Restorasi Butuh Waktu Panjang

Sekat Kanal Tak Jamin Cegah Kebakaran Lahan Gambut

SELIDIKI PENYEBAB KARHUTLA. Polres Sintang menerjunkan jajaran Reskrim Unit Tipiter untuk selidiki kasus Karhutla yang melanda lahan gambut di Kota Sintang, Senin (5/8). Saiful Fuat-RK

eQuator.co.id – Pontianak-RK. Restorasi lahan gambut tak serta merta langsung menjamin menghentikan kebakaran dalam waktu singkat. Apalagi, lahan gambut di Kalbar sebagian besar sudah terlanjur dirusak. Pernyataan itu diungkapkan Deputi Badan Restorasi Gambut (BRG), Alue Dohong.

“Restorasi lahan gambut yang sudah dirusak butuh waktu lama. Perlu dipahami, bahwa restorasi ini merupakan proses jangka panjang. Bukan berarti ketika kita sudah pasang sekat kanal, lalu sudah beres, tidak terbakar,” paparnya, Selasa (6/8).

Kemajuan atau kemunduran, setelah lebih setengah abad baru terpikirkan masalah sekat kanal lahan gambut di Kalbar? Menurut Alue, sekat kanal yang dibuat untuk membasahi lahan gambut baru bisa berfungsi maksimal apabila konsep pembangunannya juga dilakukan dengan benar.

Artinya, membangun sekat kanal di lahan gambut harus dengan perhitungan. Tak boleh sembarangan. Polanya musti menggunakan sekat seperti tangga. Agar air mengalir sampai ke dasar lahan gambut, dan tidak mudah kering.

Selama ini, kata Alue, ada beberapa segmen kanal yang dibuat di lahan gambut di wilayah Rasau Jaya, belum berfungsi melembabkan lahan secara maksimal. Sebabnya, sekat kanal yang dibuat hanya dua tingkat. Akibatnya, pasok air tak mencukupi untuk membasahi lahan gambut yang kedalamanya rata-rata di atas 10 meter itu.

“Kita keterbatasan anggaran. Kita cuma bangun dua tingkat. Padahal kebutuhannya bisa 10 tingkat,” katanya.

Sebab itu, tahun berikutnya, lanjut dia,  sekat kanal yang belum maksimal itu akan ditingkatkan. Agar kedepan lahan gambut yang masuk program restorasi itu tak mudah kekeringan.

Kendati demikian, Alue mengaku lahan gambut yang direstorasi tak lantas dijamin seratus persen aman dari kebakaran. Namun setidaknya lebih sedikit aman.

“Itu, terbakar mungkin saja terjadi. Tapi, mungkin intensitasnya tidak besar dibanding sebelumnya (sebelum direstorasi),” terangnya.

Dijelaskannya, sebagian besar lahan gambut di wilayah Kalbar sudah terdegradasi kekeringan. Itulah yang menjadi penyebab utama lahan gambut mudah terbakar.

“Paling bahaya bukan kebakaran permukaan. Tapi kebakaran underground fire (kebakaran di dalam tanah). Ini, kalau terjadi, kita hanya bisa padamkan apabila dia banjir di situ,” ucap Alue.

Dengan kondisi sekarang, ia memaparkan, muka air lahan di gambut turunnya satu setengah meter di bawah permukaan laut. Artinya, rata-rata ada satu meter lahan gambut yang betul-betul kering.

“Saat kita drain, kita keringkan dengan kanal kanal, karena dia 60 persen bahan organik maka dia akan menjadi bahan bakar,” pungkasnya.


Turunkan Unit Tipiter

Pada kondisi kekeringan dan struktur lahan di Kalbar, kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) tak gampang dicegah. Giliran Kota Sintang dikelilingi kabut asap tebal. Lahan gambut yang terbakar tak jauh dari pemukiman penduduk.

Polisi masih selidiki kebakaran yang terjadi sejak 4 Agustus lalu yang hampir merembet ke pemukiman. Polres Sintang langsung terjunkan jajaran Reskrim Unit Tipiter untuk selidiki kasus kebakaran lahan itu, Senin (5/8).

Di kawasan Jerora 2, Damkar yang masih memadamkan api dan masyarakat yang berusahan mengamankan lahan kebun miliknya. Kanit Tipiter Polres Sintang IPDA Rozehan Nur Ali dan anggotanya turun ke lokasi.

