eQuator.co.id – Pontianak-RK. Upaya permohonan gugatan praperadilan terkait proses penyidikan dalam kasus candaan bom yang menjerat Frantinus Nirigi (FN) berakhir sudah. Permohonan gugatan praperadilan tersebut digugurkan oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Pontianak, Selasa (14/8).
Hakim Ketua PN Pontianak, Rudi Kindarto mengatakan berdasarkan Pasal 82 Ayat 1 huruf KUHAP yang menyatakan bahwasanya apabila perkara pokok sudah mulai disidangkan di pengadilan, maka permintaan praperadilan dinyatakan gugur.
“Jadi, berdasarkan bukti dan jawaban dari pihak termohon dan kuasa hukum turut termohon, didukung dengan bukti foto sidang sudah dimulai, maka ditetapkan menggunakan pasal 82 tersebut, ” ujar Rudi saat ditemui usai sidang di PN Pontianak, Selasa siang.
“Untuk praperadilan nya ya (yang gugur), bukan perkara pokok,” timpalnya.
Dengan adanya penetapan tersebut, maka status tersangka pun masih melekat terhadap FN. Untuk diketahui, perjalanan sidang praperadilan yang diajukan FN bisa dibilang cukup singkat. Sidang perdana praperadilan tersebut dimulai pada 3 Agustus 2018.
Namun, sidang tersebut hanya dihadiri oleh kuasa hukum FN selaku pemohon, tanpa dihadiri oleh pihak termohon yaitu Kapolresta Pontianak dan Dirjen Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan (Kemenhub).
Hakim Ketua PN Pontianak kala itu pun memutuskan untuk menunda persidangan. Sidang selanjutnya kembali digelar pada 10 Agustus 2018. Kali ini, sidang dihadiri oleh kuasa hukum masing-masing, baik pemohon maupun termohon.
Dalam sidang tersebut, pihak termohon yaitu dari pihak Kapolresta Pontianak, menyampaikan bahwa perkara pokok FN sudah disidangkan di PN Mempawah. Tepat sehari sebelumnya, yaitu pada 9 Agustus 2018.
Majelis hakim pun kemudian meminta bukti berupa dokumen asli terkait dengan sidang perkara pokok di PN Mempawah.
Sidang selanjutnya, pada 13 Agustus 2018, PN Pontianak kembali menggelar sidang praperadilan dan dihadiri huasa hukum masing-masing pihak. Dan, pada hari yang sama, di PN Mempawah juga digelar sidang lanjutan perkara pokok FN.
Sidang penetapan gugurnya gugatan praperadilan tersebut akhirnya digelar pada Selasa, 14 Agustus 2018 siang. Penetapan gugurnya praperadilan pun diterima oleh pihak termohon, mengikuti peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Kuasa Hukum Kapolresta Pontianak dari Bidang Hukum Polda Kalbar, Kompol Mikael Wahyudi mengatakan, digugurkannya praperadilan ini adalah karena memang ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur demikian.
“Bila perkara pokok sudah mulai disidangkan di pengadilan, maka atas gugatan praperadilan yang sedang berlangsung atau belum selesai dinyatakan gugur,” ujar Mikael.
Ia menambahkan, dinyatakan gugur ini artinya tidak ada mempertimbangkan alat-alat bukti lain, apakah saksi atau alat bukti lainnya, karena itu perintah undang-undang.
Sementara itu, Kuasa Hukum FN, Andel juga mengatakan bahwa gugurnya praperadilan tersebut karena memang perintah dari undang-undang.
“Tadi kita kan sudah mendengarkan semua yang dibacakan oleh hakim praperadilan. Dan memang secara hukum, kalau perkara pokok sudah dimulai dan diproses, maka pra tidak bisa dilaksanakan. Itu sudah perintah undang-undang dan dinyatakan gugur,” kata Andel.
Menurutnya, proses hukum seperti ini harus diikuti dan dihormati. “Karena memang ketentuan hukum seperti itu,” tambahnya.
