Kalbar KLB Rabies, Lutut Cornelis pun Bergegar

Menkes: 2020 Bebas Rabies

PUNCAK PERINGATAN. Menteri Kesehatan RI Nila F. Moeloek didampingi Gubernur Kalbar Cornelis (kanan) memukul Gong sebagai puncak peringatan Hari Rabies Sedunia di Mercure Hotel Pontianak, Rabu (28/9). Humas Pemprov for Rakyat Kalbar

eQuator.co.id –  Pontianak-RK. Walaupun Kalimantan Barat menduduki rangking dua provinsi terbesar penyebaran penyakit anjing gila alias rabies, Menteri Kesehatan memilih Kota Pontianak untuk memperingati Hari Rabies se Dunia, Rabu, 28 Januari 2016.

“Provinsi Kalimantan Barat perlu perhatian serius dengan banyaknya orang terjangkiti rabies akibat digigit hewan yang terinfeksi,” ungkap Menkes RI Nila Djuwita F. Moeloek, saat mencanangkan Kalimantan Barat Bebas Rabies 2020, di pelataran parkir Polnep Pontianak, Rabu (28/9).

Kementerian Kesehatan RI mencatat, manusia yang digigit anjing gila di Kalbar hampir sama dengan kasus yang ada di Sulawesi Utara dengan jumlah lebih dari 1.000 orang. Pemprov Kalbar sendiri mendata, sudah delapan dari 14 kabupaten disambar rabies.

Lantas ditunjukkanlah datangnya bantuan dari Kemenkes berupa vaksin rabies untuk hewan sebanyak 25.000 dosis, 10 unit kulkas, coolbox 10 unit dan Vaksin Anti Rabies 82 vial untuk Vaksivator dan VAR 3.500 vial. Bantuan diserahkan Menkes RI Nila F. Moeloek kepada Gubernur Kalbar Cornelis.

Peringatan Hari Rabies se Dunia mengangkat tema edukasi dan vaksinasi menuju Indonesia Bebas Rabies 2020. Acara dibuka denga tarian Dayak Kanayatn. Menkes RI juga disuguhi Demo K9 Polda Kalbar dan meninjau sejumlah komunitas pencinta anjing dan kucing di halaman parkir Politeknik Negeri Pontianak.

Gubernur Cornelis mengakui, tingginya angka kasus rabies yang menyerang delapan kabupaten membuatnya khawatir bahkan sempat panik. Kalbar divonis dengan KLB (Kejadian Luar Biasa) yang bermakna ada wabah oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

“Rabies ini bikin lutut begegar. Oleh karena itu kita bersatu, termasuk Polri dan TNI untuk mengatasi masalah ini. Dan saya sempat panik karena vaksin tidak ada, delapan kabupaten sudah tak ada, dan jika udah kena ini ukurannya mati,” ungkap Cornelis.

Walaupun panik, untuk menekan serangan rabies yang mengancam jiwa warga Kalbar terutama di pedesaan, Cornelis meminta semua stakeholder untuk bersatu padu memberikan penyuluhan dan panannganan penyakit yang disebarkan oleh hewan itu.

Pada 2006 sampai 2014, Kalbar boleh tercatat sebagai provinsi bebas rabies, sehingga mutasi hewan peliharaan seperti anjing dan kucing dari luar daerah harus diperketat. Namun, celakanya pada 2015 sampai 2016 kasus rabies meledak luar biasa. Mulai dari provinsi tetangga, Kalteng, merebak hingga separoh Kalbar.

Persoalan rabies, kata Cornelis, bahayanya bukan hanya untuk hari ini saja. Tetapi masa depan generasi muda akan terancam jika rabies tidak bisa diatasi.

Celakanya, Indonesia sendiri belum mampu memproduksi vaksinnya sehingga harus impor, dari dua perusahaan yang memproduksi vaksin sejagat. Itu sebabnya Cornelis minta Kemenkes memperhatikan hal tersebut.

Menurut Menkes, Kalbar merupakan daerah yang posisinya pada tantangan tinggi terkait penularan rabies. Selain wilayahnya sangat luas dan merupakan daerah perbatasan dengan Malaysia dan Singapura, juga rentan kemasukan bibit penyakit lain seperti virus Zika. Itulah tantangan ancaman kesehatan terbilang tinggi di Kalbar.

Kalbar, kata Nila F Moeloek, sempat memperoleh status atau predikat kawasan bebas rabies pada rentang 2006-2014. Tetapi dengan cepat pada 2015 ditemukan kasus rabies dan mengkhawatirkan masyarakat. Saat ini, rabies sudah menyebar ke delapan kabupaten di Kalbar seperti di Melawi, Ketapang, Kapuas Hulu, Sintang, Landak, Bengkayang, Sekadau dan Kabupaten Sanggau.

Walaupun Kota Pontianak masih belum terserang rabies, namun para penggemar hewan peliharaan (pet) yang memelihara anjing dan kucing, termasuk yang impor, cukup banyak. Berbeda dengan kabupaten lainnya, sebaran rabies lewat anjing sulit dikendalikan tanpa melibatkan aparat terkait termasuk TNI/Polri.

 

Laporan: Isfiansyah

Editor: Mohamad iQbaL