Total Penjualan Industri Ritel Diprediksi Rp200 T

Mengeker Prospek Ekonomi dan Bisnis 2017 (7-Habis)

Ilustrasi : Internet

eQuator.co.id – Dengan perekonomian yang masih disetir konsumsi, industri ritel menjadi barometer utama. Industri ritel tahun depan diproyeksi masih bisa tumbuh lebih dari 10 persen. Dibutuhkan perbaikan daya beli untuk menggapainya.

 

Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) memperkirakan penjualan di industri ritel nasional tahun ini meningkat sekitar 10 persen. Ketua Umum Aprindo Roy N. Mandey menyebutkan bahwa total nilai penjualan ritel pada 2015 mencapai Rp 181 triliun dan tahun ini diprediksi Rp 200 triliun.

’’Tahun ini kami optimistis bisa menutup di double-digit, yaitu 10 persen untuk peningkatan penjualan toko ritel. Tahun lalu, dengan tingkat pertumbuhan ekonomi 4,7 persen, kami menutup di angka 8 persen. Kami harapkan bisa menutup di angka 10 persen pada 2016 ini,’’ ujar Roy.

Roy menjelaskan, pertumbuhan digit ganda tersebut terdorong oleh perbaikan kondisi makroekonomi. Daya beli masyarakat mulai membaik karena inflasi dapat ditekan di level rendah, yakni kurang dari 4 persen.

Kemudian, harga energi seperti listrik, gas, dan bahan bakar minyak (BBM) juga lebih stabil. ’’Lalu, suku bunga Bank Indonesia yang telah turun tiga kali masing-masing 0,25 persen dan ini membantu masyarakat untuk meminjam dana,’’ katanya.

Untuk 2017, pihaknya optimistis pertumbuhan penjualan di industri ritel melebihi tahun ini seiring dengan prediksi pertumbuhan ekonomi pada 2017 yang mencapai 5,4 persen. ’’Kita optimistis tahun depan. Berharap minimal sama (10 persen, Red),’’ tuturnya.

Di sisi lain, Roy berharap pemerintah dapat terus mendorong daya beli masyarakat. ’’Konsumsi tetap prioritas bagi masyarakat. Di Indonesia khususnya PDB (produk domestik bruto, Red) masih didominasi konsumsi rumah tangga,’’ jelasnya.

Sementara itu, Koordinator Wilayah Timur Aprindo, Abraham Ibnu mengungkapkan, sudah ada peritel hypermarket dan supermarket berjaringan nasional maupun lokal yang siap masuk. Di antaranya ke Bali; Kendari, Sulawesi Tenggara; Manado, Sulawesi Utara; dan Gorontalo. Serta di Tual dan Ambon di Provinsi Maluku.

’’Di luar Jawa, kebanyakan pengembangan ritel menggunakan konsep stand-alone (mandiri, Red),’’ terangnya.

Selain mandiri, gerai ritel biasanya berada di dalam mal. Pemilihan konsep mandiri di luar Jawa disebabkan sulitnya mengandalkan pembangunan pusat belanja. Karena itu, alternatif yang memungkinkan untuk mendukung rencana ekspansi perseroan adalah menerapkan konsep gerai mandiri.

Sementara itu, ekspansi department store juga masih berlanjut. Agresifnya penjualan produk fashion melalui perdagangan online tidak menyurutkan rencana ekspansi gerai department store.

’’Sebab, segmen market yang dibidik berbeda. Jadi, tetap sama-sama tumbuh,’’ jelasnya.

Kemudian, ritel modern format lain seperti perkulakan dan specialty store juga akan terus tumbuh. Yang termasuk specialty store adalah ritel yang khusus menjual satu macam produk seperti perhiasan, gadget, dan produk mesin.

Surabaya sebagai kota terbesar kedua di tanah air bakal menjadi tujuan pengembangan maupun perluasan retailer nasional dan internasional. ’’Bukan tidak mungkin retailer berlomba-lomba melakukan ekspansi dan membidik pasar Surabaya,’’ ujarnya.

Meski demikian, Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) Jawa Timur siap menampung rencana ekspansi para retailer. Sedikitnya ada empat mal di Surabaya yang melakukan perluasan pusat belanja. Yakni, Pakuwon Mall, Ciputra World Surabaya, Galaxy Mall, dan World Trade Centre (WTC). ’’Dengan harapan bisa menampung animo para retailer,’’ tuturnya. (*/Jawa Pos/JPG)