-ads-
Home Rakyat Kalbar Pontianak 21 Hotspot di Kawasan Perusahaan, Penegakkan Hukum Dinilai Lemah

21 Hotspot di Kawasan Perusahaan, Penegakkan Hukum Dinilai Lemah

Citilink QG 148 Sempat Berputar-putar di Atas Pontianak selama Dua Jam

KEPULAN ASAP. Asap akibat kebakaran lahan di Kota Pontianak dan sekitarnya yang terjadi pada Kamis (23/8). Pendam XII/Tpr for RK
KEPULAN ASAP. Asap akibat kebakaran lahan di Kota Pontianak dan sekitarnya yang terjadi pada Kamis (23/8). Pendam XII/Tpr for RK

eQuator.co.id – PONTIANAK-RK. Pangdam XII/Tpr Mayjen TNI Achmad Supriyadi memantau kebakaran hutan dan lahan (karhutla) dari udara menggunakan Helikopter, Kamis (23/8). Pihaknya mendukung Peraturan Wali Kota (Perwa) Pontianak tentang Larangan Pembakaran lahan.

Pemantauan melalui udara ini, Pangdam didampingi Asops Kasdam XII/Tpr Kol Inf Elkines Vilando D.K, S.A.P dan Komandan Komando Distrik Militer (Dandim )1207/BS, Kol Inf Ulyses Sondang, turut serta Wakil Wali Kota Pontianak Edi Rusdi Kamtono dan Kapolresta Pontianak Kombes Pol Wawan Kristyanto.

Baca Juga: Kabut Asap Ganggu Aktivitas Masyarakat

-ads-

“Ini bagian support kami terhadap Perda yang dikeluarkan Wali Kota Pontianak untuk tidak memberikan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) tiga sampai lima tahun terhadap tanah-tanah atau lahan-lahan yang sengaja dibakar baik untuk perkebunan oleh perusahaan ataupun pembangunan perumahan oleh pengembang,” terang Pangdam, Jumat (24/8).

Dilihat dari udara tampak jelas titik-titik kebakaran yang terjadi di Kota Pontianak dan Kubu Raya. Dibakar oleh oknum yang tidak bertanggung jawab untuk kepentingan pribadi.

“Dilihat dari lokasi atau hotspot-hotspot yang ada di lapangan mengindikasikan lahan-lahan tersebut memang sengaja dibakar untuk dikembangkan lebih lanjut, baik untuk perkebunan kelapa sawit maupun untuk pengembangan perumahan,” tukas Pangdam.

Terpisah, Komando Distrik Militer (Kodim) 1206/Putussibau sosialisasikan Pengolahan Lahan tanpa pembakaran di Desa Sibau Hulu, Kecamatan Putussibau Utara, Kabupaten Kapuas Hulu.
Sosialisasi diawali dengan penanaman jagung perdana oleh anggota Kodim 1206/Psb seluas 1 hektar lahan yang sudah diolah tanpa proses pembakaran. Sosialisasi ini dihadiri Dandim 1206/Psb Letkol Inf M. Ibnu Subroto, Staf Ahli Bupati Kapuas Hulu, Kadis Pertanian Kalbar, Kepala Unit Pelaksana Teknis (UPT) Proteksi Tanaman Pangan dan Hortikultura (PTPH) Kalbar, Kadis Pertanian Kapuas Hulu, Camat Putussibau Utara dan Kepada Desa Sibau Hulu.

Dandim 1206/Psb Letkol Inf M. Ibnu Subroto, mengatakan Kodim Putussibau mengajak Dinas Pertanian Kapuas Hulu untuk dijadikan percontohan (Demplot). Sehingga dapat mengurangi kerugian yang disebabkan dengan karhutla.

“Kami yakin bahwa dalam membuka lahan tidak perlu harus dibakar dan kami (Kodim1206/Psb) juga berharap dengan contoh yang nyata ini dapat dipertimbangkan sebagai cara untuk pengolahan lahan di waktu mendatang,” tuturnya.

Dikatakan Dandim, penanaman jagung perdana oleh anggotanya seluas 1 hektar ini dapat menghasilkan panen yang bermanfaat dan sekaligus menciptakan ketahanan pangan.

Baca Juga: Kabut Asap Lumpuhkan Pendidikan Kubu Raya

“Juga diharapkan kedepan selain jagung untuk tanaman padi dan kedelai juga di tanam diatas lahan, tanpa proses pembakaran,” tuturnya.

