eQuator.co.id – Pontianak-RK. Media sosial, selain dijadikan sarana menjalin silaturahmi, juga sebagai wadah pertemuan penjual dan pembeli berbagai jenis barang. Kalau yang diperjualbelikan tidak melanggar aturan, ya tak masalah. Sayangnya, seorang warganet berinisial TAR memperjualbelikan satwa yang dilindungi Undang-Undang.
Pelaku yang berusia baru 19 tahun itu menjual dua individu Orangutan berjenis kelamin jantan berumur setahun dan betina berumur 10 bulan. Dalam berdagang hewan dilindungi ini, ia menggunakan Instagram dan beberapa media sosial lainnya.
Kepala Seksi Wilayah lll Balai Penegakan Hukum (Gakkum) Kalimantan, David Muhammad menerangkan, terungkapnya kasus jual beli tersebut pada Senin (21/8). Saat itu, ada informasi dan laporan dari masyarakat bahwa ada pelaku penjualan satwa dilindungi di kota Pontianak.
“Dia melakukan penjualan melalui media online BBM dan Instagram, dari situ masyarakat ada yang melaporkan ke kita dan kita lakukan pengintaian dan pelacakan,” ujarnya saat menggelar press release di kantor Mako SPORC, Pontianak, Selasa (22/8).
Lanjut dia, akhirnya Satuan Polhut Reaksi Cepat (SPORC) Brigade Bekantan Balai Gakkum KLHK Kalimantan Seksi Wilayah lll Pontianak, bersama Korwas PPNS Ditreskrimsus Polda Kalbar, bergerak melakukan pemeriksaan terhadap sebuah rumah di Pontianak. Yang beralamat di Jalan Komyos Sudarso, Gang Timun.
Saat itu, pelaku sedang berada di rumah dan ketika dilakukan penggeledahan di garasi rumahnya ditemukan satwa langka Orangutan. Diletakkan dalam keranjang packing dan kandang yang siap dijual kepada pemesan atau pembeli.
“Setelah itu, kita lakukan pemeriksaan terhadap pelaku, diakui Orangutan itu didapati dari daerah Sintang,” terang David.
Berdasarkan pengakuan TAR, ada pelaku lainnya di Sintang yang biasa menyuplai Orangutan tersebut. Satu ekor dijual seharga Rp3,5 juta. TAR juga mengakui melakukan perdagangan tersebut sudah lama. Tidak hanya Orangutan, ada juga Elang, kemudian Kelempiau, dan beberapa jenis satwa lainnya yang ia jual.
David menduga ada penampungan atau pembeli yang mempunyai jaringan terhadap satwa yang dilindungi itu. Daerah penjualannya juga sedang dilacak.
Ia menyebut, Orangutan itu dikirim kepada pembeli yang berada di Pulau Jawa. Juga berkemungkinan besar akan dikirim ke luar negeri sebab yang dicari pembeli kebanyakan adalah anakan orangutan.
“Kalau dari umur yang 9 bulan dan 1 tahun ini, kemungkinan besar pemburu yang di lapangan mendapatkannya dengan cara membunuh induknya, karena umur segini pasti menempel kepada induknya. Miris sekali, dimana kita sedang ada hari Orangutan nasional,” papar David.
Setakat ini, memang baru satu tersangka, yakni TAR, yang diamankan. Pelaku telah dititipkan di Rutan kelas 2A Pontianak, Sui Raya Dalam. Proses hukum kedepannya, pelaku dijerat pasal 21 ayat (2) huruf a jo. Pasal 40 ayat (2) UU no 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistemnya. Ancaman hukumannya penjara paling lama 5 tahun dan denda Rp100 juta.
“Pembelinya lagi kita lacak, karena belum melakukan transaksi langsung, karena pas kita tangkap langsung di rumah. Pembeli dan penjual ancaman hukumannya sama. Untuk pemburu, kita juga lagi lakukan pelacakan,” pungkasnya.
Sementara itu, pengendali Ekosistem Hutan BKSDA Kalbar, Yanti menuturkan, dua Orangutan tersebut dalam kondisi sehat. Kebetulan pihaknya didampingi tim dokter dari yayasan Internasional Animal Rescue (IAR).
Karena usia dua orangutan ini relatif balita, jadi kemungkinan rehabilitasi tidak memerlukan waktu lama. “Barangkali 1 atau 2 tahun sudah bisa kembali dirilis ke habitatnya,” kata Yanti.
Dua individu orangutan ini nantinya akan direhabilitasi di yayasan IAR Ketapang. Yayasan tersebut sudah merehabilitasi sebanyak 109 individu.
“Jadi yang dua ini menjadi penghuni baru di pusat rehabilitasi yayasan IAR yang ke 110 dan 111,” ujarnya.
Tidak hanya itu, dia menjelaskan, yayasan IAR saat ini telah melakukan monitoring terhadap Orangutan yang sudah dirilis ke habitatnya sebanyak 10 individu. Empat individu ada di Bukit Raya dan enam individu ada di hutan lindung Gunung Tarak.
