eQuator.co.id – Mempawah-RK. Jaksa penuntut umum (JPU) Kejari Mempawah menyampaikan tanggapan atas nota pembelaan (pledoi) dari tim kuasa hukum Frantinus Nirigi (FN), dalam sidang replik kasus candaan bom di pesawat Lion Air JT 687. Yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Mempawah, Selasa (16/10) sore.
Usai menyampaikan replik, tim kuasa hukum kemudian menanggapi replik tersebut dengan duplik dalam agenda sidang di hari yang sama. Dalam kutipan replik yang dibacakan JPU Erik Cahyo, materi nota pembelaan yang diajukan tersebut sebenarnya tidak perlu ditanggapi oleh pihaknya.
Karena, menurut dia, apabila tim kuasa hukum FN mencermati kembali semua pembelaan yang diajukan dan berdasarkan fakta-fakta di persidangan, telah dapat dibuktikan dan diuraikan dalam surat tuntutan yang diajukan dan dibacakan dalam persidangan sebelumnya.
“Bahwa penasihat hukum terdakwa dalam dalil pledoinya menyatakan secara nyata terdakwa tidak terbukti melakukan perbuatan pidana. Karena tidak disertai dengan dua alat bukti sah menurut hukum. Kesaksian pramugari Cindy Veronika Muaya pun dalam ilmu hukum pembuktian pidana tidak mempunyai nilai kesaksian. Karena kesaksiannya didengar sendiri dan ia bersaksi sendiri dan bukan merupakan saksi (unus testis nullus testis) yang tidak mempunyai nilai kesaksian,” bunyi kutipan replik yang dibacakan Erik dalam persidangan.
“Bahwa atas dalil penasihat hukum tersebut kami tidak sependapat. Karena dalil penasihat hukum terdakwa tersebut merupakan asumsi dan rekaan sendiri tanpa melihat fakta-fakta dalam pemeriksaan di persidangan berupa alat bukti yang telah diajukan oleh Penuntut Umum dalam perkara a quo,” sambungnya.
Pada bagian akhir repliknya, JPU meminta Majelis Hakim PN Mempawah menolak pledoi dari terdakwa untuk keseluruhan. JPU tetap bersikukuh meminta hakim menjatuhkan hukuman berupa pidana penjara selama 8 bulan dikurangi masa tahanan.
Ditemui usai sidang, Erik mengatakan pihaknya sudah menyerahkan semua. Erik berharap, putusan dari majelis hakim bisa sesuai dengan harapan pada tuntutan sebelumnya.
“Setelah putusan nanti, ada langkah-langkah hukum. Kita lihat nanti lah putusan minggu depan,” ujarnya.
Tak menunggu berganti hari, tim kuasa hukum FN; Andel, Aloysius Renwarin dan Dominikus Arif langsung menyampaikan jawaban (duplik) atas replik yang disampaikan JPU. Pada prinsipnya, tim kuasa hukum tetap bersikukuh tetap pada nota pembelaan yang dibacakan pada sidang pledoi sehari sebelumnya, Senin (15/10).
Untuk memperkuat pledoi tersebut, maka dalam duplik yang disampaikan, menegaskan kembali bahwa JPU tidak dapat membuktikan dakwaan dan tuntutan terhadap terdakwa. Dalam tuntutannya, JPU menyebutkan terdakwa telah melakukan tindak pidana menyampaikan informasi palsu yang membahayakan keselamatan penerbangan.
Karena, menurut tim kuasa hukum, secara nyata tidak ditemukan fakta hukum kesaksian yang mendengar secara langsung bahwa terdakwa mengucapkan perkataan ‘awas di dalam tas ada bom’ sebagaimana kesaksian pramugari Cindy Veronika Muaya yang menurut pendengarannya mendengar terdakwa menyampaikan informasi palsu.
