eQuator – Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) Syarif Abdullah Alkadrie mengatakan, di Kota Den Haag, Belanda saat ini sedang berlangsung Pengadilan Rakyat Internasional menyangkut peristiwa 1965 yang dipelopori atau diinisiasi oleh sekelompok kecil warga Indonesia.
Lantas, menurut Syarif Abdullah, tujuan dari pengadilan rakyat itu sepertinya ingin menghakimi Pemerintah Indonesia maupun tokoh-tokoh tertentu di Nusantara ini. Lantaran Indonesia disebut-sebut pihak yang dianggap bertanggung jawab atas terjadinya peristiwa tahun 1965-1966 silam tersebut.
“Mereka katakan kejadian itu sebagai pelanggaran HAM berat. Kemudian ada desakan dari pengadilan supaya Pemerintah Indonesia bertanggungjawab terhadap peristiwa lalu itu. Dan menuntut Pemerintah Indonesia untuk meminta maaf,” begitulah ungkapan Syarif Abdullah.
Ketua DPW Partai Nasdem Kalbar ini berpendapat, memang sikap, perilaku dan pandangan untuk menghargai, menghormati dan menjunjung tinggi nilai-nilai HAM serta memberikan perlindungan terhadap HAM sangat penting karena merupakan amanah konstitusi.
“Namun melihat apa yang dilakukan oleh sekelompok kecil warga Indonesia di Kota Den Haag Belanda yang mempelopori lahirnya apa yang dinamakan sebagai Pengadilan Rakyat Internasional untuk mengusut peristiwa tahun 1965-1966, bukanlah perbuatan menegakkan dan melindungi nilai-nilai HAM itu sendiri. Melainkan upaya untuk melukai perasaan semua anak bangsa karena peristiwa masa lalunya,” sesal Sekretaris Fraksi Nasdem di DPR RI ini.
Kepada wartawan koran ini, Syarif Abdullah panjang lebar mengkritisi wacana pengadilan rakyat internasional tersebut. Dia menentang wacana tersebut dan mendesak Pemerintah Indonesia untuk membela nama bangsa ini.
Bagaimana sikap politik Syarif Abdullah? Simaklah wawancara selengkapnya ini:
+Bagaimana pendapat anda ihwal wacana tersebut dan apa yang anda harapkan?
-Tindakan segelintir kelompok warga negara secara sepihak itu haruslah dikritik dengan keras. Karena apa yang mereka lakukan itu sangatlah tidak benar. Selain menyakitkan perasaan semua anak bangsa di negeri ini, mereka sepertinya ingin membuat fitnah yang keji.
+Menurut anda apa yang harus dilakukan pemerintah Indonesia?
-Pemerintah Indonesia haruslah mengambil tindakan yang tegas kepada pihak-pihak terkait khususnya warga negara Indonesia yang menjadi pelopor dan inisiator Persidangan Rakyat Internasional itu. Kalau perlu mereka ditangkap karena telah merusak citra bangsa dimata dunia internasional.
Mereka bisa dianggap berupaya mengancam dan menggangu kedaulatan negara karena membawa persoalan-persoalan dalam negeri ke ranah internasional, serta berupaya untuk menarik pihak-pihak dari luar mencampuri urusan dalam negeri bangsa Indonesia.
+Upaya apa yang harus ditempuh supaya kejadi seperti ini tidak terjadi lagi?
-Munculnya pengadilan rakyat internasional di kota Den Haag Belanda ini patut dijadikan pelajaran. Semua elemen bangsa dan anak-anak bangsa harus dihimbau dan diingatkan supaya memperkuat dan menjaga jiwa serta semangat nasionalisme-nya.
Terpenting menjaga citra, nama baik, dan harkat martabat bangsa dimanapun berada, serta untuk terus meletakkan kepentingan bangsa dan negara diatas kepentingan pribadi dan kelompoknya.
+Apa pandangan anda ihwal kejadian tempo dulu itu?
-Mencermati peristiwa seputar tahun 1965-1966, sesungguhnya itu merupakan persoalan bangsa Indonesia yang tidak patut dan pantas dibawa menjadi persoalan negara lain, bangsa lain, warga negara lain, atau bahkan dibawa ke negara lain. Indonesia merupakan negara yang berdaulat dan kedaulatan itu harus terus dijaga dan dipertahankan oleh semua warga negara dan anak bangsa.
+Saran anda bagaimana cara menyelesaikan masalah ini?
-Penyelesaian persoaalan ini lebih tepat dan bijak melalui suatu Rekonsiliasi Nasional secara menyeluruh yang melibatkan semua unsur dan elemen bangsa, hal ini bukan atas dasar mencari siapa yang bersalah pada peristiwa itu karena sejarah bangsa sudah membuktikan siapa yang bersalah dan bertanggung jawab terhadap peristiwa itu, tapi sesungguhnya lebih untuk merekatkan kembali hubungan yang pernah retak, menghilangkan sikap saling dendam, benci serta curiga diantara mereka yang anggota keluarga nya berada disekitar atau pusaran peristiwa 1965-1966 itu, walaupun sesungguhnya mereka ini tidak tersangkut dan terlibat dalam peristiwa itu.
Reporter: Deska Irnansyafara
Redaktur: Andry Soe