Staf Media Internasional Animal Rescue Ketapang, Herry Bertus menuturkan, satu individu Orangutan tersebut dalam kondisi yang bagus, sedangkan satunya lagi dalam keadaan stres. Saat itu terlihat ada kelainan sifat dari Orangutan yang syok tersebut karena kerap memeluk dirinya sendiri.
“Itu indikasi kondisi stres, tapi kemarin dicek, dehidrasi ringan sudah dikasi cairan dikasi susu dan oralit, kondisinya sudah bagus, tadi pagi sudah aktif, dari kemarin juga mau makan buah-buahan yang kita berikan,” ucap dia.
Kasus perdagangan Orangutan, diakuinya, tidak banyak dan baru kali ini terungkap. Kalau kasus pemeliharaan yang kemungkinan besar berasal dari kasus perdagangan itu, menurutnya, banyak.
“Hanya dari beberapa pemelihara tidak mau mengaku kalau mereka beli, mereka mengakunya dapat,” pungkas Herry.
MENJENGUK SEKOLAH ORANGUTAN DI SINTANG
Di sisi lain, Selasa (14/8), Rakyat Kalbar mengunjungi Dusun Tem’bak, Desa Gurung Mali, Kecamatan Tempunak, Sintang. Gurung Mali merupakan pusat pendidikan Orangutan di Sintang. Wilayah itu masih berhutan primer dan layak untuk habitat Orangutan.
Dusun Tem’bak berada sekitar 68 kilometer dari Kota Sintang. Ssecara administratif terletak di Desa Gurung Mali, Kecamatan Tempunak, Kabupaten Sintang.Sekitar 90 persen infrastruktur menuju wilayah itu berstruktur tanah. Tak heran jika musim penghujan, kondisi jalan licin. Kala musin panas, jalan berdebu luar biasa.
Tem’bak merupakan tempat reintroduksi bagi Orangutan yang akan dilepasliarkan ke hutan. Pusat rehabilitasi Sekolah Orangutan Tem’bak ini pun terletak di dalam kawasan hutan primer yang berjarak kurang lebih 800 kilometer dari pemukiman masyarakat Tem’bak. Letaknya, persis di atas pegunungan.
Sekolah Orangutan Tem’bak ini dikelola Sintang Orangutan Center (SOC) yang bekerja sama dengan Yayasan Kobus. Begitu masuk ke dalam pusat rehabilitasi, pengunjung akan disajikan kondisi hutan yang masih fresh. Belum tersentuh tangan-tangan manusia. Udaranya begitu nyaman dihirup, di sisi kanan dan kiri terlihat pohon-pohon tua yang berdiri tegap dan tinggi.
Tak sedikit Orangutan di dalamnya. Ada 13 Orangutan yang sedang menjalani pendidikan. Mereka diajarkan belajar dan bermain.
Di sekolah ini, Orangutan diajarkan untuk dapat memanjat pohon, mengenali beberapa jenis makanan alami, serta mengenali lawan dan kawan. Mereka semua dilatih dan diajarkan beberapa hal untuk dilepas secara liar. Pengunjung tidak diperkenankan mendekati satwa-satwa langka tersebut.
Staf SOC, Nurdiana, yangmengelola pusat rehabilitasi ini mengatakan, pelatihan 13 Orangutan itu dilakukannya bersama enam petugas SOC lain. Sekolah Orangutan ini hanya mengajarkan tentang bagaimana mencari makan, membuat rumah sendiri, serta cara memanjat dan melompat.
Dibangun sejak 2011, sekolah baru beroperasional pada 2013 dengan murid lima individu Orangutan. Dari 13 individu yang tengah belajar, lima masih bayi.
Orangutan-Orangutan ini akan terus dilatih hingga bisa hidup mandiri ketika dilepasliarkan. Ada lima kriteria Orangutan layak untuk dilepasliarkan.
Pertama, sudah bisa membuat sarang. Kedua, sudah bisa bergerak dan memanjat dengan baik, ada 11 gerakan yang harus mereka kuasai. Ketiga, sudah mengenal makanan alami dan liar di hutan, minimal setengah dari 25 jenis makanan harus dikenal. Keempat, sudah mengalami satu putaran ketersediaan makanan dan tidak ketersediaan makanan. Kelima, sudah lebih menyukai habitatnya.
“80 persen orangutan ini mengkonsumsi buah. Selain itu, mereka juga makan tanah,“ jelas Nurdiana.
Kemudian, ada dua aspek rehabilitasi yang dilakukan SOC terhadap Orangutan. Pertama, rehabilitasi kesehatan dan rehabilitasi tingkah laku. Sebab, dari 13 orangutan yang dilatihnya ini kebanyakan tidak memenuhi syarat. Contoh, ada orangutan yang datang ke Sekolah Orangutan Tem’bak lebih senang makan indomi dan minum Coca Cola.
“Pola makan dan minum itulah yang kita rubah di pusat rehabilitasi ini,” bebernya.