Terpisah, di Kabupaten Kubu Raya digelar rapat koordinasi penanganan dan pencegahan karhutla, Jumat (24/8). Rapat yang dipimpin Wakil Bupati Kubu Raya Hermanus itu dihadiri Wakapolresta Pontianak dan Dandim 1207/BS.

“Perlu dilakukan kesamaan persepsi dan pandangan serta langkah bersama dalam menghadapi persoalan karhutla di Kubu Raya,” kata Hermanus. Menyikapi semakin pekatnya asap yang menyelimuti Kubu Raya dan sekitarnya, sekolah diliburkan. “Untuk itu, kita perlu menyamakan langkah-langkah strategi dan kebijakan bersama menyikapi hal ini,” ujarnya.

Hermanus mengatakan, menghadapi musim kemarau yang panjang perlu dilakukan langkah-langkah strategis. Sebab dibeberapa tempat sudah mengalami kekeringan. Ketersediaan air harus dipikirkan untuk melakukan pemadaman api.

Dibeberapa tempat susah mendapatkan air untuk pemadaman. Sehingga kita harus bersama-sama mencarikan solusi yang tepat,” harap Hermanus.

Sementara itu, Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kubu Raya Yusran Annizam mengatakan, kabut asap ini bukan hanya baru pertama kali terjadi. Bahkan kebakaran terjadi di beberapa titik lahan yang sama. “Ini perlu adanya pendekatan semua pihak, agar saling membantu untuk mengawasi dan mengingatkan, supaya tidak membakar lahan,” ucapnya.

Pihaknya juga mengingatkan tokoh agama agar ikut berperan dalam pencegahan kebakaran lahan tersebut. Apapun agamanya agar membantu saling mensosialisasikan terkait acaman kebakaran. “Kalau umat Islam ada lima waktu untuk mengingatkan masyarakat. Begitu juga dengan agama lain,” pintanya.

Baca Juga: Kabut Asap Dikeluhkan Pelaku Usaha

Sementara itu, pPernyataan Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Ruandha Agung Sugardiman yang menyebutkan penyebab karhutla di Kalbar adalah masyarakat dianggap cerminan rendahnya komitmen institusi tersebut dalam menegakkan hukum terkait kasus kejahatan lingkungan. Pernyataan Dirjen PPI KLHK itu sangat disayangkan Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Kalbar, Anton P Widjaya. Menurutnya pernyataan tersebut tidak berpijak pada data, subjektif dan terkesan melindungi korporasi yang sengaja membakar ataupun lahan konsesinya terbakar.
“Berdasarkan data titik api (hotspot) pada 14 Agustus 2018 yang di-overlay dengan peta sebaran konsesi di Kalbar, dari 790 titik api terdapat 201 titik api berada di dalam konsesi,” katanya kepada sejumlah wartawan, Jumat (24/8).

Overlay sebaran titik api Walhi Kalbar bersumber dari Citra Modis C6 Kalbar NASA 2018 dengan confidence 80-100 persen dengan Peta Sebaran Investasi di Kalbar. “Kami mengecam pernyataan Ruandha, yang mencerminkan semakin lemahnya komitmen KLHK dalam menegakkan hukum lingkungan, terutama pada korporasi perusak lingkungan,” tegasnya.

Namun demikian, Walhi Kalbar tidak menafikan fakta bahwa ada masyarakat yang mengelola lahannya dengan cara membakar dengan skala kecil. Hal ini dikuatkan dengan melihat titik api yang ada di konsesi dan yang ada di luar konsesi.

Padahal, sambungnya, masyarakat mempunyai hak untuk mengolah lahan dengan cara tradisional sebagaimana amanah dalam UU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. “Dengan luasan tertentu, UU PPLH mengakomodir rakyat mengelola lahannya sesuai dengan adat budaya dan tradisinya,” katanya.

Menurut dia, kebakaran hutan dan lahan pun harus dilihat tak hanya dari kuantitas berapa banyak titik kebakaran saja, tetapi melihat kualitas dan dampak dari kebakaran tersebut.

