Tercemar limbah Aspal, 21 Penyu Mati di Pantai Paloh

DINEKROPSI. Ditemukan gumpalan aspal pada bangkai penyu ketika dilakukan nekropsi di Pantai Paloh, Sambas. BKSDA Kalbar for RK

eQuator.co.id – Tewasnya penyu di Pantai Belacan, Kecamatan Paloh, Kabupaten Sambas, pada Jumat (6/4) lalu, merupakan Kejadian Luar Biasa (KLB). Sebab, dalam satu kali patroli, ditemukan sekaligus 10 ekor penyu mati terdampar di bibir pantai Sungai Belacan.

“Keesokan harinya ditemukan lagi satu, jadi totalnya sebelas penyu yang mati,” ujar Kepala Balai BKSDA Kalimantan Barat, Sadtata Noor Adirahmanta, saat konferensi pers di kantornya, Senin (9/4).

Sadtata merasa prihatin atas kejadian ini. Pasalnya, itu baru penyu yang ditemukan tewas terdampar, belum lagi yang tenggelam.

Ia pun merasakan ada sesuatu yang tidak beres. Sehingga pada saat menerima laporan itu, BKSDA Kalbar langsung menurunkan tim dari Pontianak dan melakukan pembedahan pada hari itu juga.

“Terindikasi penyu-penyu ini menelan aspal, kita juga belum tau dari mana asal-usul aspal ini, karena itu lautan lepas. Itu yang akan kita tidaklanjuti,” jelasnya.

Dalam beberapa waktu ke depan, BKSDA Kalbar telah merencanakan beberapa langkah tindak lanjut. Mulai dari mengumpulkan data dan informasi terkait asal-usul aspal alias tar itu dan sampah yang mencemari perairan sekitar pesisir Paloh. Kemudian akan mengajak masyarakat untuk melakukan bersih-bersih pantai.

“Terkait penyelamatan penyu dalam jangka panjang, kami sudah membuat fasilitas suaka penyu, kami ingin suaka penyu itu dikelola oleh masyarakat. Harapan kami penyelamatan penyu di Paloh nanti masyarakat yang menjadi pemeran utama,” harap Sadtata.

Sementara itu, Kepala Seksi Pendayagunaan dan Pelestarian BPSPL Pontianak, Syarif Iwan Taruna Alqadri, menuturkan kematian penyu ini menjadi suatu terobosan untuk percepatan terbitnya Keputusan Menteri (Kepmen) untuk kawasan pantai Paloh menjadi kawasan strategis nasional.

“Jadi sekarang kawasan Paloh itu sudah dicanangkan oleh Gubernur Kalbar untuk menjadi kawasan strategis nasional, dengan adanya ini (kematian 11 penyu,red) kita akan mempercepat itu,” ungkap dia.

Ia menuturkan, kewenangan terhadap  pengawasan dan perikanan berada PSDKP yang juga memiliki staf di PLBN Aruk. “Paloh juga masuk di wilayah Aruk, sehingga harapan kita teman-teman BKSDA yang menjadi leader,” pinta Iwan.

Kenapa demikian? Sebab, kata dia, ini berkaitan dengan lingkungan.

“Misalkan itu didapat butiran yang diduga aspal, bisa jadi ada sigres juga, tentunya kita harus mengetahui lokasinya dimana. Disini tidak hanya penyu yang bisa jadi korban, spesies lain juga bisa. Saya harap seluruh stakeholder bisa bekerja sama semua,” bebernya.

Setakat ini, ada 11 ekor penyu yang mati. Sepuluh penyu hijau (Chelonia Mydas) dan 1 penyu sisik (Eretmochelys Imbricata). Dilakukan pembelahan, dari 11 hanya 4 yang bisa. Yang lain sudah membusuk. Diduga ada aspal di dalam saluran pencernaan mereka.

Kejadian penyu mati di sepanjang pesisir Pantai Paloh tidak hanya terjadi baru-baru ini. Dalam kurun waktu 2 bulan, tepatnya di bulan Februari-Maret 2018, ditemukan 10 bangkai penyu dan 3 diantaranya sudah dilakukan nekropsi. Sehingga total penyu yang tewas berjumlah 21 ekor.

“Dari kesimpulan kita, didominasi penyu yang berukuran muda, meskipun ada yang dewasa, selebihnya penyu muda yang berukuran di bawah 50 cm, terkecil 20 cm,” ujar Koordinator Nasional untuk Konservasi Spesies Laut WWF-INDONESIA, Dwi Surapati.

Dikatakannya, berdasarkan hasil nekropsi, penyu itu mati mendadak. Hal itu dibuktikan dengan masih ada pakan di dalam saluran pencernaan yang ditempeli oleh material berwarna hitam menyerupai aspal.

“Sehingga bisa disimpulkan sementara bahwa kematian penyu ini akibat keracunan diduga aspal,” sebutnya.

Selain itu, aspal itu juga ditemukan terdampar di pantai bersama dengan sampah dan penyu yang mati. Pihaknya sudah melakukan survei udara menggunakan drone namun belum menemukan titik hitam.

“Kita hanya menemukan sebaran aspal di pantai, dan menemukan gumpalan aspal di botol-botol plastik sampah. Karena aspal ini sikapnya melekat sehingga material menempel di esofagus sampai usus halus penyu,” terang Dwi.

