Benahi Tanah Kembalikan Kejayaan Jeruk Sambas

Sedihnya Sampai Harus Belajar ke Berastagi (Bag. 1)

STUDI BANDING. Foto bersama stakeholder pertanian Kalbar, Kadis Pertanian Tanaman Pangan Kalbar Hazairin (ketiga dari kanan), Kabid Holtikultura Distanak Sambas Vivin Ervina (paling kanan), dengan Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Daniel Johan (keempat dari kanan), di lahan jeruk warga Berastagi, Karo, Sumut, Kamis (28/7). Asisten Komisi IV for Rakyat Kalbar

eQuator.co.id – Kalau menatap cermin, mustinya memalukan kejayaan jeruk Pontianak yang pernah menguasai pasar Tanah Air harus belajar dari keprok Berastagi yang beda iklim. Otoritas pertanian tak mampu menjaga petani?

Patung jeruk di Kecamatan Tebas sudah dirobohkan. Tapi produsen dan sentra jeruk siam terbesar dengan branded jeruk Pontianak itu mencatat sejarah panjang kejayaan Kabupaten Sambas pada dekade 80-an. Sempat melahirkan nama besar Abu Jeruk, akhirnya dibabat monopoli penguasa Orba hingga hancur. Sempat bangkit lagi, namun tak sebesar masa lalu.

Dibandingkan dengan produksi Tebas, jeruk Berastagi tak sempat menguasai seluruh supermarket di DKI Jakarta hingga Pasar Induk Kramat Jati. Bahkan Cirebon, Semarang, Surabaya, Batam, hingga ke Kuching Malaysia. Kini tinggal kenangan meskipun masih buah primadona.

Pekan lalu, 28-31 Juli 2016, dibuatlah acara melihat langsung perkembangan agribisnis jeruk di Kabupaten Karo. Inisiatif Anggota DPR RI, Daniel Johan. Ikut pula Kepala Bidang Hortikultura Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kalbar, Hazairin, beberapa petani jeruk didampingi Penyuluh Pertanian dan Kepala Bidang Hortikultura Dinas Pertanian Kabupaten Sambas, Vivin Ervina.

Di lahan perbukitan kabupaten yang bercuaca lebih dingin dengan elevasi 600 meter hingga 1.300 meter di atas permukaan laut (d.p.l) itulah, tanaman jeruk dan lainnya memenuhi seluruh hamparan. Nyaris tidak ada lahan kosong yang terlantar.

Daerah dengan hamparan tanah vulkanik itu diolah masyarakat menjadi  kebun holtikultura dan berbagai komoditas sayuran. “Jeruk di sini merupakan salah satu tanaman unggulan kami,” ujar Bergiat Barus, petani jeruk di Desa Paribu, Kecamatan Barus Jahe, Karo.

Wakil Ketua Komisi IV DPR RI, Daniel Johan mengatakan, jalan panjang jeruk Sambas yang jatuh bangun memerlukan sentuhan perbaikan dari berbagai sisi. Menyangkut teknologi pengolahan lahan, pembibitan, dukungan swasta, hingga kebijakan pemerintah.

“Di Berastagi ini, ada jeruk yang usianya sampai 40 tahun. Artinya tanaman ini bisa bertahan lama dan resepnya itu yang perlu dipelajari dan digali,” tutur Daniel.

Menurutnya, Kabupaten Sambas sudah memiliki dasar yang kuat karena selama ini jeruk setempat berhasil menjadi salah satu penopang utama perekonomian masyarakat. “Modal utama kita adalah petaninya yang sudah menjadikan jeruk sebagai budaya. Dan itu sudah terbukti beberapa kali jeruk kita terpuruk dan petani tetap semangat menanam kembali,” kata dia.

Senada, Hazairin memandang ada semangat yang sama dan tetap kuat untuk mengembalikan kejayaan jeruk di Kalbar. “Beberapa periode perkembangan jeruk Sambas yang saya catat, era awal tahun 50-an, kemudian mendekati era 70-an. Dengan kondisi akses pasar yang terisolasi, luasan kebun jeruk bisa sampai 22 ribu hektar,” paparnya.

Tata niaga kemudian menjadi titik balik merosotnya jeruk Sambas dan sempat sampai di titik terendah luasan lahan produktif. Namun, lanjut Hazairin, sekitar tahun 1998 dimulai kembali upaya menambah luasan untuk meningkatkan produksi dalam upaya mengembalikan kejayaan jeruk di Sambas.

