eQuator.co.id – Meski sudah dilepas polisi, tapi kabar penangkapan mantan Staf Ahli Panglima TNI, Brigjen Purnawirawan Adityawarman Thaha, bersama sejumlah aktivis atas tuduhan makar, membuat kaget warga Nagari Guguak VII Koto Talago, Kabupaten Limapuluh Kota. Nagari yang dikenal sebagai penghasil intelektual ini tempat Adityawarman Thaha berasal.
Fajar R. Vesky, Limapuluh Kota
“SAYA bersama mayoritas masyarakat di kampung ini kaget mendengar kabar Pak Adityawarman ditangkap. Kami tidak menyangka beliau dituduh makar. Sebab, setahu kami, kalau pulang kampung, beliau tak pernah menjelek-jelekkan pemerintah,” kata Yon Hendri, Wali Nagari Guguak VII Koto Talago kepada Padang Ekspres (Jawa Pos Group), Jumat malam (2/12).
Adityawarman berasal dari Jorong Ampanggadang, tapi berumah di Jorong Padangjopang. “Sering bolak-balik ke Jakarta. Keluarga beliau banyak di Jakarta. Kata orang, beliau sosok yang keras. Tapi setahu kami, kalau di kampung ini, bicaranya lembut,” tutur Yon.
Adityawarman pernah menjadi Juru Kampanye Nasional (Jurkamnas) Partai Bulan Bintang (PBB), rajin pulang kampung sejak awal tahun 2000 silam. Di kampungnya, pensiunan jenderal yang dikenal taat beribadah ini, sempat sibuk mengurus Pondok Pesantren Darul Funun El-Abbasiyah.
Padang Ekspres pernah mewawancarainya 2014 silam. Kala itu, Adityawarman menyebut, pondok pesantren yang berada di Padangjopang tersebut dibangun kakek buyutnya, Syekh Abdullah, pada 1875 silam. Pesantren ini, sebut Adityawarman, awalnya bernama Surau Gadang Puncak Bakuang.
“Syekh Abdullah adalah perwira bawahan Tuanku Imam Bonjol, sewaktu perang Paderi melawan penjajah Belanda. Kemudian, oleh putra beliau Syekh Abbas Abdullah, Imam Jihad Sumatera Tengah, pendiri Salsabillah dalam gerakan melawan penjajah Belanda, nama Surau Gadang Puncak Bakuang diganti dengan Darul Funun El-Abbasiyah pada tahun 1924,” tuturnya.
Syekh Abbas Abdullah yang disebut Adityarman Thaha, bersaudara kandung dengan Syekh Mustafa Abdullah. “Kedua ulama kharismatik Ranah Minang ini, pernah disambangi Soekarno, setelah Proklamator RI itu menjalani masa pembuangan di Bengkulu,” kata Yulfian Azrial, anggota Masyarakat Sejarawan Indonesia (MSI) Luak Limopuluah.
Kisah pertemuan Bung Karno dengan Syekh Abbas Abdullah yang bertubuh tinggi kekar dan bercambang itu, pernah pula ditulis wartawan senior Fachrul Rasyid HF di Majalah Gatra, 2001 silam. Dalam pertemuan itu, Bung Karno yang sebelumnya melewati perjalanan panjang dari Painan, Padang, dan Bukittinggi, dihadiahi peci hitam yang lebih tinggi dari peci yang biasa dipakainya.
“Peci tinggi itu seakan menjadi tak terpisahkan dari Bung Karno. Peci itu pula yang pernah digunakan Bung Karno sebagai alat ‘diplomasi’. Kala Bung Karno mengunjungi Kuba pada 1962, pemimpin Revolusi Kuba Fidel Castro sempat bertukar “tutup kepala” dengannya. Castro ganti mengenakan peci Bung Karno dan kepala Bung Karno ditutupi topi tentara ciri khas Castro,” tulis Fachrul Rasyid.
