BPS Perlu Nilai Minimum dan Maksimum

Variabel IPM Metode Baru

ilustrasi. net

eQuator – Sambas. Badan Pusat Statistik (BPS) menerapkan metode baru dalam menghitung Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Diperlukan nilai minimum dan maksimum dari masing-masing indicator per tahun, yaitu Harapan Hidup Saat Lahir (HHSL), Harapan Lama Sekolah (HLS), Rata-rata Lama Sekolah (RLS), dan pengeluaran per kapita.

Begitu penegasan Kepala BPS Kabupaten Sambas, Ahmad Badar. Variabel dalam IPM metode baru, jelasnya, pada Angka Harapan Hidup (AHH) saat lahir didefinisikan sebagai rata-rata perkiraan banyak tahun yang dapat ditempuh oleh seseorang sejak lahir, karena AHH mencerminkan derajat kesehatan suatu masyarakat yang dihitung dari sensus dan survei kependudukan.

Sementara RLS, terang Badar, didefinisikan sebagai jumlah tahun yang digunakan oleh penduduk dalam menjalani pendidikan formal. “Diasumsikan, bahwa dalam kondisi normal rata-rata lama sekolah suatu wilayah tidak akan turun, sedangkan cakupan penduduk yang dihitung dalam penghitungan RLS ialah penduduk berusia 25 tahun ke atas, “katanya kepada wartawan, belum lama ini di ruang kerjanya.

Menurutnya, HLS atau Expected Years of Schooling (EYS) perhitungannya ialah angka HLS yang didefinisikan lamanya sekolah dalam tahun yang diharapkan akan dirasakan oleh anak pada umur tertentu dimasa mendatang. “Diasumsikan bahwa peluang anak tetap bersekolah pada umur 7 tahun, karena angka HLS dihitung untuk penduduk usia 7 tahun ke atas. Selain itu, HLS dapat digunakan untuk mengetahui kondisi pembangunan sistem pendidikan di berbagai jenjang dalam bentuk lamanya pendidikan dalam tahun yang diharapkan dapat dicapai oleh setiap anak,” ujar Ahmad Badar.

Dalam implementasi metode baru di Indonesia, paparnya, memerlukan ketersediaan data, seperti AHH saat lahir yang dilakukan melalui Sensus Penduduk 2010 atau proyeksi penduduk. Sedangkan angka HLS dan RLS dilakukan melalui Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), karena Produk Nasional Bruto (PNB) tidak tersedia pada tingkat provinsi dan kabupaten atau kota. Sehingga diproyeksi dengan pengeluaran per kapita disesuaikan menggunakan data Susenas. Selain itu, penentuan nilai maksimum dan minimum menggunakan standar UNDP untuk keterbandingan global, kecuali standar hidup layak karena menggunakan ukuran Rupiah.

Dijelaskan Ahmad Badar, dengan menggunakan rata-rata geometrik dalam penyusunan IPM, maka dapat diartikan, capaian satu dimensi tidak dapat ditutupi oleh capaian di demensi lain. “Maka dari itu, setiap komponen IPM distandardisasikan dengan nilai minimum dan maksimum sebelum digunakan untuk menghitung IPM, dan IPM dihitung sebagai dasar rata-rata geometrik dari indeks kesehatan, pendidikan dan pengeluaran,” terangnya. (edo)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.