Tak Hanya Manusia, Orangutan pun Menjerit Senada

EVAKUASI. Jerit dievakuasi di Desa Kuala Satong, Kecamatan Matan Hilir Utara, Kabupaten Ketapang, Sabtu (21/9). Keadaannya sangat kurus dan mengalami dehidrasi, juga ada luka membusuk yang melingkar di kaki kanannya akibat lilitan tali jerat. YIARI PHOTO

eQuator.co.id – Ketapang-RK. Jutaan anak manusia menjerit karena bencana asap di kemarau panjang. Kebakaran lahan dan hutan sama-sama jadi penderitaan orang utan yang dijeritkan para pegiat penyayang satwa dan pencinta lingkungan.

Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalbar Seksi Konservasi Wilayah (SKW) 1 Ketapang, bersama Yayasan International Animal Rescue (IAR) Indonesia, menyelamatkan lagi satu individu orangutan di kebun karet warga di Desa Kuala Satong, Kecamatan Matan Hilir Utara, Kabupaten Ketapang, Sabtu (21/9).

Orangutan jantan yang diberi nama Jerit, itu diperkirakan berusia 7 tahun. Dia korban akibat 1.400 hotspot di Ketapang dan Kayong Utara yang menimbulkan asap pekat. Tak hanya satwa, jutaan manusia pun yang menghuni planet bumi di tanah Kalbar, terganggu semua aktivitasnya.

Akibat kekeringan kemarau tiga bulan, jutaan manusia dan ratusan orangutan menjadi korban. Orangutan kehilangan rumah juga kehilangan ruang gerak dan makanan. Jika tidak diselamatkan, mereka bisa mati kelaparan. Seringkali orangutan yang kehilangan tempat tinggal ini terpaksa masuk ke kebun warga untuk mencari makan, di sinilah konflik jadi ancaman, konflik dengan manusia.

Masyarakat Kuala Satong serta tim patroli OPU dari IAR menemukan satu orangutan remaja yang sudah lama dilaporkan oleh pemilik kebun karet. “Kami mempunyai kerjasama yang baik dengan petani dan masyarakat di areal landscape Gunung Palung-Sungai Putri,” ujar Argitoe Ranting, Manager Lapangan IAR Indonesia.

“Dengan kerjasama seperti ini, orangutan masih bisa diselamatkan, dan tidak disakiti oleh para masyarakat di sini. Tetapi karena hutan di sekitar kebun sudah terbakar semua, kita tidak ada alternatif, dan orangutan ini harus ditangkap dan ditranslokasi ke hutan yang aman,” tambahnya

Di daerah Kuala Satong, yang berbatasan dengan Taman Nasional Gunung Palung, dulunya banyak hutan dan habitat orangutan. Pembukaan lahan yang dikonversi menjadi kebun sawit berhasil dikampanyekan dunia sebagai penyebab mengecilnya habitat orangután.

Setelah itu kebakaran lahan sebagai faktor berikut yang membuat orangután tak punya rumah lagi. Kebakaran hutan di daerah Kuala Satong sangat luas dan menyebar.

Kebakaran habitat yang luas inilah yang mendorong orangutan masuk ke kebun warga dan menimbulkan konflik manusia-orangutan.

Orangutan yang masuk ke kebun bisa merusak kebun untuk mencari makan dan pada akhirnya, manusia juga yang turut dirugikan. Karena itulah, meskipun tindakan penyelamatan ini adalah opsi terakhir, hal ini harus dilakukan untuk mencegah kerugian baik dari sisi manusia maupun satwa liar.

Menghadapi situasi ini, IAR Indonesia bersama BKSDA menerjunkan tim penyelamat untuk mengevakuasi anak orangutan ini. Karena orangutan ini merupakan orangutan liar, maka tim penyelamat menggunakan senapan bius.

Ketika dibius, kondisi orangutan remaja ini cukup memprihatinkan. Selain sangat kurus dan mengalami dehidrasi, juga luka membusuk yang melingkar di kaki kanannya akibat lilitan tali jerat.

“Ini sudah kali kedua kami menemukan orangutan yang terjebak jerat di lokasi sekitar disini. Dulu pada tahun 2012, kami juga menyelamatkan satu orangutan yang karena jerat, lukanya sangat parah sehingga tangannya harus diamputasi,” jelas Argitoe.

“Orang memang tidak memasang jerat untuk menangkap orangutan, tetapi kejadian seperti ini sangat memungkinkan, dan jika orangutan ini tidak kami selamatkan hari ini, mungkin dalam berapa hari, infeksi alibat luka jerat bisa fatal juga,” tambahnya.

Saat ini Jerit ditangani tim medis IAR Indonesia, dirawat dan pengobatan untuk  memastikan kondisi kesehatannya sudah pulih total sebelum dilepas kembali ke alam.

“Kami baru saja menyelamatkan dua orangutan dari lahan yang terbakar Senin lalu. Penyelamatan ini mengingatkan kami akan kebakaran besar 2015 di mana kami menyelamatkan lebih dari 40 orangutan sejak kebakaran terjadi sampai setahun pasca kebakaran,” ujar Tantyo Bangun, Ketua Yayasan IAR Indonesia.

“Sudah saatnya kita menyelesaikan masalah kebakaran yang tidak hanya merugikan manusia, tetapi juga turut serta merugikan alam dan memusnahkan keanekaragaman hayati di dalamnya termasuk orangután,” tambahnya.

Tantyo yakin bila kebakaran tidak segera diselesaikan, orangutan akan segera punah. Tidak hanya menghadapi permasalahan terkait alihfungsi lahan, tetapi juga harus menghadapi kebakaran dan perburuan. “Untuk itulah kami bekerjasama dengan BKSDA dan TANAGUPA untuk membantu orangutan menghadapi itu semua,“ katanya.

Karmele L. Sanchez, Direktur Program IAR Indonesia, melihat pemanasan global sebagai masalah besar.

“Kebakaran hutan di Kalimantan adalah satu bukti nyata tentang krisis perubahan iklim dan kepunahan masal di seluruh dunia. Dalam habitat orangutan yang terbakar, ada jutaan jenis satwa dan tumbuhan yang tidak bisa diselematkan. Orangutan pun juga banyak yang menjadi korban akibat kebakaran,” cetusnya.

Kata Saanchez, kebakaran hutan Borneo dan Sumatra bukan hanya impak negara ini: akibat kebakaran gambut Green house emisi bertambah, dan akibatnya pemanasan global semakin bertambah.

“Kita sedang dalam krisis dan kita semua tergantung pada bagaimana negara-negara di seluruh dunia dan kita semua mengambil sikap dalam menghadapi masalah ini dan menemukan soluisnya. Pemerintah dari seluruh dunia harus bergerak mulai dari sekarang sebelum semuanya terlambat untuk mengatasi masalah ini.”

 

Laporan: Ocsya Ade CP/rilis Yayasan IAR Indonesia