Terkait dengan kasus FN, sebut Andel, pihak kuasa hukum juga sudah diberikan kuasa untuk melanjutkan mendampingi FN dalam menghadapi perkara pokok.
“Itu kami akan ke Pengadilan Negeri Mempawah, dan kami akan tetap dampingi FN,” ujar Andel.
Selain itu juga, Andel menegaskan, meskipun perkara praperadilan sudah selesai, pihaknya meminta kepada penyidik dari Dirjen Perhubungan Udara Kemenhub supaya memproses pramugari berinisial CV.
Karena menurut Andel, perkataan CV inilah yang menyebabkan penumpang panik dan keluar berhamburan.
“Kami mohon seperti itu, supaya penyidik jangan dipilah-pilah persoalan ini. Jangan tebang pilih lah ya,” ujar Andel.
Terkait gugurnya gugatan praperadilan, kakak ipar FN, Diaz Gwijangge mengungkapkan, intinya pihak keluarga tidak membahas menang atau kalah dalam praperadilan ini.
“Yang jelas, kita butuh keadilan bagi kami keluarga secara khusus, dan juga seluruh orang Papua,” ujarnya.
Dengan melihat proses hukum ini, pihak keluarga berharap jangan seolah direkayasa. Diaz menilai bahwa kasus serupa terkait candaan bom sudah sering terjadi di Indonesia. Namun, menurutnya, perlakuan terkait kasus tersebut tidak seperti yang terjadi pada FN.
“Ada diskriminasi dan ada rasialisme (dalam) proses hukum ini,” ujar Diaz.
Dalam sidang permohonan praperadilan pertama pada 3 Agustus 2018 yang lalu, surat pemberitahuan gugatan dari termohon sudah tersebar hingga Dirjen Perhubungan dan Kepolisian.
Namun saat itu tergugat dan turut tergugat tidak hadir dalam persidangan. Setelah penundaan sidang tersebut, menurut Diaz, secara tiba-tiba FN dijemput paksa di rutan untuk mengikuti sidang di PN Mempawah. Namun FN sempat menolak karena tidak didampingi pengacara.
“Ini semua surat-surat ini dibuat tergesa-gesa semua, itu penilaian kami,” katanya.
“Kami awam hukum, tapi kami mengerti bahwa ini skenario besar, konspirasi besar antara pihak-pihak yang terlibat, baik perusahaan penerbangan, maupun kejaksaan atau apapun dan polisi. Semua ikut terlibat untuk menskenariokan ini, supaya mementahkan gugatan keluarga dan kuasa hukum di proses pra peradilan,” ungkapnya.
Diaz pun menilai bahwa sidang tersebut hanya seolah-olah seperti formalitas saja. Sebab menurutnya, pada sidang praperadilan pertama sempat ditunda hingga satu pekan. Namun pada sidang yang dilaksanakan pada Senin ini, keesokan harinya bisa langsung putusan. Pihak terkait dalam kasus ini, menurut Diaz sudah mengetahui akhir dari jalannya upaya praperadilan yang ada.
Sementara itu, pihak yang mendampingi proses hukum FN dari Forum Relawan Kemanusiaan Pontianak dan JPIC Kapusin, Stepanus Paiman mengatakan pihaknya akan terap mengawal kasus ini.
“Walaupun tadi praperadilannya sudah gugur. Praperadilan gugur bukan karena materinya, tetapi karena memang diatur dalam undang-undang. Sekarang akan kita lanjutkan dengan memantau sidang perkara pokok di PN Mempawah,” ujar Stephanus.
Ia pun menilai kasus yang dialami FN banyak terdapat kejanggalan. “Salah contoh misalnya, sampai saat ini belum ada pemeriksaan terhadap pramugari yang mengumumkan adanya bahan yang dapat meledak dalam pesawat. Karena justru pengumuman pramugari itulah yang menyebabkan kepanikan dalam pesawat yang berakhir adanya korban,” ujar Stephanus. (oxa)