Sudah Diperiksa 200 Saksi Korupsi E-KTP

ilustrasi.NET

eQuator.co.id – Jakarta-RK. Pengusutan perkara korupsi e-KTP bisa dibilang cukup lambat. Kasus itu sudah ditangani sejak 2,5 lalu, tapi sampai sekarang belum diketahui aktor intelektual di balik tindak pidana yang merugikan keuangan negara itu. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sudah memeriksa 200 saksi, namun baru dua orang yang jadi tersangka.

Jubir KPK Febri Diansyah menyatakan, pihaknya masih bekerja keras untuk menuntaskan pengusutan perkara yang merugikan negara sebesar Rp 2,3 triliun itu. Sejak kasus itu ditangani, penyidik sudah memeriksa sekitar 200 saksi. “200 saksi itu hanya untuk dua tersangka,” terang dia saat ditemui di kantor KPK Jalan HR Rasuna Said kemarin (16/12).

Selain pejabat negara, penyidik juga memeriksa saksi dari perusahaan pemenang tender dan para anggota Komisi II DPR RI. Hampir setiap hari, kantor komisi antirasuah itu tidak pernah sepi dari pemeriksaan terkait korupsi e-KTP. Kemarin, giliran Khatibul Umam Wiranu.

Mantan anggota Komisi II itu dicecar berbagai pertanyaan terkait pengadaan e-KTP. Pria yang mengenakan jas hitam itu keluar dari gedung KPK sekitar pukul 14.15. Khatibul enggan menjawab pertanyaan para wartawan. Menurut dia, dirinya ditanya terkait urgensi pengadaan e-KTP. “Sudah ya, tanya kepada yang di dalam (penyidik) saja,” ucap dia sebelum masuk ke dalam mobil yang menjemputnya.

Terkait dengan pengesahan anggaran, dia menyatakan bahwa saat anggaran sebesar Rp 5,9 triliun itu disahkan, dirinya tidak ikut menyetujuinya. Jadi, ia tidak mengetahui terkait penggunaan anggaran yang cukup besar itu. Menurut dia, tidak banyak pertanyaan yang ditujukan kepadanya, karena dia banyak mengetahui tentang anggaran.

Saat ditanya apakah dirinya ikut menerima aliran uang panas itu, Khatibul enggan menjawabnya. Dia juga tidak mau menanggapi tudingan mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Nazaruddin bahwa banyak anggota Komisi II. ”Ya, nggak usah didengarkan (tudingan Nazaruddin),” terangnya.

Selain Khatibul, sebelumnya KPK juga memeriksa Teguh Juwarno. Teguh merupakan mantan wakil ketua Komisi II saat pengadaan e-KTPdilakukan. Dia menyatakan, pada 2010, Komisi II pernah mengelar dua kali rapat. Pertama rapat Komisi II dengan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) yang membahas e-KTP, dan yang kedua rapat internal komisi. “Dua-duanya saya tidak ikut,” terang dia

Teguh juga mengaku tidak mengetahui tentang aliran dana korupsi yang mengalir kepada beberapa pihak Menurutnya, dirinya menjadi anggota dewan cukup singkat. Yaitu, mulai November 2009 hingga September 2010. “Saya tidak banyak yang tahu,” ucap anggota dewan yang sekarang menjabat sebagai  Ketua Komisi IV itu. Tidak hanya Khatibul dan Teguh saja, komisi antirasuah juga sebelumnya telah memeriksa Ketua DPR RI Setya Novanto. Saat proyek e-KTP dilaksanakan, dia merupakan Ketua Fraksi Partai Golkar.

Febri menyatakan, pihaknya akan berhenti mengusut mega korupsi itu. Setelah ini akan semakin banyak saksi yang diperiksa. Komisi itu yang dipimpin Agus Rahardjo itu akan mengejar pelaku lain. “Tunggu saja perkembangannya,” papar pejabat asal Padang itu.

Sebagaimana diberitakan, dalam pengadaan e-KTP, konsorsium Percetakan Negara RI (PNRI) berhasil memenangkan tender. Selain PNRI, dalam konsorsium itu juga terdiri dari beberapa perusahaan. Yaitu, PT Sucofindo (Persero), PT LEN Industri (Persero), PT Quadra Solution dan PT Sandipala Arthaput yang mengelola dana APBN senilai Rp 5,9 triliun pada 2011 dan 2012.

PT PNRI mempunyai tugas mencetak  blangko e-KTP dan personalisasi, PT Sucofindo (persero) melakukan bimbingan teknis dan pendampingan teknis, PT LEN Industri melakukan pengadaan perangkat keras AFIS, PT Quadra Solution menyediakan perangkat keras dan lunak, serta PT Sandipala Arthaputra (SAP) mencetak blanko e-KTP dan personalisasi.

Sampai saat ini, baru dua orang yang ditetapkan sebagai tersangka. Yaitu, Irman, mantan dirjen dukcapil Kemendagri, dan Sugiharto, mantan direktur pengelola informasi administrasi kependudukan, ditjen dukcapil Kemendagri. Mereka berdua dijerat dengan Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 39/1999 yang diubah dengan Undang-Undang Nomor 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 jo Pasal 64 ayat 1 KUHP. (Jawa Pos/JPG)