Hampir rata, Orangutan yang datang ke tempatnya berperilaku seperti manusia. Memang, tidak dipungkiri DNA orangutan dan DNA manusia hanya selisih 3 persen.
“97 persen DNA orangutan sama dengan DNA manusia,” jelas Nurdiana. Ia menyatakan, banyaknya spesies Orangutan yang ditangkap dan dipelihara oleh warga merupakan dampak pembalakan liar.
Dedi Hendri Santoso, Sub Edukasi dan Penyadartahuan SOC Sintang mengatakan, lembaganya memiliki 2 pusat rehabilitasi Orangutan. Pertama di pusat kantor SOC di Jalan Hutan Wisata Kecamatan Sintang. Kedua, di Dusun Tem’bak Desa Gurung Mali, Kecamatan Tempunak.
Di SOC hanya sebatas pemeliharaan kesehatan secara fisik orangutan. Sementara, di Tem’bak dilakukan pendidikan orangutan agar mental mereka kuat ketika dilepasliarkan nantinya.
Sebanyak, 35 orangutan yang direhabilitasi di SOC. Dari 35 individu orangutan itu terbagi dua kelompok. Kelompok pertama ada 23 individu yang menjalani proses rehabilitasi kesehatan. Kelompok kedua, ada 13 individu yang menjalani proses pelepasliaran di Sekolah Orangutan Tem’bak.
“Sebelum dilepasliarkan, semua individu orangutan harus dalam keadaan fit. Begitu juga kondisi fisik dan mental mereka,” kata Dedi Hendri Santoso, Jumat (18/8), ketika berbincang dengan Rakyat Kalbar di Kantor SOC Sintang.
Dedi mengaku 35 orangutan yang ada saat ini merupakan hasil sitaan BKSDA. Kemudian, dititipkan kepada SOC untuk dilakukan rehabilitasi secara fisik dan mental. Populasi orangutan saat ini sangat terancam punah.
Untuk perkembangbiakan atau proses kawin orangutan, kata Dedi, tidak dilakukan oleh SOC. Sebab, peran SOC hanya sebatas rehabilitasi kesehatan dan tingkah laku saja.
“Proses perkembangbiakan diluar kewenangan kita. Namun, pada umumnya prosesnya kurang lebih yang dilakukan oleh manusia ketika memasuki musim kawin,” tuturnya.
Tak lama lagi pihaknya akan merilis tujuh orangutan yang sudah siap secara kesehatan dan mental untuk dilepasliarkan. Lokasi pelepasliaran orangutan pun telah disurvei dengan melihat ketersediaan bahan makanan dan kondisi hutan apakah layak atau tidaknya orangutan berada disana. Hasilnya, SOC dan BKSDA memilih Taman Nasional Betung Kerihun Kabupaten Kapuas Hulu sebagai tempat pelepasliaran.
“Beberapa makanan alami seperti, buah-buahan, daun muda umbut-umbutan, kulit kayu, serangga dan rayap juga tersedia di sana,” paparnya.
Tokoh Masyarakat Dusun Tem’bak Desa Gurung Mali, Kecamatan Tempunak, Nayau menyatakan, bahwa masyarakat dusun tidak merasa keberatan akan keberadaan Orangutan di wilayahnya. Bahkan, sangat menyambut baik.
Menurutnya, Orangutan adalah spesies yang termasuk langka dan hanya ada di Sumatera dan Kalimantan. Kata Nayau, di Tem’bak terdapat beberapa habitat langka yang hidup secara bebas. Namun, keberadaanya saat ini sudah terancam punah. Contohnya binatang Landak.
“Dulu sering kami jumpai. Bahkan menjadi ajang berburu. Tetapi untuk saat ini sudah susah melihatnya. Kita dulu tidak tahu kalau itu spesies yang langka dan dilindungi. Tapi, setelah kita tahu maka saya dan masyarakat di Dusun Tem’bak ini komitmen untuk menjaga kelestarian binatang yang hidup di hutan secara bebas,”paparnya.
Terkait dua hektar lahan di Sekolah Orangutan Tem’bak, Nayau mengakui, itu merupakan lahannya. Yang dengan sengaja diperuntukkan untuk kehidupan Orangutan agar kembali mengenal tempat tinggalnya.
Nayau menyatakan, masyarakat Tem’bak cinta terhadap Orangutan. Karena cintanya dengan Orangutan dan untuk menjaga kelestariannya, tidak satupun kegiatan yang mengancam kelestarian tersebut diizinkan untuk beroperasional di Tem’bak.
Terpisah, Wakil Bupati Askiman menyatakan, pemerintah Sintang sangat mendukung aktivitas Orangutan di Dusun Tem’bak itu. “Untuk saat ini, Pemerintah Kabupaten Sintang sedang fokus memperbaiki infrastruktur jalan menuju ke Tem’bak. Sehingga, di sana bisa mendapat perhatian lebih baik lagi, sebab di sana merupakan wilayah terpencil dan tertinggal,” terangnya.
Laporan: Maulidi Murni, Achmad Munandar
Editor: Mohamad iQbaL