik di perairan Olak-olak Pinang, Kubu Raya, pada Minggu (13/12).

 

Ocsya Ade CP, Rasau Jaya

 

eQuator – Dengan wajah sendu, kusam, dan mata yang sembap karena belum tidur sejak dua hari lalu, salah seorang keluarga korban, Supriadi gundah gulana karena keponakannya, Tia, belum ditemukan hingga siang kemarin (14/12).

“Sampai sekarang belum ada kabar atau tanda-tanda keberadaan keponakan saya,” lirih pria kelahiran Padang Tikar tahun 1978 itu, kepada wartawan, sekitar pukul 11.30 WIB.

Tia baru berusia 10 tahun. Bungsu dari empat bersaudara itu tengah lucu-lucunya, ia terbilang sehat jika dilihat dari badannya yang cukup gempal. Di mata keluarga, Siswi kelas 4 di SDN 20 Padang Tikar ini selalu riang.

“Saya ini biras Bapaknya Tia, M. Hatta (Ndut, red), yang selamat dari musibah itu. Mereka keluarga yang dekat dengan kami, meski rumah cukup jauh jaraknya,” ungkap Supriadi di Pelabuhan Rasau Jaya.

Setakat ini, pelabuhan tersebut memang dijadikan pos komando (Posko) utama proses evakuasi dan pencarian korban hilang dari peristiwa longboat yang menabrak potongan kayu di perairan Olak-olak Pinang, Tanjung Antu, Desa Kampung Baru, Kecamatan Kubu, Kubu Raya, itu.

Bersama dua keluarganya, Dito Wanapati dan Muksin, Supriadi mewakili ayah Tia, Hatta, menunggu kabar di sana. “Saya tidak tidur. Ada juga keluarga korban lainnya tidur berlampar di teras warung Pelabuhan ini. Ramai-ramailah kami di sini,” cerita dia.

Sesekali Supriadi meletakkan kepalanya di meja warung pelabuhan tempatnya menunggu kabar, karena kantuk kerap menyergapnya. Tak memikirkan kondisinya, ia terus berharap dan berdoa agar keponakan kesayangannya itu dapat ditemukan.

“Tak ada ganti baju saya nih bang. Mandi pun tadi numpang di motor (kapal, red) air penumpang,” tuturnya.

Duduk bersama di Warung Ngah Mah, Supriadi juga menolak tawaran minum dari Rakyat Kalbar. Ia rupanya sudah minum puluhan gelas kopi untuk menghilangkan kantuknya.

Supriadi sedikit terhibur ketika enam keluarga lainnya tiba menyambangi dia. Seharusnya, pemerintah menyediakan tempat tunggu khusus bagi keluarga korban.

“Ada pun Posko, kami tidak dikasik tahu boleh atau tidak istirahat di situ,” terang dia.

Dari cerita Supriadi, belakangan diketahui Tia belum bisa berenang. Meski di Padang Tikar, rumahnya di pinggir sungai.

“Kalau digalor-galor lagi, masih ada tiga keluarga saya dari Tanjung Harapan yang belum ditemukan,” paparnya, terkadang hanyut dalam lamunan.

Ayah Tia, M. Hatta, dengan nama panggilan Ndut, merupakan salah seorang korban selamat. Ndut dan Tia naik longboat maut itu dari Padang Tikar hendak ke Mempawah, transit di Pelabuhan Rasau Jaya. Tujuan mereka menghadiri acara keluarga.

“Ndut duduk tepat tiga kursi di belakang dari driver (pengemudi longboat). Tia bersebelahan dengan Ndut,” jelas dia, menirukan penjelasan Ndut.

Ketika longboat akan terbalik, Ndut sempat menyelamatkan Tia dengan mengeluarkannya dari jendela longboat. Namun nasib berkata lain.

“Dia keluarkan anaknya (Tia, red). Ndut gendong anaknya. Kemungkinan tak mampu, makanya lepas. Ditambah lagi suasana panik dan saling desak antarpenumpang yang ingin menyelamatkan diri,” ucap Supriadi.

Ndut yang terlepas dari Tia langsung dinaikkan ke kapal motor kayu pembawa sawit yang kebetulan melintas. Kabar duka ini awalnya diinformasikan tetangga Supriadi.

“Saya langsung hubungi Ndut, tapi tak tersambung. Kemudian dapat informasi Ndut selamat, alhamdullilah. Namun saya terkejut lagi dengar Tia belum ditemukan dan saya langsung ke Rasau,” kisahnya.

Sehari sebelumnya, Ibunda Tia, Jumilawati sempat histeris cukup lama. Hal itu terjadi kala mengetahui anak bungsunya itu belum ditemukan.

“Kalau aku lepas, aku akan menyelam sampai dapatkan anakku. Aku mau anakku,” jeritnya di pelabuhan Rasau Jaya.

Jumilawati memang sudah seminggu di Kota Pontianak menunggu kedatangan suami dan anaknya. Melihat kondisi Jumilawati yang begitu syok dan tidak dimungkinkan untuk berada di pelabuhan, sesegera mungkin Jumilawati dipulangkan ke Padang Tikar bersama Ndut.

“Mana bisa dia dibiarkan di sini (Pelabuhan Rasau Jaya, red). Dia di Padang Tikar. Keluarga lainnya pun cemas menelpon terus nanyakan kabar,” beber Supriadi.

Hingga kini, pihak keluarga terus berharap Tia ditemukan. Warga di Padang Tikar terus memanjatkan doa bersama agar semua korban hilang yang mayoritas dari sana dapat dievakuasi. Sebagian warga pun kini sudah tidak percaya lagi dengan longboat CV Indo Kapuas Ekspress. (*)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.