eQuator – Sukadana-RK. Dalam penggalian informasi, terkait batas desa, rata-rata warga masih takut hak mereka atas kepemilikan lahan, menjadi hilang. Demikian disampaikan Kasubbag Pemerintahan Umum Bagian Pemerintahan Setda KKU, Wardana di rapat kerja (Raker) Penegasan Peta Administrasi Desa di Aula Bank Kalbar Sukadana, Kamis (3/12).
“Padahal dalam sosialisasi yang kami lakukan, rapat-rapat, telah dijelaskan berkali-kali. Mudah-mudahan dengan adanya penetapan batas desa oleh Bupati, 11 desa tersebut tidak ada persoalan lagi,” harapnya.
Sebagaimana diketahui Kabupaten Kayong Utara (KKU) memiliki 43 desa dengan enam kecamatan. Namun sebelas desa dari kecamatan Sukadana, Simpang Hilir, dan Teluk Batang masih selesai peta batas administrasi desanya. Sedangkan kecamatan kecamatan Pulau Maya, Kepulauan Karimata, dan Seponti telah selesai peta batas desanya.
“Dalam pemetaan batas desa, telah menggunakan batas desa dengan titik koordinat. Bersumber dari peta yang digunakan dari peta rupa bumi Indonesian (RBI) dan peta citra satelit yang terbaru dengan Spot 8,” kata Wardana.
Selain titik koordinat, pihaknya juga menggunakan patok yang terbuat dari kayu belian. Karena keterbatasan anggaran, pengadaan patok belian dilakukan secara bertahap. Ke depannya akan menggunakan patok permanen.
“Nantinya kami akan berikan tabel koordinat keliling desa yang disampikan ke desa. Dalam sosialisasi yang akan kami lakukan nanti, mengimbau kepada para Kades, masing-masing membeli GPS (Global Positioning System),” tutur Wardana.
Adanya GPS, lanjutnya, para Kades bisa mengetahui dan memahami batas-batas desanya. Yang mana tentunya akan diberikan terlebih dahulu kepada para Kades pelatihan mengenai penggunaan GPS itu.
Kades Pampang Harapan, Kecamatan Sukadana, Usman Talib beranggapan dalam penentuan batas desa yang telah dilakukan, secara SOP(standard operating procedure), adalah salah. Padahal untuk menentukan batas desa perlu didengar pula pendapat dari berbagai pihak.
“Mereka seakan-akan memaksakan untuk menentukan batas desa. Tetapi kami yang jelas, apa yang ditetapkan sementara ini masih salah. Memang untuk batas desa ini sangat sulit, karena camat, tidak memahami, dalam artian, kearifan lokal. Tentunya batas desa berkaitan dengan sejarah, terus ada situs. Memang ada mediasi yang dilakukan oleh camat, namun masih ada hal-hal yang perlu diperbaiki. Jika terlalu dipaksakan dalam penetapan batas desa, tentunya akan bisa timbul konflik ke depannya,”kata Usman.
Untuk pengkajian penetapan batas desa, sambung Usman, perlu waktu yang lama untuk mediasi, pertemuan, dan sosialisasi. “Adanya penerapan undang-undang nomor 6 tahun 2014 (UU 6/2014) tentang desa, waktu bagi para kepala desa dalam menentukan batas desa menjadi terbagi. Karena kearifan lokal merupakan hal yang dominan dalam menentukan batas desa,” timpal Usman.
Laporan: Kamiriludin
Editor: Kiram Akbar