Ada 32 Ribu Hewan Penular Rabies, Disbunnak Ajukan Anggaran Rp2 Milyar

Plt Kabid Peternakan Dinas Peternakan dan Perkebunan Kabupaten Sanggau, Emiliana

eQuator.co.id – Sanggau-RK.  Upaya pengendalian dan pemberantasan rabies di Kabupaten Sanggau belum bisa dilakukan secara maksimal. Dinas Perkebunan dan Peternakan (Disbunnak) Kabupaten Sanggau menyebut ada 32 ribu hewan penular rabies di Sanggau. Dan baru 10 persennya saja yang sudah divaksin.

“Kita (Disbunak Sanggau), untuk penanganan rabies memang selama ini mengandalkan vaksinasi untuk anjingnya. Data kita, hewan penularan rabies di Kabupaten Sanggau 32 ribu ekor (anjing kucing, monyet, musang). Tapi karena anggaran terbatas, baru sekitar 10 persen yang kita vaksin,” kata Plt Kabid Peternakan Dinas Perkebunan dan Penernakan Kabupaten Sanggau, Emiliana ditemui di DPRD Sanggau, Selasa (3/9).

Ia mengatakan, penanganan rabies idealnya dilakukan secara massal. Artinya, seluruh hewan penular rabies itu perlu dilakukan vaksin. Tak bisa dilakukan parsial dan bertahap.

“Misalnya tahun ini 10 persen, tahun depan 10 persen. Tidak bisa. Harus serentak. Jadi kalau tahun ini disuntik 32 ribu, tahun depan harus juga disuntik 32 ribu. Setelah ternyata tidak ada lagi, berartinya kita sudah nyatakan bebas rabies,” terangnya.

Namun anggaran untuk menyuntikkan vaksin ke 32 ribu hewan penular rabies tersebut juga memakan biaya relatif besar. Disbunnak berencana mengusulkan anggaran Rp2 miliar lebih dalam APBD 2020.

“Kita akan ekspos ke Pak Bupati untuk 2020. Kemarin kita hitung-hitung, sekitar Rp2 miliar lebih. Karena di samping untuk membeli vaksin, juga untuk tenaga operasional penyuntikan, untuk sosialisasi juga, untuk melatih petugas. Karena kalau kita lakukan massal perlu juga tenaga vaksin yang agak banyak,” beber Emiliana.

Selain terkendala anggaran, lanjut dia, kesadaran masyarakat akan rabies masih kurang.

“Kalau kita datang vaksin, kadang anjingnya dibawa ke hutan, kita harus door to door ke rumah. Kadang anjingnya tidak bisa ditangkap. Sehingga perlu sosialisasi,” ucap Emiliana.

Kemudian, sambung dia, ada juga anjing liar yang susah untuk dilakukan menyuntikan.

“Kalau kita sudah sosialisasikan dengan tokoh adat, tokoh masyarakat, apakah terhadap anjing liar ini harus diemelinasi atau bagaimana, itu harus ada kesepakatan. Target kita 2025 Sanggau bebas rabies. Sampai tahun 2023 kita vaksinasi terus menerus,” kata Emiliana.

Terkait jumlah kasus gigitan tahun ini, ia tidak begitu ingat. Namun kasus terbanyak ada di Kecamatan Sekayam, Parindu dan Tayan Hulu.

“Kalau anjing tersebut sudah mengigit seseorang, dalam waktu 24 jam harus sudah divaksinasi untuk manusia. Kalau telat, menyerang otak dan bisa menyebabkan kematian. Virusnya itu juga bisa bertahan di tubuh manusia selama 2 tahun. Dari tahun 2016 sampai 2019 sudah 28 yang meninggal. Untuk tahun ini 5 orang,” pungkas Emiliana.

Sebelumnya, Kabid Pencegahan, Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (Kabid P2PL) Dinkes Sanggau, Sarimin Sitepu menyebut penanganan rabies harus dilakukan dua arah, dari hilir dan hulu. Dinkes Sanggau, sebut dia, hanya menangani di hilir. Artinya jika terjadi kasus gigitan rabies pada manusia, Dinkes akan turun tangan menanganinya. Sedangkan terkait hewan pengidap rabies, merupakan kewenangan Disbunak.

 

Laporan: Kiram Akbar