Untuk 10 penyu yang ditemukan sebelumnya, ia mengaku, dari tiga yang dinekropsi, dua ekor penyu kuat terindikasi mati menelan aspal. Sebab, ditemukan bukti fisik gumpalan aspal yang menempel di saluran pencernaannya.

“Yang satunya terdampar hidup, karena dia kematiannya disebabkan oleh malnutrisi akibat tersumbatnya saluran pencernaan. Saya temukan plastik dan menyumbat. Akhirnya mati juga,” paparnya.

Ia menyatakan telah berkoordinasi dengan aparat penegak hukum yang bertugas di perairan sekitar Pantai Paloh. Satu diantaranya, meminta bantuan kepada pasukan TNI AL. Ketika patroli diharapkan bisa sembari memantau dimana asal aspal yang mencemari perairan pantai Paloh ini.

“Kita sudah menyimpan material terduga aspal, rencana kita akan mengirimkan ke Bali untuk diteliti lagi,” pungkas Dwi.

Sebab kematian 11 penyu ini tentu saja membuat Sub Direktorat Penegakkan Hukum (GAKKUM) Kalimantan Wilayah III Pontianak geram. “Ini merupakan bagian dari proses penyelidikan yang harus kita lakukan, karena sudah diketahui penyebab kematian karena dia memakan limbah aspal,” jelas David Muhammad, Kasi GAKKUM Kalimantan Wilayah III Pontianak.

Kata dia, apabila terdapat kesengajaan, maka pelaku pembuang aspal itu akan ditindak tegas. Saat ini pihaknya fokus mencari asal limbah tersebut.

“Kita akan cari aspal itu berasal dari mana, apakah ada kesengajaan membuang aspal di laut, atau karena memang ada kelalaian membuang aspal di laut,” ujarnya kepada Rakyat Kalbar.

Ia menjelaskan, apabila didapati kesengajaan ataupun kelalaian, tetap diproses hukum. “Kesengajaan membunuh penyu dapat ditindak berdasarkan Undang-Undang No. 5 Tahun 1990,” tutur David.

Sedangkan kelalaian karena kegiatan pencemaran lingkungan dilakukan pelaku dengan membuang limbah aspal sembarangan. “Kalau didapati terjadi kelalaian maka akan kita tindak dengan Undang-Undang No. 32 tentang lingkungan hidup,” jelasnya.

Dari Paloh, Ketua Kelompok Kalilaek Kecamatan Paloh, Darmawan menengarai sampah plastik sebagai penyebab matinya penyu di pantai kecamatan terujung Sambas itu. “Terkait kematian penyu itu terjadi sudah beberapa bulan lalu, di pantai Sungai Belacan Desa Sebubus Kecamatan Paloh, kematian ini disebabkan olah sampah plastik yang berserakan dipantai,” ungkapnya, Senin (9/4).

Pihaknya mengaku mendapati lima penyu yang mati di pantai itu. Besar kemungkinan sampah plastik penyebabnya.

“Karena sampah plastik ini mirip sekali dengan ubur-ubur, sehingga dimakan oleh penyu, sebab ubur-ubur adalah makanan dari penyu,” jelasnya.

Senada, pemuda Desa Sebubus Kecamatan Paloh, Fiqri Hakil Hur. “Saya melihat kematian penyu di pantai Kecamatan Paloh ini disebabkan sampah yang terdapat baik di pantai maupun di dalam air,” ungkapnya.

Sampah tentu bisa menyebabkan penyakit, selain itu mengandung zat kimia yang bisa saja meracuni penyu. Fiqri mengimbau masyarakat desa dan pemuda di Desa Sebubus untuk bersama-sama dan menjadikan membersihkan sampah di pantai sebagai salah satu kegiatan rutin.

Di sisi lain, Plt. Kepala Dinas Perkim-Lingkungan Hidup Sambas, Urai Hendi, mengatakan belum mengetahui terkait kematian penyu di Paloh. “Kami belum mendapatkan laporan untuk hal tersebut,” tuturnya singkat.

Namun, Bupati Sambas, Atbah Romin Suhaili, memahami pentingnya menjaga lingkungan hidup. Ia segera angkat bicara. Mengimbau agar hal serupa tidak terulang lagi, masyarakat harus selalu menjaga lingkungan. Jangan lagi buang sampah sembarangan.

Ia meminta masyarakat terbiasa untuk hidup bersih. “Karena bersih kita juga yang menikmati, kita juga yang melihatnya, dan kita juga yang merasakannya,” tuturnya.

Bupati menyampaikan, saat melakukan kunjungan kerja ke Jepang, warga di sana sangat menjaga kebersihan. “Saya melihat di rumah-rumah warga bahkan debu pun tidak ada, begitu juga di jalan tidak menemukan sampah sedikit pun,” ungkap Atbah.

Di Indonesia dan di Sambas, lanjut dia, bisa mencontoh hal tersebut. “Apalagi dalam Islam, sudah jelas kebersihan sebagian dari iman,” pungkasnya.

Laporan: Rizka Nanda, Andy Ridwansyah, Sairi

Editor: Mohamad iQbaL