eQuator.co.id – Sekadau-Putussibau. Kehadiran perusahaan perkebunan sawit di Kalbar masih menuai pro kontra. Apalagi jika pihak perusahaan tak berpihak kepada petani plasma dan melanggar ketentuan yang ada.
Di Kabupaten Sekadau, puluhan petani sawit plasma PT Multi Prima Entakai (MPE) Divisi 3 Rayon Seranjin 1, Dusun Selimus Desa Seraras Kecamatan Sekadau Hilir menggelar unjuk rasa, Rabu (24/10) pagi. Petani memagar akses jalan perusahaan tersebut.
Pemagaran jalan dilakukan petani plasma di hamparan 19, Dusun Selimus. Pemagaran ini merupakan buntut kekecewaan petani terhadap pihak perusahaan yang membeli buah dengan harga murah.
Protes petani bermula saat perusahaan melakukan kebijakan kouta untuk pembelian buah sawit petani plasma. Jika sudah melebihi kouta, maka sawit tersebut akan dibeli dengan harga jauh di bawah ketetapan pemerintah.
“Untuk buah petani plasma yang dianggap perusahaan melebihi kouta dibeli dengan harga Rp 684 per kilo,” ujar Agus Anwar, salah seorang perwakilan petani plasma.
Sementara harga yang masih dalam jatah kouta dibeli berkisar Rp1.200 hingga Rp1.400 per kilogram. “Ini yang kita herankan, kenapa ada sistem kouta seperti ini,” katanya.
Kebijakan perusahaan ini sudah berlangsung sejak tiga bulan terakhir. Hal ini lah yang memicu protes para petani plasma dengan nekat melakukan pemagaran jalan. Kendati pemagaran hanya dilakukan dengan menggunakan kayu, namun akibatnya kendaraan perusahaan tidak bisa melintas.
Lusmen Satar Doloksaribu, salah seorang perwakilan petani mengatakan, mestinya tidak ada penjatahan atau kouta untuk sawit petani plasma. Jika perusahan tetap ngotot dengan kebijakan itu, maka buah dari kebun inti juga harus ada pemberlakuan kouta. Ia pun mendesak kebijakan kouta tersebut dihapus. Mereka beranggapan antara petani plasma dan inti tidak bisa dipisahkan. Sehingga harus diperlakukan sama.
“Harus adil lah. Karena tidak mungkin ada inti tanpa ada kebun plasma,” tegas Dolok.
Perwakilan petani lainnya, Numan menilai kebijakan perusahaan tersebut sangat merugikan mereka. Sehingga minta kebijakan pembatasan kouta itu dihapus. “Ini merugikan kami. Ini harus dihapus. Kalau tidak, kami tidak akan buka pagar,” ancam Numan.
Menanggapi aksi tersebut, sejumlah perwakilan perusahaan mendatangi para petani. Kedua pihak sempat berdiskusi. Namun tidak mendapatkan titik terang.
Diskusi yang dilakukan di pondok panen hamparan 19 itu sempat berlangsung tegang. Antara petani dan pihak perusahaan adu argumentasi. Hingga berakhirnya diskusi, belum ada solusi yang didapat. Pihak perusahaan pun belum bersedia dimintai komentar resmi. “Besok (hari ini, red) saja. Soalnya, besok baru kita adakan pertemuan lagi,” kata salah seorang perwakilan perusahaan.
Sementara itu, di Kabupaten Kabupaten Kapuas Hulu, PT Riau Agrotama Plantation (RAP) terindikasi melakukan perambahan kawasan hutan di Kecamatan Silat Hilir dalam membuka lahan perkebunan. Padahal anak perusahaan Salim Group ini sebelumnya sudah ditegur Bupati Kapuas Hulu AM Nasir melalui surat agar menghentikan sementara kegiatannya. Namun pihak perusahaan perkebunan kelapa sawit tersebut tidak mengindahkannya.
“Kemarin kami memang sudah bentuk tim untuk turun langsung ke lapangan, memang kegiatan perusahaan itu di luar izin. Sehingga ini menjadi persoalan,” ungkap Nasir ditemui, Rabu (24/10).
Bupati mengatakan secara detail kurang tahu persis berapa lama dan berapa banyak kawasan hutan yang mereka rambah. Namun yang jelas pihaknya akan mencoba memanggil pihak perusahaan.
“Kita mau barang ini tuntas dan tak ada masalah. Selama ini dari perusahaan beranggapan bahwa lahan yang mereka garap itu milik masyarakat,” jelas Nasir.
Ditambahkan Kasi Perlindungan Perkebunan Dinas Pertanian dan Pangan Kapuas Hulu, Julias Shofiar, terkait masalah PT RAP, Tim Pembina Pengembangan Perkebunan Kapuas Hulu (TP3K) tengah melakukan penyelesaian. “Jadi PT RAP ini terindikasi melakukan perambahan dalam kawasan hutan, karena kami melihat dari informasi yang ada memang seperti itu,” jelasnya.
Makanya kata Shofiar, TP3K nantinya akan melakukan pengecekan ulang mulai dari data perizinan, data kerja perusahaan, data perusahaan dan lainnya. Shofiar juga tak membantah, ada surat Bupati yang sudah dilayangkan kepada PT RAP agar menghentikan operasinya. “Setahu saya isi surat Bupati itu untuk menghentikan kegiatan perusahaan yang terindikasi melanggar. Namun sepertinya mereka tidak mengindahkannya, nanti dari tim kami akan meminta konfirmasi dari perusahaan tersebut,” pungkas Shofiar.
Terpisah, anggota DPRD Kapuas Hulu Iman Sabirin mengatakan, kendati kewenangan perkebunan saat ini berada di provinsi, namun permasalahan tersebut Bupati bisa memanggil pihak perusahaan. Mengingat mereka beroperasi di wilayah Kapuas Hulu. “Surat peringatan yang dilayangkan Bupati itu harusnya diperhatikan secara serius oleh pihak perusahaan,” tegasnya.
Iman mengatakan, jika perusahaan terbukti merambah hutan di luar HGU, Pemda harus mengambil tindakan tegas. Dengan cara menghentikan perambahan di kawasan hutan yang dilarang dikerjakan oleh pihak perusahaan tersebut. “Bisa habis lahan itu, apalagi jika sudah dikerjakan selama beberapa tahun ini,” ucap Iman.
Laporan: Abdu Syukri, Andreas
Editor: Arman Hairiadi