“Sejauh ini masih proses penyelidikan di beberapa titik kasus Karhutla di Kecamatan Sintang. Kita masih belum pasti apakah lahan ini milik warga atau perusahaan. Kita masih selidiki kasus ini,” kata Rozehan.

Kepolisian menurutnya sudah melakukan sosialisasi dan mengimbau masyarakat agar tidak membakar lahan.

“Kita sudah sampaikan ke masyarakat terkait bahaya membakar lahan, jika ada oknum yang sengaja bakar lahan, maka kami akan menindak tegas pelaku tersebut,” tegasnya.

Karhutla berakibat jalan provinsi MT Haryono terkepung asap yang tak jauh dari pemukiman. Pencegahan sudah dikerahkan oleh Manggala Agni, TNI, Polri, BPBD, Dinas Pemadam Kebakaran, pihak Sat Pol PP, aparat kecamatan, kelurahan dan masyarakat setempat.

Sebelumnya, Kasi Damkar Satpol PP dan Damkar Kabupaten Sintang Yudius mengatakan, tercatat 26 kasus Kebakaran Hutan Dan Lahan (Karhutla) selama tiga bulan terakhir Mei-Juli 2019 yang ditangani.

“Tentu ini luar biasa. Dalam satu hari kita bisa menangani dua sampai tiga bahkan empat titik. Intensitasnya mulai meningkat bulan Juli,” jelasnya.

Sebenarnya, kata Yudius, api muncul sejak Mei walau tidak terlalu sering. Juli dan Agustus ini hampir tiap hari Damkar Sat Pol PP menangani kebakaran. Laporan baru di sekitaran lokasi yang tidak jauh dari pusat kota.

“Yang baru masuk itu Kecamatan Sintang, Kelam Permai, Sungai Tebelian dan Dedai. Dari beberapa kecamatan itu yang paling sering ditangani di Kecamatan Sungai Tebelian dan Kota Sintang,” terangnya.

Yudius menyebutkan, dari 26 kasus Karhutla yang ditangani Damkar Sintang mayoritas lahan gambut.

“Contoh di belakang jembatan timbang Sungai Ukoi itu ada belasan hektar lahan gambut yang kita padamkan,” terangnya.

Yudius menduga dengan melihat di lapangan ada terindikasi unsur sengaja. Namun dia tidak mengatakan bahwa ini disengaja oleh masyarakat atau oleh perusahaan. “Bisa saja karena puntung rokoknya dibuang sembarangan.

Karhutla itu juga terjadi di tetangga Sintang: Melawi. Gumpalan asap pekat membumbung tinggi di Desa Kenual, Kecamatan Nanga Pinoh, Melawi.

Tim Gabungan Karhutla bersama warga dan petugas Damkar Pemkab Melawi serta Badan Sosial Penanggulangan Bahaya Kebakaran (BSPBK) pun berjibaku untuk memadamkan api. 
“Sekitar pukul 12.00 WIB, anak-anak di sini yang melihat api di sekitar lahan kosong dekat Pemakaman Yayasan Mawar. Warga lapor ke petugas Damkar dan koordinasi dengan kita,” ujar Kabag Ops Polres Melawi, AKP Dedy F Siregar di lokasi kebakaran.

Total area yang terbakar, kata Dedy, sekira empat hektare. Sumber api belum diketahui. 
“Saat ini cuaca panas cukup tinggi. Debit air juga menipis. Saat kebakaran yang sulit adalah mencari sumber air. Kalau peralatan, mungkin masih bisa kita siapkan,” ujarnya.

Petugas harus menarik selang cukup panjang karena lokasi kebakaran dengan sumber air cukup jauh. Api mulai berhasil dipadamkan sekitar pukul 14.30 WIB. 
“Area yang terbakar juga masih lahan kosong, bukan lahan produktif atau untuk berladang,” ujarnya.

Ia mengimbau agar masyarakat untuk tidak membakar lahan. Mengingat musim kemarau menurut prakiraan BMKG tahun ini akan berlangsung cukup panjang. Curah hujan juga diperkirakan jarang.

“Kita minta, masyarakat menghindari membuka lahan dengan cara membakar, karena bisa menimbulkan kebakaran yang jauh lebih luas,” pungkas Dedy.

 

Laporan: Abdul Halikurrahman, Saiful Fuat, Dedi Irawan

Editor: Mohamad iQbaL