eQuator – Sambas. Selain mensejahterakan masyarakat, program Keluarga Berencana (KB) menciptakan generasi penerus yang berkualitas. Sayangnya, angka kematian ibu dan bayi di Desa Sepadu, Kecamatan Semparuk masih tinggi, sehingga Badan Pemberdayaan Perempuan Keluarga Berencana (BPPKB) Kabupaten Sambas menetapkan desa tersebut sebagai Kampung KB mulai 1 Januari 2016.
“Secara nasional, tahun depan Kampung KB akan di-launching Presiden RI, Ir H Joko Widodo. Di Sambas yang ditunjuk sebagai Kampung KB adalah Desa Sepadu, karena di wilayah itu Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) tahun 2015 masih tinggi, kesadaran masyarakat untuk ber-KB pun masih kurang,” jelas Kabid KB BPPKB Sambas, Purwito Eldiyanto kepada wartawan, Rabu (16/12).
Guna memotivasi masyarakat Desa Sepadu agar melaksanakan program KB, terlebih dahulu BPPKB Sambas akan melakukan sosialisasi program KB, memberikan bantuan sarana dan prasarana, termasuk pelatihan bagi masyarakat di Kampung KB.
Selain itu, papar Purwito, penunjukan Desa Sepadu sebagai Kampung KB karena fasilitas kesehatan di Kecamatan Semparuk masih kurang lengkap. “Kita harap dengan ditunjuknya Desa Sepadu sebagai Kampung KB, maka dapat memperkecil AKB dan AKI di wilayah tersebut,” harapnya.
Upaya lain yang dilakukan BPPKB Sambas untuk menggalakkan program KB, beber Purwito, diantaranya menggelar kegiatan Analisa Angka Kelahiran Total atau Total Fertility Rate (TFR). Apalagi berdasarkan hasil Sensus Penduduk Tahun 2010, AKI Kabupaten Sambas mencapai 3,41 persen. “Tahun 2013-2014 sesuai hasil Sensusnas Penduduk mengalami penurunan, menjadi 3,16 persen,” jelas Purwito.
Melihat data tersebut, jelas Purwito, TFR yang dilakukan di Kabupaten Sambas telah berhasil, karena terjadi penurunan AKB sebagai dampak dilaksanakannya program KB. Keberhasilan tersebut bisa dilihat dari rata-rata jumlah anak dalam satu keluarga. Jika sebelumnya memiliki anak sebanyak 3 sampai 4 anak, saat ini masyarakat dominan memiliki anak 2 sampai 3 anak.
Program unggulan Ayo KB, tegas Purwito, berhasil menumbuhkan kesadaranwarga untuk menunda kelahiran. Sehingga dilihat dari segi capaian, mengalami peningkatan dari hasil pelayanan program KB, terutama kesadaran ibu untuk ber-KB. “Kami nilai kesadaran untuk KB sangat penting. Kebutuhan pelayanan KB yang tidak terpenuhi (unmet need) tahun 2013 mencapai 25,99 persen, tahun 2014 menjadi 20,43 persen, dan tahun 2015 menjadi 10,9 persen. Angka tersebut membuktikan bahwa kesadaran masyarakat sadar akan ikut program KB,” ungkapnya.
Program KB bukan hanya untuk mensejahterakan masyarakat, tegas Purwito, melainkan untuk meringankan beban pemerintah, terutama dari segi anggaran biaya menjadi berkurang, karena bisa diukur dari program TFR. “Jika TFR menunjukkan kenaikan, maka itu membuktikan bahwa program TFR berhasil, namun apabila terjadi penurunan, artinya program ini tidak berhasil,” pungkasnya.
Reporter: Muhammad Ridho
Redaktur: Yuni Kurniyanto