eQuator.co.id – Pontianak-RK. Gubernur Kalbar Sutarmidji ngomel-ngomel saat Rapat Konsultasi Publik Rancangan Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) di Hotel Kapuas Palace, Rabu (7/2). Dia berang atas ketidakhadiran Bupati Sintang dan Bengkayang.
“Ke mana Bupati Sintang? Wakil? Sekda?,” Tanya pria yang karib disapa Midji ini saat mengawali sambutannya.
Padahal kata dia, lima hari kunjungan kerjanya di Sintang, tapi tidak ada batang hidung Bupati atau wakilnya. “Ke mana mereka, kita tak tahu,” keluhnya saat mengabsen para pimpinan daerah yang hadir dalam kegiatan tersebut.
Midji juga memberi sedikit tekanan kepada seluruh kabupaten yang enggan untuk berkoordinasi dengan Pemprov Kalbar. Dikatakan dia, silahkan daerah yang merasa hebat tanpa bantuan Pemprov. Tapi jangan salahkan Gubernur bila daerahnya kurang diperhatikan. “Karena tidak mau berkoordinasi dengan Pemprov,” ucapnya.
Ia mengatakan, bahwa dirinya tidak ada kepentingan terhadap daerah yang bersangkutan. Namun kembali ia tekankan, apakah para pemegang kekuasaan serius untuk membangun daerahnya. “Masyarakat harus tahu apa yang dibuat oleh pimpinannya,” tukasnya.
Rasa kesal juga kembali terlihat saat ia mengabsen apakah Pemkab Bengkayang hadir atau tidak. Ternyata tidak hadir.
“Saya ke daerah bukan untuk cari popularitas. Saya sudah jadi Gubernur. Apa lagi yang saya cari? Tidak ada,” ucapnya.
Mantan Wali Kota Pontianak dua periode itu mengatakan, setiap pemangku jabatan tidak perlu untuk takut mengambil keputusan demi kesejahteraan rakyat. Setiap pimpinan sesungguhnya telah diberi amanah untuk memajukan wilayahnya. “Sepanjang itu dibutuhkan masyarakat, tak usah takut mengambil keputusan,” ujarnya.
Dirinya mengambil contoh saat pergi ke Dusun Sempayuk, Desa Belimbing, Kecamatan Lumar, Kabupaten Bengkayang mengunjungi asrama siswa yang kondisinya sangat memprihatinkan. Berita asrama tersebut sudah viral. Midji menyakini Presiden pun sudah mengetahui hal tersebut. “Daripada saya ditelepon Presiden, saya yang segera ke sana untuk melihat langsung,” sebutnya.
Menurut dia, kondisi gubuk pelajar tersebut memang sangat memprihatinkan. Dinding hanya berjarak satu jari. “Bantal pun saya tidak menemukan,” jelasnya.
Yang membuat dirinya kesal di sekitar asrama terdapat sebuah pasar yang dibangun sangat bagus. Namun tak ada satu pun pedagang yang mengisinya. “Pasar itu ada di depan sekolah. Asrama dibangun dekat masyarakat. Kan jadinya terbalik-balik ini?,” tuturnya.
Parahnya lagi kata dia, di tempat anak-anak itu ada kebun perusahaan sawit. Orangtua mereka kerja di perusahaan tersebut. “Sementara perusahaan itu terus mengeruk kekayaan Kalbar,” sesalnya.
Sementara terkait Rapat Konsultasi Publik RKPD, Midji mengatakan, dalam mengerjakan rencana kerja, ada empat indikator makro pembangunan yang harus dilakukan. Salah satunya adalah peningkatan indeks pembangunan manusia (IPM).
“IPM kita ada di urutan 29, tapi nilainya masih jauh dari rata-rata nasional yang berada di angka 70. Sedangkan kita di 67,” ungkapnya.
Target tahun 2020 adalah meningkatkan IPM sebanyak 1 poin. Dirinya mengaku tidak bisa memastikan pencapaiannya. Kendati begitu, ia yakin bisa dilakukan. Tinggal bagaimana mengubah pola pendidikan supaya tak ada anak putus sekolah. Kemudian membuat orang lama untuk bersekolah. “Itu yang harus dipikirkan bersama,” lugasnya.
Sedangkan untuk pertumbuhan ekonomi yang dipatok terhadap Kalbar, dinilai Midji cukup berat. Angka 5,35 bukan gampang dicapai. Sementara target angka kemiskinan 6,43 di tahun 2020 dinilainya juga kurang realistis.
Untuk itu, nanti akan dievaluasi kembali. Jangan turunkan angka kemiskinan lebih dari satu persen. Itu tidak mungkin. Paling tinggi 0,7. “Dilihat dari tren yang ada di Kalbar,” ucapnya.
Sementara untuk angka pengangguran terbuka yang mematok lebih dari 4 persen, dinilai Midji sangat realistis. Tapi bila dibuat menjadi 3,63 justru tidak bisa. “Masih bertengger di angka 4 persen. Tapi saat ini sudah turun di sekitar 3 persen,” pungkasnya.
Dari semua paparannya tersebut menjadi bahan pemikiran bersama. Namun bila sukses dalam membangun desa, semua pencapaian akan mudah dilakukan dan berjalan lebih baik.
Menjelang akhir sambutannya, Midji sempat mengabsen kehadiran Pertamina dan PLN. Sayangnya, kedua instansi tersebut tidak hadir. “Kenapa mereka tidak diundang?,” tanyanya.
Menurut dia, dua BUMN ini memegang hajat hidup orang banyak. Namun sangat lamban dalam menjalankan fungsinya. “Sehingga masyarakat harus mengeluarkan biaya yang sangat tinggi,” pungkas Midji.
Ditemui awak media usai kegiatan, Gubernur menyinggung indikator desa mandiri. Karena indikator yang diberikan untuk jadi desa mandiri bersifat ringan. Misalnya menyediakan Pos Kamling, lapangan olahraga, Posyandu, dan PAUD.
Sedangkan yang berat-berat biar kabupaten tangani. Misalnya jalan desa. “Sedangkan balai desa, pendidikan, biar provinsi yang menangani,” sebutnya.
Dijelaskan Midji, Kalbar merupakan provinsi yang pertama menerapkan pembagian indikator desa mandiri kepada tiga tingkat pemerintahan daerah. Karena selama ini pembangunan desa selalu dibebankan kepada dana desa. Karena itu Kalbar mencoba membagi tugas pelaksanaan indikator desa mandiri ini. “Harapannya, ini bisa menjadi percontohan,” tukasnya.
Gubernur menargetkan total 20 persen belanja daerah digunakan untuk membangun desa. Total dana mencapai Rp400 miliar dipergunakan langsung untuk pelaksanaan indikator desa mandiri. Ia juga berharap seluruh bupati mengajukan desa di wilayahnya untuk segera dibangun. Bagi bupati yang enggan, ia menyatakan biarkan saja. “Biarkan saja mereka itu,” tutup Midji.
Laporan: Bangun Subekti
Editor: Arman Hairiadi