Nelayan Singkawang Disiapkan untuk Hadapi MEA

SANDAR. Kapal nelayan bersandar di Kuala Singkawang Barat, belum lama ini. Suhendra-RK

Singkawang-RK. Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Singkawang bekerjasama dengan BP3 Tegal Jawa Tengah berupaya meningkatkan kemampuan nelayan agar siap menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean (MEA). Kegiatan itu berlangsung mulai dari Jumat (12/2) hingga Senin (15/2).

“Agar nelayan di Singkawang lebih memiliki SDM, makanya kita mendatangkan pelatih dari Tegal untuk menambah pengetahuan mereka, kalau nelayan dibawa ke Tegal tentu anggaran yang dikeluarkan cukup besar, sementara kondisi anggaran saat ini kurang mendukung,” ujar Kepala Bidang (Kabid) Perikanan Tangkap Dinas Kelautan dan Perikanan kota Singkawang, Mulyadi Nursidik, SPi, Jumat (12/2).

Para nelayan, katanya dilatih penggunaan alat tangkap ramah lingkungan dan navigasi. Ke depan kegiatan seperti ini akan digelar kembali.

Di tempat yang sama, Asril, dari Balai Pendidikan dan Perikanan (BP3) Tegal mengatakan alat tangkap yang ramah lingkungan belum pernah digunakan nelayan-nelayan di Singkawang. “Padahal ini dalam rangka menindaklanjuti Peraturan Menteri KKP Nomor 2 Tahun 2015 tentang larangan penggunaan alat penangkapan ikan pukat hela atau trawls dan pukat tarik atau seine nets,” katanya.

Kesemuanya dilakukan dalam rangka melindungi ekosistem laut dari kehancuran. “Kalau pukat millenium ini atau jaring Insang, selektifitasnya tinggi, ikan yang tertangkap akan rata ukurannya. Hal ini berbeda jika menggunakan pukat tarik dan hela, yang seluruh jenis ikan akan terperangkap termasuk merusak ekosistem bawah laut,” ujarnya.

Ke depannya, kata Asril,  akan berdampak hilangnya berbagai jenis ikan sebagai salah satu kekayaan perairan Indonesia. “Penggunaan alat tangkap ramah lingkungan,  seperti pengakuan nelayan Singkawang,  belum ada yang menggunakan.  Sementara di wilayah Pantura di pulau Jawa, alat ini sedang disenangi para nelayan,” tukasnya.
“Dilihat dari harga, memang agak tinggi. Namun jika dilihat dari hasil tangkapan, bisa lebih signifikan. Dan ini telah dilakukan nelayan-nelayan di Tegal maupun daerah Pantura di pulau Jawa,” timpalnya.
Terlebih dengan adanya Permen KKP Nomor 10 Tahun 2011, ada dua dari sepuluh alat tangkap yang dilarang digunakan di perairan indonesia.  Hal ini bagian dari ketegasan Menteri KKP, Susi Pudjiastuti. Selain telah berani memberikan sanksi berat jika ada nelayan asing yang secara ilegal menangkap ikan diperaian Indonesia. “Kalau tidak ada tindakan, yakni salah satunya penggunaan alat tangkap ramah lingkungan. Bisa jadi 20 tahun lagi, anak cucu kita tak bisa menikmati kekayaan alam bawah laut. Karena sudah rusak dengan alat tangkap ikan yang tak ramah lingkungan ataupun ulang pelaku illegal fishing,” katanya.

Sementara itu, Wiryadi, dari BP3 Tegal lainnya, selain mendapatkan materi tentang alat tangkap ramah lingkungan, nelayan Singkawang juga mendapatkan pengetahuan kenavigasian. Lantaran selama ini, khususnya nelayan tradisional di Singkawang, masih sifatnya prediksi atau membaca alam saat akan turun melaut. “Ada sembilan ilmu yang seharusnya dikuasai nelayan. Membaca peta, menggunakan alat navigasi, komunikasi, P2TL, keselamatan, alat penolong, ada olah gerak serta hukum perkapalan,” kata Wiryadi yang menyampaikan materi kenavigasian.
Seperti diakui nelayan Singkawang, saat melaut, alat penolong saja terkadang tidak ada. Padahal, itu demi keselamatan diri sendiri. “Selama ini nelayan belum bisa menghargai jiwa sendiri. Diharapkan dengan kegiatan ini, nelayan Singkawang khususnya lebih memahami, termasuk marka-marka di  laut yang ada tergambar dalam peta,” ujarnya.

Laporan: Suhendra

Editor: Arman Hairiadi