“Sehingga kesaksian pramugari Cindy Veronika Muaya tidak mempunyai nilai kesaksian karena ia mendengar sendiri dan ia bersaksi sendiri (unus testis nullus testis),” ungkap Andel.
Kemudian, sambung Andel, mengenai fakta bahwa FN mengucapkan ‘awas di dalam tas ada tiga laptop, Bu’ kepada pramugari, keterangan terdakwa tersebut bersesuaian dengan kesaksian sekuriti bandara.
Fakta tersebut juga sesuai dengan kesaksian penumpang pesawat yang duduk kursi nomor 4D mengakui melihat petugas datang masuk ke dalam pesawat serta mendengar petugas bertanya ‘bapak bawa bom’ dan dijawab terdakwa yang terdengar oleh saksi kurang lebih ‘di tas ada tiga laptop’.
Keterangan tersebut juga sesuai dengan kesaksian penumpang di kursi nomor 3B, yang mengakui melihat petugas datang masuk ke dalam pesawat bertanya ‘Pak, itu tas isinya apa’ dan dijawab terdakwa ‘di dalam tes ada tiga laptop, Bu’.
“Berdasarkan kesaksian tersebut ditemukan fakta hukum bahwa keterangan terdakwa bersesuian dengan kesaksian sekuriti bandara dan penumpang, serta sesuai pula dengan fakta hukum di dalam tas ada tiga buah laptop,” tambahnya.
Sehingga, dalam dupliknya, tim kuasa hukum meminta kepada Majelis Hakim; I Komang Dediek Prayoga, Erli Yansah dan Arlyan, untuk membebaskan terdakwa dari dakwaan dan tuntutan pidana. Serta memulihkan nama baik dan melepaskan terdakwa dari tahanan.
“Intinya, terdakwa tidak cukup bukti memenuhi unsur-unsur tindak pidana menyampaikan informasi membahayakan keselamatan penerbangan. Bukti pendukung juga tidak ada,” tegas Andel.
Kuasa hukum lainnya, Aloysius Renwarin berharap putusan majelis hakim bisa secara fair (adil) dan memberikan rasa keadilan kepada FN. Sebab, dalam persidangan sudah terbukti tidak ada saksi yang menjelaskan bahwa FN pernah mengatakan dalam pesawat ada bom.
“Sehingga kami mengharapkan Pengadilan Negeri Mempawah, khususnya majelis hakim bisa mengambil keputusan secara fair. Sehingga dapat membebaskan saudara Frantinus dari tuntutan jaksa,” harap Aloysius.
“Harus fair dan itu sangat penting sekali,” sambung dia.
Pihak yang diberi kuasa oleh keluarga untuk mendampingi FN, Bruder Stephanus Paiman dari Forum Relawan Kemanusiaan Pontianak dan JPIC Kapusin mengatakan, replik yang disampaikan jaksa masih tetap mengacu pada tuntutan sebelumnya. Demikian juga dengan duplik dari kuasa hukum yang masih tetap sama pada saat pledoi.
“Kuasa hukum dalam pledoinya yakin bahwa Franstinus Nirigi tidak bersalah dan harus dibebaskan. Karena dakwaan jaksa kurang kuat atau tidak cukup dengan dua alat bukti sesuai KUHAP dan hal ini diperkuat dengan keterangan saksi ahli hukum pidana,” ujar Bruder Stephanus.
Oleh karenanya, ia sangat mengharapkan agar majelis hakim yang menyidangkan perkara ini berani dan professional mengambil keputusan. “Majelis hakim harus berani memutuskan dengan seadil-adilnya tanpa intervensi atau tekanan dari siapapun,” tegasnya.
Setelah sidang duplik ini, maka FN akan menjalani satu tahapan lagi. Yakni sidang agenda pembacaan putusan. Rencananya, akan dilaksanakan pada 24 Oktober mendatang.
Laporan: Ocsya Ade CP
Editor: Arman Hairiadi