eQuator.co.id – Di luar masalah orang Indonesia berhaji lewat Filipina, pemerintah Indonesia sepertinya harus belajar manajemen haji dari negara beribukota Manila itu.
Salah satu keunggulan haji di Filipina adalah lama tinggal selama berhaji.
Tahun ini Kemenag menetapkan lama tinggal berhaji selama 39 hari. Ditambah rata-rata tinggal di asrama selama dua hari. Jadi total jamaah berada di luar rumah sekitar 40-41 hari. Sementara lama tinggal berhaji di Filipina persis satu bulan.
Sebagaimana dilansir sejumlah travel haji Filipina, penerbangan perdana menuju Madinah dimulai 15 Agustus. Kemudian pemulangan perdana dari Jeddah berlangsung mulai 15 September. Jika dihitung persis maka total lama tinggal jamaah haji Filipina adalah 32 hari.
Anggota Komisi VIII DPR Sodik Mudjahid menuturkan lama tinggal berhaji jamaah Filipina dengan Indonesia berbeda. Namun menurut dia untuk ritual atau rangkaian ibadah hajinya tidak ada perbedaan. Di Filipina haji ditangani pemerintah dan swasta seperti di Indonesia.
Hanya saja, yang jadi persoalan adalah, sisa kuota haji di Filipina banyak sekali. Diperkirakan ada sekitar seribu sisa kuota haji di Filipina. Nah sisa kuota itulah yang dianggap sebagai potensi penghasilan oleh oknum-oknum di Filipina. Sisa kuota itu klop dengan kondisi di Indonesia yang kekurangan kuota sampai berujung panjangnya antrian haji.
“Dulu orang promosi menjual kursi haji itu pokoknya murah. Tetapi sekarang sudah berubah,” jelasnya.
Sodiq menjelaskan beberapa tahun lalu penipuan haji atau promo haji resmi umumnya mengusung murah-murahan harga. Tetapi yang terjadi sekarang adalah pokoknya siapa yang bisa menjanjikan berangkat paling cepat.
Sodiq menuturkan fenomena jamaah Indonesia berhaji dengan menggunakan kuota Filipina pernah ditemukan sekitar tiga tahun lalu. Waktu itu segerombolan jamaah haji Indonesia ditahan di bandara Jeddah karena memegang paspor Filipina.
“Jika sekarang masih terulang, maka Kemenag tidak berbenah,” tandasnya.
Di sisi lain, nasib mujur dialami 700 WNI yang lolos berhaji menggunakan visa Filipina. Sebentar lagi mereka pulang ke tanah air dengan menyandang status haji. Sebab penindakan hukum untuk mereka tidak sampai mengganggu rangkaian kegiatan haji.
Inspektur Jenderal (Irjen) Kemenag Mochammad Jasin menuturkan kabar 700 WNI yang berhaji menggunakan paspor Filipina sudah diketahui. “Tetapi saya belum mendapatkan kabar kapan mereka dipulangkan,” jelasnya kemarin (14/9).
Jasin menuturkan pemulangan WNI yang berhaji dengan paspor Filipina itu diurus oleh perwakilan Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) di Jeddah. Namun Jasin memperkirakan, ke-700 WNI itu harus pulang dengan rute Arab Saudi – Filipina – baru Indonesia.
Mantan komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) itu menjelaskan bahwa ke-700 orang WNI itu memang menjalani pemeriksaan oleh otoritas Arab Saudi. Sebab mereka diketahui berstatus WNI, namun menggunakan paspor Filipina untuk berhaji.
Dia menegaskan cara seperti itu juga dilarang oleh pemerintah Arab Saudi. Sehingga Jasin mengingatkan masyarakat tidak lagi coba-coba berhaji menggunakan kuota negara lain. Sebab jika nekat melaukkan upaya itu, seseorang bisa berurusan hukum di tiga negara. Yakni di Indonesia, negara keberangkatan menuju Saudi, dan di Arab Saudi sendiri.
Untungnya, jelas Jasin, diduga kuat 700 WNI itu berhasil mengikuti kegiatan wukuf dengan lancar. Sebab penanganan di lakukan setelah wukuf berlangsung. Menurut Jasin pihaknya cukup kesulitan untuk mendata dan menggali informasi terkait 700 orang WNI itu.
“Hasil pemantauan Itjen Kemenag, mereka tidak ada yang masuk ke maktab atau tenda jamaah haji Indonesia,” katanya.
Seluruh jamaah haji Indonesia tapi berpaspor Filipina itu menggunakan maktab Filipina sendiri. Sebab secara administrasi, mereka resmi menggunakan sisa kuota haji Filipina.
Jasin menjelaskan ketika masa Armina (Arafah, Mudzalifah, dan Mina) berlangsung, panitia haji Kemenag tidak keliling ke maktab-maktab negara lain untuk mencari apakah ada WNI yang menyelinap. Dia menegaskan panitia haji selama masa Armina berfokus melayani jamaah yang ada di maktab resmi ‘Merah-Putih’.
Meski belum dipastikan tanggalnya, diperkirakan kepulangan 700 jamaah haji itu berjalan lancar. Sebab nasib 700 orang ini sudah dibahas Presiden Joko Widodo dengan Presiden Filipina Rodrigo Roa Duterte, pekan lalu. Pembicaraan dilakukan saat Duterte melawat ke Indonesia 9 September lalu. Itu artinya, sebelum mereka tertangkap oleh otoritas Saudi.
Menlu Retno Marsudi saat dikonfirmasi menyatakan, para jamaah tersebut berada di maktab Filipina. Pihaknya sudah meminta persetujuan Filipina mengenai nasib jamaah tersebut, dan disetujui.
“Untuk sementara para jamaah itu dibiarkan untuk menyelesaikan ibadah haji,” ujarnya. Setelah itu, barulah mereka diproses.