Kala itu, dibuatlah kebijakan menanam jeruk 10 ribu hektar. Tidak hanya di Kecamatan Tebas, tapi juga daerah lain di Sambas, dengan harapan harga bisa bagus. Upaya itu mendapat dukungan masyarakat yang juga bersemangat mengembangkan kembali. Bahkan luasan lebih dari target, sampai 12 ribu hektar.

Masyarakat mengembangkan sendiri kebun mereka dengan berbagai problema bibit, pupuk dan pestisida di luar bantuan pemerintah. Bahkan sisa-sisa penyakit jeruk siam seperti organisme pengganggu OPT dan CCVD (citrus vein phloem degeneration), masih menjadi ancaman walaupun sempat dinyatakan bebas virus tersebut.

Menurut Hazairin, pada periode ini, ilmu jeruk masih pada tahap mengupayakan bibit bebas penyakit sehingga dibuatlah Blok Pondasi Mata Tempel (BPMT) yang memastikan mata tempel bibit jeruk untuk okulasi diperoleh dari tanaman yang benar-benar bebas penyakit. Pemerintah kabupaten juga membuat pusat untuk riset tanaman dan pengendalian penyakit jeruk.

“Dan 98 persen masih seputar tanamannya, belum tanahnya”, beber dia.

Sepertinya tak perlu malu lagi mempelajari teknologi pengolahan tanah terkini yang dilakukan petani di Kabupaten Karo dan sekitarnya. Hazairin yakin perbaikan kualitas tanah yang selama ini selalu diberi input bahan kimia anorganik menjadi hal penting. Sebuah langkah awal mengembalikan kejayaan jeruk Kalbar.

“Sudah ada contoh, ternyata pakai bahan organik sangat bagus untuk membuat jeruk tumbuh dengan baik dan bertahan lama,” tukasnya.

Teknologi organik atau pertanian berkelanjutan saat ini, menurut dia, sudah sangat tinggi levelnya. Pun perkembangannya sangat bagus. Contohnya, terdapat bakteri dengan teknologi terkini bisa dimuliakan dan digunakan untuk memperbaiki kualitas tanah. Juga ada teknologi yang bisa digunakan untuk memanfaatkan bahan organik di sekitar kebun-kebun jeruk.

“Pertanian berkelanjutan penting dan jika kita ingin maju maka pakai teknologi terkini,” katanya.

PENGENDALIAN

Apapun masalahnya, langkah Dinas Pertanian dan Peternakan (Distanak) Sambas yang memahami budaya dan teknik pertanian sendiri adalah pembinaan kontinyu kepada petani. Dan, pengendalian penyakit jeruk melalui Sekolah Lapangan Good Agriculture Practice (SLGAP).

Kabid Holtikultura Distanak Sambas, Vivin Elviana, menegaskan pemerintah kabupaten komitmen mengembangkan komoditas jeruk. “Hal ini sesuai penetapan Kementerian Pertanian nomor 45/kpts/PD.200/1/2015 yang menyatakan Kabupaten Sambas sebagai Kawasan Tanaman Jeruk Nasional (KTJN),” tutur Vivin.

Ada dua jenis jeruk andalan yang cocok dengan jenis tanah dan iklim Sambas yakni Siam dan Terigas yang kerap disebut Jeruk Madu. Dari 8.800 hektar luas tanaman jeruk di Sambas pada 2015, sekitar 5.400 hektar tersebar di beberapa kecamatan.

“Diantaranya Selakau, Pemangkat, Semparuk, Tebas, Sebawi, Tekarang, dan Jawai Selatan,” papar Vivin.

SLGAP sendiri memberikan penyuluhan teknis berupa kiat menanam jeruk serta cara pengendalian penyakit tanaman kepada petani. “Telah kita berikan kepada 25 petani jeruk di Desa Sumber Harapan, Kecamatan Sambas selama delapan pekan, terhitung Maret 2015 dan berakhir 25 Mei lalu,” jelas Vivin.

Diungkapkan Kepala Distanak Sambas Musanif, dalam SLGAP, setiap petani mengelola jeruk secara terpadu sehingga dapat tumbuh dengan subur dan bertahan lebih lama. Juga mengedepankan penggunaan pupuk organik.

Kedepan, ia memang menginginkan jeruk diurus secara organik sebagai trend pasar. Dari pupuk sampai obat antipenyakitnya. Diharapkan jeruk Sambas tidak bercampur bahan-bahan kimia. “Semoga dengan sistem penanaman jeruk secara organik yang telah didapat para petani pada SLGAP dapat mengembalikan kejayaan jeruk Kabupaten Sambas,” harap Musanif. (*/bersambung)

Isfiansyah (Berastagi) dan M. Ridho (Sambas)