eQuator.co.id – TANGERANG. Nyaris tabrakan dua pesawat karena komunikasi kembali terjadi di Bandara Soekarno-Hatta (Soetta). Kali ini peristiwa itu menimpa pesawat Garuda Indonesia GA425 rute Denpasar-Jakarta dengan Sriwijaya Air SJ580 rute Jakarta-Makassar pada Minggu malam (18/06) di landasan pacu 25R.
Peristiwa yang mengancam keselamatan penerbangan itu disesalkan Pengamat Penerbangan Indonesia, Alvin Lie. Dia mengatakan peristiwa nyaris tabrakan antara dua pesawat itu akibat lambatnya pemberian informasi dari petugas Perum Lembaga Penyelenggara Pelayanan Navigasi Penerbangan Indonesia (LPPNPI) atau AirNavIndonesia yang bertugas kepada pilot pesawat.
Dia juga mengatakan, penyebab terjadinya nyaris tabrakan itu akibat informasi pengecekan landasan oleh petugas di lapangan yang tidak akurat. ”Seharusnya kan ada pengecekan dulu apakah pesawat di landasan pacu itu siap terbang atau tidak,” katanya kepada INDOPOS, kemarin (19/6).
Karena keterlambatan informasi itu, sambung Alvin juga, untungnya pilot bertindak cepat menghindari kecelakaan yang tadinya mau landing dengan mendadak menerbangkan kembali (go around) pesawatnya. Akibat dari tindakan pilot itu membuat penumpang panik dan ketakutan di dalam pesawat.
Dampaknya, penumpang yang berada di dalam pesawat langsung menyebarkan informasi itu menggunakan media sosial (medsos) hingga menjadi viral. Padahal, kata mantan anggota DPR RI ini, jika ada informasi lebih awal maka rute pendaratan di landasan lain dapat dilakukan untuk menghindari terjadi benturan.
”Harus ada perbaikan oleh AirNavIndonesia,” paparnya juga. Alvin juga mengatakan, nyaris tabrakan antara pesawat Garuda Indonesia dengan Sriwijaya Air sebenarnya tak perlu terjadi jika ada informasi cepat dan akurat dari AirNavIndonesia terkait tidak siapnya terbang pesawat Sriwijaya SJ580 karena alasan teknis.
”Itu yang tidak dilakukan petugas AirNavIndonesia. Harusnya jika sudah dapat informasi itu mereka segera mengirimkan pesan ke pilot Garuda. Lalu dengan cepat juga mencari landasan lain yang kosong untuk pendaratan. Tapi informasi dari petugas di lapangan yang tidak cekatan membuat itu tidak berjalan,” cetusnya.
Karena masalah tersebut, Alvin menyarankan petinggi AirNavIndonesia segera melakukan perbaikan sistem kerja petugas mereka di Bandara Soetta. Sehingga, jika ada hal serupa terjadi dapat diantisipasi. Apalagi, kata dia juga, kasus seperti itu bukan kali pertama terjadi tapi sudah dua kali tahun dalam waktu hanya beberapa bulan.
Peristiwa sebelumnya terjadi pada 11 April 2017, saat pesawat Garuda Indonesia jenis Boeing 777 mengalami kejadian yang sama saat akan mendarat.
Saat itu, pesawat yang terbang dari Jeddah tersebut melakukan go around menjelang mendarat karena di landasan pacu terdapat pesawat Sriwijaya Air.
”Harus ada perbaikan sistem komunikasi. Kalau tidak maka dunia penerbangan kita akan semakin buruk. Ini kesalahan kecil tetapi jika dibiarkan akan sangat fatal. Toh kalau ini diperbaiki maka kepercayaan masyarakat akan semakin baik,” ungkapnya lagi.
Seperti diketahui, dua pesawat terbang nyaris bertabrakan Minggu malam (18/6) tepatnya pukul 22.16 WIB di landasan pacu 25R Bandara Soetta, Tangerang, Banten antara Pesawat Garuda Indonesia dengan Sriwijaya Air. Penyebabnya, pesawat Sriwijaya Air belum lepas landas namun pesawat Garuda Indonesia akan melakukan pendaratan pada saat bersamaan.
Saat itu, pesawat Garuda Indonesia sudah menurunkan ban dan bersiap landing. Tapi untungnya, pilot pesawat Garuda Indonesia berhasil kembali mengudara setelah diberitahu masih ada pesawat Sriwijaya Air SJ580 di landasan.
Setelah itu, pilot pesawat Garuda Indonesia berputar-putar di langit Jakarta sambil menunggu informasi dari AirNavIndonesia terkait landasan yang kosong. Tersebarnya peristiwa itu terungkap saat sejumlah penumpang Garuda Indonesia menulis di status media sosial yang lantas viral dan jadi perbincangan publik.
Sementara itu, Perum LPPNPI atau AirNavIndonesia menampik soal telatnya pemberian informasi kepada pilot pesawat Garuda terkait adanya pesawat Sriwijaya Air yang batal lepas landas. Justru informasi itu cepat mereka berikan ke pilot Garuda agar kembali mengudara sampai landasan kosong dan dapat digunakan untuk mendarat.
”Kalau informasi itu telat pasti sudah terjadi kecelakaan. Justru kami cepat mengontek pilot agar go around alias tidak mendarat. Kami sudah mengantisipasi masalah ini, makanya tindakan antisipasinya cepat dilakukan petugas menara,” terang Corporate Secretary AirNav Indonesia, Didiet KS Radityo.
Didit pun membenarkan, adanya kejadian pesawat Garuda Indonesia yang tidak jadi mendarat tersebut. Di mana go around pesawat udara bernomor penerbangan GA 425 terjadi pada saat ingin melakukan pendaratan di landasan pacu 25R Soetta pada pukul 22.16 WIB.
Dijelaskannya juga, pesawat udara bernomor penerbangan GA 425 itu sebelumnya telah mendapat jadwal untuk mendarat di landasan pacu 25R setelah pesawat Sriwijaya Air bernomor SJ 580 lepas landas. Kemudian, tower Bandara Soetta memberikan take off clearence kepada Sriwijaya Air SJ580 untuk lepas landas.
Pesawat rolling tetapi lamban, sampai akhirnya pilot Sriwijaya Air menyatakan mereka berhenti dan tidak jadi lepas landas. Saat itu pesawat GA 425 sudah ada dalam posisi mendarat. Tapi karena ada informasi dari petugas menara AirNav Indonesia maka pesawat Garuda itu tidak jadi landing.
”Benar ada go around demi menjaga keselamatan, karena di landasan pacu masih ada pesawat Sriwijaya SJ580 rute Jakarta-Makassar yang harusnya take off tapi kemudian batal karena alasan teknikal. Controller kemudian memberikan arahan ke pilot Garuda,” paparnya. (cok/jpg)