Pihaknya sempat mengupayakan agar kepulangan para jamaah tersebut bisa langsung dari Jeddah. Namun, rupanya secara teknis pemulangan mereka akan menjadi rumit. Alhasil, mau tidak mau para jamaah tersebut harus pulang via Filipina.
“Kami sedang menjajaki opsi agar mereka bisa pulang ebih cepat dari proses sebelumnya (177 jamaah),” tutur Retno.
Masalah WNI yang berangkat haji ke tanah suci dengan menggunakan paspor Filipina memang masih menjadi benang kusut yang sulit diurai. Aparat Indonesia dan Filipina masih dibikin repot dengan adanya laporan soal 700 jamaah haji WNI berpaspor Filipina yang kini masih berada di Mekkah.
Direktur Jenderal (Dirjen) Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM Ronny F. Sompie mengatakan bahwa sampai sekarang pihaknya masih menelusuri siapa saja orang Indonesia yang disebut-sebut masuk di dalam 700 jamaah haji tersebut.
“Yang mengetahui pertama kali adalah pihak intelijen dan imigrasi Filipina melalui atase imigrasi dan juga KBRI yang ada baik di Arab Saudi maupun di Filipina. Kami mendapatkan informasi tentang jumlah tersebut, namun belum lengkap dengan daftar namanya,” kata Ronny di Kompleks Kemenkumham, Jakarta Pusat (Jakpus), kemarin.
Ronny menjelaskan bahwa saat ini pihaknya memprioritaskan upaya pemulangan terhadap 700 orang tersebut ke Indonesia. Hal tersebut dilakukan untuk mempermudah verifikasi sebelum dilakukan proses hukum lebih lanjut oleh tiga negara, yakni Indonesia, Arab Saudi, dan Filipina.
“Karena kalau kami mengutamakan penyelidikannya terlebih dahulu maka penyelamatan terhadap kepulangan saudara-saudara kita itu ke Indonesia pasti akan tersendat,” tuturnya.
Ronny menjelaskan bahwa persoalan jamaah haji Indonesia berpaspor Filipina ini bermula dari pemanfaatan kuota jamaah haji yang berlebih dari Filipina. Dari sana, muncul pihak-pihak tidak bertanggung jawab yang ingin memanfaatkan kondisi tersebut untuk mencari keuntungan.
Karena itu, Ronny berharap agar adanya kuota jamaah haji yang berlebih di Filipina dapat dicarikan solusinya antara Indonesia dan Filipina. “Kalau pemerintah tidak berupaya mendapatkan peluang kuota itu maka peluang ini bisa dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu atau sindikat yang ingin mencari keuntungan,” ujar Ronny.
Dalam kasus tersebut, dia menyatakan bahwa tidak ditemukan penyimpangan dari pihak imigrasi dalam negeri. Kendati demikian Ronny mempersilahkan kepolisian untuk melakukan penyelidikan terhadap para pejabatnya di lingkungan Ditjen Imigrasi.
“Apabila ada di antara rekan-rekan saya pejabat imigrasi yang kemungkinan terlibat di dalamnya, kami membuka diri untk diperiksa,” imbuhnya.
Hal tersebut juga dikonfirmasi oleh Pelaksana Fungsi Konsuler Konsulat Jenderal RI (KJRI) A H Sayfudin mengatakan, pihaknya memang melakukan komunikasi intensif dengan konsulat Filipina di Jeddah. Menurut pihak mereka, saat ini mereka memang berada dalam penanganan travel resmi Filipina untuk menunggu kepulangan.
“Kami sudah ada kesepahaman dengan pihak Filipina. Jadi saya rasa mereka tidak akan mendapatkan masalah di Arab Saudi dan akan dipulangkan ke Filipina,” jelasnya.
Meski begitu, tim KJRI tetap melakukan langkah preventif jika memang mereka ditahan oleh pihak Arab Saudi. Langkah tersebut dengan mendata dan memantau posisi-posisi WNI tersebut melalui konsulat Filipina. Menurutnya, pihak konsulat sudah mendapatkan sebagian nama dari kelompok haji Indonesia tersebut. Namun, pihaknya masih belum mengetahui identitas mereka. Pasalnya, data mereka merupakan nama palsu yang dicantumkan dalam paspor Filipina.
“Mereka kan berangkat dengan menggunakan nama Filipina. Identitas baru akan diketahui saat diadakan wawancara di Filipina,” ungkapnya.
Hal tersebut dikarenakan mereka saat ini ada di maktab Filipina dimana aksesnya terlarang oleh siapapun kecuali travel dan pemerintah Filipina. Sayangnya, saat ditanya soal nama-nama palsu itu, Sayfudin mengaku sedang tidak membawa data tersebut. Dia pun mengaku tak tahu kapan mereka akan dipulangkan.
“Yang jelas, kalau lancar, mereka tidak perlu berurusan hukum. Saat tiba di Filipina akan diselesaikan oleh dua negara,” jelasnya.
Sementara Kabareskrim Komjen Ari Dono Sukmanto menuturkan bahwa berdasarkan hasil rapat koordinasi dengan Kemenlu dan Kemenag, maka akan diterjunkan tim gabungan ke Arab Saudi. ”Jadi, tidak hanya Mabes Polri saja,” ujarnya.
Untuk Kemenlu dan Kemenag tentunya sedang berupaya untuk bisa memulangkan mereka ke Indonesia, tanpa melewati Filipina. Sedangkan Penyidik Bareskrim memeriksa untuk mengembangkan kasus haji via negara lain.
”Kami lihat adakah travel lain yang terlibat, adakah jamaah haji yang berangkat dari dari negara selain Filipina,” paparnya. (Jawa Pos/JPG)