Kembali kepada Adityawarman Thaha, ia dikenal memiliki rekam jejak cukup panjang di dunia militer. Sebagai tentara, ia pernah berdinas di Timur-Timor (Timtim), provinsi yang lepas dari pangkuan Ibu Pertiwi. Saat dinas di Tanah Lorosae, Adityawarman pernah menjadi komandan pleton atau “Abang Asuh” bagi Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), mantan Presiden yang kini Ketua Umum Partai Demokrat.
Dengan pertautan emosional yang kuat, tidak heran, saat meresmikan pembangunan fly over Kelok Sembilan di Limapuluh Kota Oktober 2013 silam, SBY menyapa hangat Adityawarman. “Bang Adit. Kita foto bareng Bang, di sini,” kata SBY yang kala itu didampingi Ani Yudhoyono, Gamawan Fauzi, Irman Gusman, dan sejumlah menteri.
Adityawarman mengakui SBY sebagai adik asuhnya di TNI. “Presiden SBY itu, dulu memang pernah jadi adik asuh saya waktu dinas di Timtim. Makanya, kalau bertemu, seperti terakhir di Kelok Sembilan, beliau panggil saya Abang. Oh ya, soal tugas di Timtim, saya punya kenangan. Sewaktu berdinas di Kabupaten Lospalos, saya mendirikan Masjid Taqwa. Itulah masjid pertama yang dibangun TNI di Timtim,” ujar Adityawarman, waktu itu.
Selain bertugas di Timtim, Adityawarman Thaha pernah mengikuti sejumlah operasi, pendidikan, dan latihan, baik di benua Amerika, Eropa, Asia, dan Afrika. Ia pernah dinobatkan sebagai ahli bom terbaik pada pelatihan militer di Fort Bragg, Amerika Serikat, bersama mantan Pangdam Jaya serta Sjafrie Sjamsoeddin yang mendapatkan predikat terbaik untuk kontra spionase dan antiteror. Namun, untuk predikat ahli bom ini, Adityarman pernah menepisnya.
Dia juga menggeleng saat ditanya apakah pernah menggagas hadirnya Center For Policy and Development Studies (CPDS) bersama Prabowo Subianto dan Syamsu Muarif, sebagai think-thank bagi kepemimpinan KSAD era 1995, Jenderal R Hartono. “Siapa bilang, kabar dari mana,” ujar pengurus pusat Perhimbunan Keluarga Besar Pelajar Islam Indonesia ini.
Setelah pensiunan TNI, Adityawarman aktif di PBB yang disebutnya sebagai partai penerus Masyumi. “Di PBB, saya tercatat sebagai ketua DPP. Hitung-hitung, ini salah satu wujud pengabdian kepada masyarakat,” kata Adityawarman, semasa kampanye Pileg 2014. Kala itu, dia tercatat sebagai calon DPR untuk daerah pemilihan Sumbar II. Adityawarman belum beruntung ke Senayan.
Padang Ekspres belum berhasil menghubungi kembali pensiunan jenderal yang hidup sederhana itu, terkait tuduhan makar. “Apakah Adityawarman yang ditangkap itu, tokoh Limapuluh Kota yang pengurus Darul Funun,” tanya Wannofri Samri, perantau Limapuluh Kota yang tercatat sebagai sejarawan Unand, dalam obrolan di sebuah grup WhatsApp.
“Benar. Brigjen TNI Purn Adityawarman Thaha. AMN 71. Satu angkatan dengan Kivlan Zein,” komentar Hasril Chaniago, Staf Ahli Ketua DPD RI.
Bagi tokoh-tokoh asal Luak Limopuluah (Payakumbuh dan Limapuluh Kota), nama Adityawarman tidak asing lagi. “Makar itu kan mesti pakai senjata juga. Tapi, biarlah, kita lihat dan hormati proses hukum yang sedang berjalan,” kata seorang mantan kepala daerah di Luak Limopuluah, Sabtu (3/12).
Ketua Umum PBB Yusril Ihza Mahendra dalam kicauan di Twitter-nya, mengatakan akan membela para tokoh yang dituduh makar. “Saya akan bela mereka, karena saya yakin mereka memperjuangkan sesuatu yang mereka anggap benar, sah, dan konstitusional,” kicau Yusril. (*/Padang Ekspres/JPG)