eQuator.co.id – PONTIANAK-RK. Gubernur Kalbar Sutarmidji berang terhadap tiga dokter Aparatur Sipil Negara (ASN) RSUD Ade M Djoen Sintang yang diduga melakukan aksi kampanye. Menurut dia, dari sisi kode etik, Ikatan Dokter Indonesia (IDI) harusnya mengambil tindakan.
“Sedang operasi kok berfoto seperti itu. Kalau IDI tidak ambil tindakan, dibubarin saja,” ucap Sutarmidji, Kamis (31/1).
Pria yang karib disapa Midji ini menyatakan, solidaritas sesama profesi memang bagus. Tapi tidak harus seperti itu. Kalau dirinya keluarga pasien, dokter-dokter tersebut akan ia tuntut. “Karena itu tidak benar, katanya mau perubahan justru, ia melanggar ini melanggar sumpah dia sebagai dokter,” tuturnya.
Selain itu, ia juga minta Bawaslu tegas dalam menangani kasus ini. Kalau harus diberhentikan sebagai ASN, maka mesti dilakukan. Karena jika memang ingin mendukung ada jalurnya, yaitu keluar dulu dari ASN. “Berbeda kepala daerah Sabtu dan Minggu boleh. Kalau ASN beda,” jelasnya.
ASN di lingkungan provinsi saja, ia suruh pilih. Diperiksa atau mengundurkan diri. Ternyata dia pilih pensiun dini. “Harus kita tegakkan aturan,” paparnya.
Midji minta tiga-tiganya ditindak. Bupati juga harus menanganinya, Jangan takut. “Kalau saya jadi dia saya berhenti jadi pegawai,” tukas Midji.
Sementara itu, Ketua Bawaslu Kalbar Ruhermansyah mengatakan perbuatan yang diduga pelanggaran pemilu pasti akan diproses secara tegas. Perbuatan tersebut akan dinilai apakah merupakan bentuk pelanggaran pidana Pemilu atau pelanggaran perundang-undang lainnya.
“Kami melalui Bawaslu Kabupaten Sintang sudah melakukan proses tersebut dengan memanggil untuk dimintai klarifikasi atau keterangan kepada pihak-pihak yang tersebut di dalam foto tersebut,” ungkapnya kepada Rakyat Kalbar.
Dari tiga orang yang terdapat dalam foto, baru satu memenuhi panggilan Bawaslu. Karena undang klarifikasi tidak serentak. Yang pasti satu orang tersebut merupakan ASN di RSUD Ade M Djoen.
“Kalau ASN kan ada dua, dia PNS atau pegawai yang diangkat kontrak sama pemerintah, tapi kalau dilihat di situ si yang bersangkutan PNS,” tuturnya.
Menurutnya, pihaknya akan memproses bila terbukti terjadi pelanggaran pidana pemilu. Namun, bila tidak terbukti, Bawaslu akan melepas para dokter itu. Namun para dokter itu masih bisa berpotensi terkena ‘jeratan’ aturan lain di luar UU Pemilu. Yakni UU maupun kode etik ASN. “Kalau Undang-Undang ASN, apabila terbukti, sanksinya itu bisa peringatan, bisa demosi. Yang terberat tentu pemberhentian,” tandas Ruhermansyah.
Ketika dikonfirmasi, Ketua Dewan Pertimbangan IDI Kalbar Berly Hamdani menegaskan terkait dengan pembinaan keprofesian, pihaknya tidak dapat mencampuri atau mempengaruhi hak politik dan menyampaikan pendapat sepanjang tidak mempengaruhi profesionalitas dokter.”Artinya, kalau dokter mentelantarkan pasien atau menolak melayani pasien karen berbeda pilihan seketika IDI dapat menjatuhkan sanksi,” tegasnya.
Ia mengatakan yang menjadi permasalahan adalah status ASN dari dokter atau tenaga kesehatan. Untuk itu, ada institusi yang lebih berwenang, dalam hal ini Pemda Sintang.
“Kami tidak akan mencampuri yang berkaitan dengan hak berpolitik dan hak berdemokrasi. Tapi dari IDI Cabang Sintang sudah ada memanggil mereka,” pungkas Berly.
Laporan: Rizka Nanda
Editor: Arman Hairidi