Potensi CPO Perlu Dioptimalkan di Dalam Negeri

Ilustrasi : Internet

eQuator.co.id – PONTIANAK-RK. Wakil Ketua Sekretariat Tim Pengendalian Inflasi Nasional (TPIN), Edi Trio Pambudi menyatakan perlu upaya untuk optimalisasi serapan produk CPO di dalam negeri.

Hal ini dibutuhkan guna menindaklanjuti

merosotnya harga minyak kelapa sawit, akibat regulasi yang diterapkan sejumlah negara tujuan utama ekspor.

“Harus ada langkah atau upaya yang lebih cerdik yang perlu dilakukan. Hal ini lantaran dapat dilihat menjadi tantangan ke depan,” ujarnya, kemarin.

Edi mengatakan, penyerapan CPO ini bisa dilakukan dengan menjadikan CPO sebagai bahan campuran untuk bahan bakar. Sehingga hal ini dapat menekan tergerusnya harga CPO yang telah menjadi komoditas ekspor.

“Saat ini penggunaan CPO sebagai bahan bakar sudah diimplementasikan B20. Terlebih per Juni 2019, realisasi penggunaan B20 sudah mencapai 99 persen,” katanya.

Angka ini menurutnya merupakan kabar baik. Hanya saja berikutnya perlu mencoba untuk naik menjadi B30. “Lalu kemudian secara bertahap kita naikkan menjadi B30. Ini juga perlu ada road test kelayakannya pada mesin-mesin,” sebutnya.

Artinya Indonesia seharusnya tidak menggantungkan diri pada ekspor CPO. Dengan semakin banyaknya penggunaan CPO secara domestik, maka menurutnya tidak perlu ada lagi kekhawatiran terhadap permintaan dari luar negeri.

“Hanya tinggal bagaimana nanti persoalan yang dihadapi dicarikan solusi, seperti penampungan yang selama ini masih memakai floating storage, diganti dengan tangki pendam, sehingga tidak bermasalah pada pengirimandan lain-lain,” pungkasnya.

Direktur Pembinaan Usaha Hilir Migas Kementerian ESDM, Muhammad Rizwi Jinalisaf Hisjam menyebutkan bahwa dalam pengimplementasian B20 justru memberikan manfaat dari sisi performa kendaraan.

“Manfaat dari B20 secara bahan bakar performanya lebih bagus. Secara kelemahan, nilai kalornya dari BBN ini lebih rendah dari BBM, tapi secara performance bahan bakar lebih bagus, benefitnya lebih banyak”, ungkap Rizwi beberapa waktu lalu.

Setelah B20, pemerintah pun serius mengembangkan B30. Riswi menyampaikan bahwa baru-baru ini ini pemerintah meluncurkan road test B30 dengan memberangkatkan 3 unit truk dan 8 unit kendaraan penumpang berbahan bakar B30 yang masing-masing akan menempuh jarak 40 ribu dan 50 ribu kilometer.

Hal ini sebagai bagian promosi ke masyarakat bahwa B30 memiliki performa yang baik dan ramah lingkungan.

“Kenapa kita mau mengembangkan terus B30 hingga ke B100? B100 ini ke depannya bukan artinya seluruhnya B100 dari BBN, tapi bahan bakunya menjadi bahan baku refinery. Jadi solar dicampurnya langsung di bahan bakunya. B20, B30 itu campuran 2 produk akhir yaitu FAME dicampur BBM Solar. Kalau B100 bahan bakunya yang dicampur dengan crude oil di proses di refinery, dan sudah ada campuran BBN disitu,” jelas Rizwi.

Laporan: Nova Sari

Editor : Andriadi Perdana Putra