Pemerintah Diminta Hapus PPN Tiket dan Avtur

Ilustrasi : Internet

eQuator.co.id – JAKARTA-RK. Rencana pemerintah membebaskan bea masuk PPN dan PPh impor atas suku cadang pesawat dan berbagai peralatan pemeliharaan pesawat dinilai tak akan cukup untuk menekan tiket pesawat kembali murah.

Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menilai, kebijakan tersebut diprediksi hanya akan menurunkan sedikit beban tarif tiket pesawat.

Diketahui, insentif fiskal penghapusan PPN dan PPh impor atas suku cadang tersebut telah masuk dalam proyeksi jangka menengah dan panjang pemerintah untuk menurunkan tarif tiket pesawat. Tujuannya, untuk mengurangi beban biaya pengeluaran pemeliharaan maskapai dari pajak sebesar 15-30 persen, yang selama ini juga menjadi salah satu penyebab tiket pesawat mahal.

“Tujuan (pemerintah) ini untuk mengurangi beban biaya dalam komponen tarif. Kemungkinan akan turun, tetapi tidak signifikan,” kata Sekretaris Harian YLKI, Agus Suyatno, Minggu (28/7).

Menurut Agus, ada komponen lainnya yang dinilai jauh lebih penting untuk membantu mengurangi beban tarif tiket pesawat agar kembali murah. Yakni, penghapusan PPN tiket dan PPN avtur sebesar 10 persen yang selama ini memberatkan. Insentif tersebut dinilai efektif untuk mengerek harga tiket pesawat turun secara kontinu.

“Di banyak negara tidak ada PPN tiket dan avtur. Jadi bukan hanya PPN suku cadang impor. Ini menjadi fair, bukan hanya maskapai saja yang ditekan agar tarifnya turun,” terangnya.

Pasalnya sebagai industri padat modal, Agus menyatakan bahwa harga tiket yang ditetapkan oleh maskapai sejatinya telah real cost. Artinya, biaya tarif tiket yang ditetapkan menyesuaikan pengeluaran dari berbagai komponen yang mempengaruhi harga tiket pesawat.

Oleh sebab itu, menurut Agus, kebijakan pemerintah menurunkan tiket pesawat di luar ketentuan regulasi Tarif Batas Atas (TBA) dan Tarif Batas Bawah (TBB) dinilai kontraproduktif. Misalnya, maskapai diminta untuk memberikan diskon hingga 50 persen pada hari dan jam tertentu.

“Sisi keberlanjutan finansial maskapai udara yang menjadi taruhannya. Endingnya, konsumen justru akan  dirugikan,” tandasnya.

Kebijakan harga tiket pesawat yang baru-baru ini diteken oleh pemerintah pusat diharapkan mampu menekan inflasi. Kebijakan tersebut juga diharapkan dapat menggeliatkan sektor pariwisata.

“Adanya kebijakan penyesuaian tarif batas atas (TBA) baru beberapa waktu lalu, sudah membuat inflasi tampak mulai turun,” ungkap Wakil Ketua Sekretariat Tim Pengendalian Inflasi Nasional, Edi Trio Pambudi, di Pontianak.

Berkaca dari hal tersebut, pihaknya berharap adanya kebijakan terbaru terkait harga tiket pesawat dapat lebih menekan inflasi. Kalimantan sendiri, kata dia, menjadi salah satu daerah yang merasakan dampak dari kenaikan harga angkutan udara ini.

Seperti diketahui sebelumnya, pemerintah bersama seluruh pihak terkait baru-baru ini merumuskan sejumlah kebijakan terkait penurunan tarif angkutan udara.

Pertama, pemerintah akan menyediakan penerbangan murah yang diberlakukan setiap Selasa, Kamis dan Sabtu dengan jam keberangkatan antara pukul 10.00-14.00 WIB. Serta alokasi seat tertentu dari total kapasitas pesawat diberikan diskon 50 persen dari TBA.

“Kedua, biaya penerbangan murah akan ditanggung bersamaan oleh maskapai, pengelola bandara, penyedia bahan bakar, dan Airnav,” sebutnya.

Edi memandang,  penyesuaian harga yang dilakukan secara tidak bertahap oleh maskapai penerbangan, sangat mempengaruhi sektor pariwisata yang selama ini menjadi salah satu sumber devisa yang potensial.

“Kita rancang pariwisata menjadi salah satu sumber devisa, namun persoalannya, tiket angkutan udara yang cukup tinggi,” sebutnya.

Kenaikan harga tiket pesawat tersebut, lanjut dia, tak pelak memukul sektor pariwisata beserta sektor-sektor lainnya yang saling berkaitan.

Melihat permasalahan itulah, menurutnya membuat pemerintah mengeluarkan kebijakan penyesuaian harga tiket pesawat. Dengan harapan jumlah penumpang angkutan udara bertambah dan dunia pariwisata dapat kembali bergeliat.

Edi mengatakan, harga tiket yang dianggap mahal itu, menjadi alasan pemerintah untuk mencoba mendatangkan maskapai asing untuk beroperasi di dalam negeri. Akan tetapi, kata Edi, bila persoalan tersebut sudah bisa diatasi maka peluang untuk mendatangkan maskapai asing menjadi semakin tertutup.

“Bila tarif bisa kita turunkan, dengan mempertimbangkan maskapai juga mendapatkan keuntungan, tidak perlu kita mengundang penerbangan asing,” terangnya.

Terpenting saat ini, tambah dia, semua daerah bisa terakses transportasi udara. Terlebih ada beberapa bandara yang baru beroperasi.

 

 

Laporan: Nova Sari/Jawa Pos

Editor: Andriadi Perdana Putra