Tiga Pemuda Sambas Batal Hijrah ke Jiran, Sepuluh Warga NTT Juga

GAGAL KERJA. Sepuluh TKI ilegal (duduk di sofa panjang) dimintai keterangan petugas Polres Sambas, Jumat (2/9), di Unit Reskrim Polsek Sajingan Besar. Reskrim Polres Sambas for Rakyat Kalbar

eQuator.co.id – Flat di salah satu komplek Ruko di Jalan Suwigyo Pontianak masih terbuka pintunya. Sesekali tampak seorang pria keluar mengecek situasi, kemudian melihat jam di tangannya. Dia penjaga Ruko tersebut yang tampaknya sedang menunggu tamu.

Sabtu (3/9) menjelang tengah malam, sebuah mobil hitam memasuki pelataran Ruko. Tiga orang pemuda turun, ransel disandang di punggung masing-masing. Kelelahan tersirat di wajah mereka. Pria tadi segera keluar menyongsong tiga pemuda itu yang melangkah gontai masuk ke dalam Ruko.

Mungkin, berada di shelter penampungan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di Pontianak tersebut bukanlah hal yang diinginkan Tutun Atido (20 tahun) bersama dua sepupunya Edwin Yulio (17 tahun) dan Damianus (17 tahun). Mereka dijanjikan upah RM500 untuk bekerja di salah satu kedai Malaysia oleh seorang wanita yang dipanggil Bu Atat.

“Dia datang bersama suaminya ke kampung kami di Subah (Sambas), bilangnya nyari orang yang mau kerja,” tutur Tutun.

Pemuda yang sempat menamatkan SMA ini tergiur tawaran itu. Ia pun mengajak dua adik sepupunya, Edwin yang tidak lulus SMP dan Damianus yang bersekolah hanya sampai kelas 3 SD. Ketiganya berangkat ikut dengan Bu Atat dan suaminya ke Entikong. Katanya sudah dibuatkan paspor. Padahal, hanya Tutun yang memiliki KTP. Sampai di Entikong, Jumat  (2/9), perjalanan mereka malah berakhir di Mapolsek setempat.

“Kami dua hari dengan tadi di kantor polisi Entikong.  Sekarang Bu Atat sama suaminya juga masih di sana,” ungkap Tutun.

Damianus hanya menganggukkan kepala membenarkan perkataan abang sepupunya itu. Sedangkan Edwin dengan rambut jambul pirangnya yang diikat karet gelang hanya diam sambil mendekap tasnya. Dengan setengah mengantuk, mereka menjawab pertanyaan petugas Balai Pelayanan, Penempatan, dan Perlindungan TKI (BP3TKI).

Kasi Perlindungan dan Pemberdayaan BP3TKI Pontianak, Andi Rahim, melalui stafnya Reinhard, bersama penyidik BP3TKI Pontianak, Ipda Bambang Irawan menjelaskan, ketiganya diamankan oleh jajaran Polsek Entikong karena terindikasi sebagai korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO).

“Saya tadi sempat khawatir mereka turun di jalan. Karena diperkirakan nyampe jam 21.00, dah jam 23.00 belum juga sampai,” tutur Reinhard. Sambung Bambang, “Mereka akan ada di sini sambil tunggu proses penyelidikan dan pengembangan dari kasus ini”.

Sementara itu, Jumat (2/9), sepuluh calon TKI asal Nusa Tenggara Timur (NTT) dibawa Ahmad Ardi Bin Abdullah (33 tahun), warga Kampung Kuala Sibuti, 98150 Bekenu, Sarawak, Malaysia, menggunakan Toyota Hilux putih plat QAA 7552 N. Mereka akan diselundupkan ke Sarawak.

Namun, Polres Sambas bekerja sama dengan Polsek setempat yang sudah mendapat informasi penyelundupan TKI tak berizin ini menghentikan perjalanan mereka pada pukul 22.30 WIB di rumah Makan Dinda, Dusun Sajingan Rt 001/Rw 002, Desa Kaliau,  Kecamatan Sajingan Besar, Kabupaten Sambas. Saat itu, Ahmad dan para TKI sedang beristirahat, memesan makanan dan minuman.

“Dimana tersangka (Ahmad Ardi Bin Abdullah) tidak bisa menunjukkan surat menyurat PJTKI (Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia)-nya. Selanjutnya kita amankan di Unit Reskrim Polsek Sajingan untuk dimintai keterangan,” papar Kapolres Sambas, AKBP Cahyo Hadi Prabowo, melalui Kasat Reskrim Polres Sambas, AKP Eko Mardianto, kepada sejumlah media.

Sepuluh TKI ilegal terdiri dari tujuh laki-laki dan tiga perempuan saat ini dalam perjalanan menuju Sambas. Rencananya, mereka ditampung Dinas Sosial Kabupaten Sambas agar tidak terlantar.

“Para korban mengaku akan dipekerjakan di Malaysia Timur, namun kawasan tujuan kerja masih belum diketahui. Menurut keterangan korban, ketibaannya di Sambas dari Pontianak langsung dibawa ke Aruk, Kecamatan Sajingan Besar,” jelas Eko.

Barang bukti (BB) yang diamankan polisi diantaranya satu unit Toyota Hilux putih, sebelas paspor, dan tiga handphone. Dijelaskan Eko, perekrut sepuluh TKI ilegal itu adalah Kanasius Belia (41 tahun), warga Kampung Lewuka, Desa Belobao, Kecamatan Wulan Doni, Kabupaten Lambata, NTT.

Dia menyatakan, saat ini Kanasius sudah masuk Malaysia. Diperkirakan sehari sebelum penangkapan. Koordinasi dengan Imigrasi PPLB Aruk telah dilakukan agar yang bersangkutan diamankan jika keluar melalui PPLB tersebut.

“Pelaku pengiriman TKI Ilegal ini melanggar UU No. 21 Tahun 2007 tentang TPPO dengan ancaman penjara maksimal 15 Tahun dan denda maksimal Rp600 Juta,” pungkas Eko.

Terpisah, Wakil Bupati Sambas Hairiah meminta penegak hukum menyelidiki sampai tuntas penyelundupan TKI ilegal agar motif dan modusnya terkuak sepenuhnya. Kata dia, keberadaan pintu Imigrasi di Sambas merupakan kemudahan lalu lintas orang.

“Untuk itu, saya meminta masyarakat, ketika pergi bekerja ke luar negeri, mematuhi aturan. Hal ini untuk melindungi diri kita sendiri dari hal-hal yang tidak diinginkan, misalnya penyeludupan manusia dan perdagangan orang. Jadikanlah UU No. 39 tahun 2004 tentang perlindungan dan penempatan TKI di luar negeri sebagai acuan,” pintanya. (*)

Marselina Evy, Pontianak, dan Muhammad Rido, Sambas