eQuator.co.id – NGABANG-RK. Bupati Landak, Karolin Margret Natasa meminta kepada para penerima program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) dari Kementerian Pertanian Republik Indonesia untuk masyarakat di Kabupaten Landak digarap secara serius.
Program PSR di Kabupaten Landak ini merupakan yang pertama di Kalimantan Barat dengan area tanam seluas 4.800 hektare.
“Saya hanya ingin mengingatkan kita semua, bahwa kehadiran bantuan program ini bukan datang dari langit. Program ini datang dengan usaha dan kerja keras kita semua,” ujar Karolin saat membuka Sosialisasi dan Penjelasan Teknis Pelaksanaan Kegiatan Program PSR di Aula Kantor Dinas Perkebunan, Ngabang, Kamis (14/3).
“Dan tentu saja harus mengikuti aturan yang ada, jadi tolong diingatkan kembali kepada seluruh petaninya, kepada para koperasinya untuk mengikuti aturan,” tambah Karolin.
Karolin menegaskan, masyarakat melalui koperasi yang mewadahi nya harus mengikuti aturan yang ada. Sebab, sambung Karolin, konsekuensi dari ketidakpatuhan terhadap aturan tersebut akan langsung berhadapan dengan proses hukum karena sudah ada regulasi yang mengaturnya.
“Kalau tidak mau ikut aturan kita jangan ikut, jangan ada yang terpaksa mengikuti program ini karena konsekuensinya berat dan anda akan berhadapan dengan hukum,” tegas Karolin.
“Karena semuanya diatur oleh regulasi, sehingga sudah ada prosedurnya, jadi ikut saja,” sambungnya.
Meski demikian, Karolin tak mengesampingkan fakta adanya beberapa masalah sosial yang menjadi penghambat terlaksanannya program ini secara nasional. Pertama adalah adanya kekhawatiran masyarakat akan kehilangan mata pencaharian. Oleh karena itu, Karolin berharap adanya dukungan dari masyarakat agar bisa memperoleh dan mengakses bantuan-bantuan yang ada.
“Intinya kita jangan berdiam diri, terus berusaha, misalnya sambil menanam jagung, pisang atau sayuran diantara tanaman sawit yang diremajakan sambil menunggu masa panen,” ujar Karolin.
Kemudian, problem kedua sebut Karolin adalah terkait pertanggungjawaban. Masih penerima program ini, selain bertanggungjawab kepada keluarga, juga bertanggungjawab kepada pihak perbankan.
Karolin berharap ada kebijakan nasional agar para petani juga mendapatkan keringanan dalam mengakses permodalan di perbankan, yang menurutnya hal lazim berlaku di perusahaan.
Problem terakhir adalah pola pendampingan dari perbankan kepada para petani seperti apa, karena sejauh ini belum ada bank yang mau dan hal tersebut menjadi pemikiran Karolin.
“Sejauh ini belum ada pembicaraan kita yang lebih clear mengenai pola-pola pendampingan yang akan diberikan kepada para petani yang akan mendapatkan lahan baru ini. Jadi tiga hal ini adalah masalah yang muncul ketika kita berproses,” kata Karolin.
“Sebaiknya kita segera mulai dan kita laksanakan program dan semoga kita bisa segera memberikan hasil yang kita harapkan. Mudah-mudahan ini awal langkah yang baik bagi kita dan dapat kita teruskan sampai tuntas di kabupaten Landak,” pungkasnya. (ius)