“Seratus petani membakar lahan pertanian yang luasnya terbatas dampaknya tidak sama dengan satu perusahaan yang melakukan pembersihan lahan yang luasnya ribuan hektar, kerusakan dan polutan asap yang dihasilkan sangat mengerikan, apalagi jika ratusan perusahaan perkebunan melakukannya,” lanjutnya.
Maka dari itu, Walhi Kalbar mendesak Menteri LHK, Siti Nurbaya Bakar, untuk mengklarifikasi pernyataan Dirjen PPI tersebut dan memastikan KLHK untuk tetap komit melakukan penegakan hukum kepada korporasi sebagai jalan utama dalam memperbaiki tata kelola Sumber Daya Alam (SDA) di Indonesia.

Walhi Kalbar juga menagih komitmen politik Presiden Joko Widodo untuk menyelamatkan rakyat dari paparan asap karhutla dengan menegakkan hukum kepada korporasi-korporasi yang konsesinya terbakar. “Tanggung jawab hukum ada pada korporasi dan birokrasi sebagai pemilik izin konsesi dan pemberi izin, kenapa masyarakat yang disalahkan? Negara jangan lagi melindungi para penjahat lingkungan di Indonesia,” tambahnya.

Baca Juga: Kabut Asap Ganggu Aktivitas Masyarakat

Pernyataan Ruandha, lanjut Anton, menjadi pertanyaan besar terhadap komitmen negara dalam melindungi rakyatnya dari dampak bencana ekologis. Hal ini dikuatkan dengan kemenangan gugatan Citizen Law Suit di Kalimantan Tengah kepada Presiden Joko Widodo, Menteri LHK Siti Nurbaya, Menteri Pertanian Amran Sulaiman, Menteri Agraria dan Tata Ruang Kepala Badan Pertanahan Nasional Sofyan Djalil, Menteri Kesehatan Nila F Moeloek, Gubernur Kalimantan Tengah Sugianto Sabran dan DPRD Kalimantan Tengah, dalam kasus karhutla.

Mahkamah Agung menguatkan Putusan Pengadilan Negeri Palangkaraya Nomor 118/Pdt.G.LH/ 2016/ PN Plk tanggal 22 Maret 2017. Mahkamah Agung menghukum Para Pembanding/Semula Para Tergugat I, II, III, IV, V dan VI untuk membayar biaya perkara yang timbul dalam kedua tingkat peradilan yang dalam tingkat banding ditetapkan sejumlah Rp150.000.

Tergugat I (Presiden Jokowi) diputuskan untuk menerbitkan Peraturan Pelaksana dari Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang penting bagi pencegahan dan penanggulangan kebakaran hutan dan lahan, dengan melibatkan peran serta masyarakat.

“Putusan untuk menerbitkan Peraturan Pelaksana dari UU Nomor 32 Tahun 2009 ini sangat penting untuk segera dilakukan, agar negara tidak selalu gagal dalam urusan pengendalian kebakaran hutan dan lahan,” katanya.

Jika tidak ada putusan Pengadilan Tinggi sekali pun, melindungi rakyat dengan menyediakan lingkungan hidup yang sehat adalah mandat konstitusi yang harus dilaksanakan oleh negara.
Di sisi lain, tadi malam (24/8), pesawat Citilink QG 418 tujuan Surabaya-Pontianak terpaksa mengalihkan pendaratannya di Bandara Hang Nadim Batam, pukul 10.45. Menurut salah seorang penumpang, Janisa Radiani, sebelumnya, pesawat yang ditumpanginya itu sempat berputar-putar lebih kurang dua jam di atas Pontianak.

“Boarding time nya 17.30, mustinya sih landing jam 7 an gitu,” tuturnya via WhatsApp kepada Rakyat Kalbar.
Namun, pesawat sempat terpaksa berputar-putar selama dua jam di atas Pontianak. Sebelum sang pilot memutuskan untuk tidak mendarat di Bandara Supadio Kubu Raya. Dan mengalihkan pendaratan sementara di Hang Nadim Batam.

“Alhamdulillah sampai Batam, di atas Pontianak tadi 2 jam ndak bisa landing, total 4 jam setengah dalam pesawat,” ungkap Janisa.
Ia mengaku lemas, karena menahan rasa takut. Hingga berita ini diturunkan, penumpang QG 148 tersebut masih di dalam pesawat.

Laporan: Ambrosius Junius, Syamsul Arifin, Ocsya Ade CP
Editor: Arman Hairiadi

Exit mobile version