Ratusan WNI Dipenjara Masa Tahanan Diperlama

Malaysia Lebih Serius Jalankan UU Keimigrasian

Ilustrasi NET

eQuator.co.id – Pontianak-RK. Pemerintah Malaysia melalui Jabatan Imigresen (Imigrasi) Sarawak memperketat pengawasan terhadap Pendatang Asing Tanpa Izin (PATI) dari berbagai negara.

Berbeda jauh dengan penerapan Undang-Undang (UU) Keimigrasian di Indonesia. Terbukti, warga asing illegal (pendatang haram) di Indonesia hanya dideportasi tanpa harus ditahan. Seperti ratusan orang warga Republik Rakyat Tiongkok (RRT) yang ditangkap petugas Imigrasi di Kalbar.

Di Malaysia, bahkan jeratan hukuman pelanggar keimigrasian pun diperlama. Tujuannya memberikan efek jera.

Informasi itu didapat saat tim Konsulat Jenderal RI (KJRI) Kuching di Sarawak, Malaysia melakukan pantauan dan pengecekan rutin terhadap kondisi narapidana Warga Negara Indonesia (WNI) di Penjara Sri Aman, Sarawak, Jumat (23/9).

Pejabat Fungsi Konsuler 1 KJRI Kuching, Windu Setiyoso mengatakan, dalam percakapannya dengan narapidana WNI, terungkap beberapa fakta baru. Salah satunya, peraturan untuk pelanggaran keimigrasian saat ini. Rata-rata para pelanggar Akta (Undang-Undang) Keimigrasian Malaysia tahun 1959, akan divonis pidana penjara selama 14 hingga maksimal 20 bulan dan denda RM10.000 (Ringgit Malaysia).

Hal ini, kata Windu, jauh di atas vonis rata-rata sebelumnya yang hanya tiga hingga enam bulan penjara. “Tampaknya pemerintah Malaysia ingin menerapkan efek jera terhadap para PATI ini, juga untuk memperlihatkan keseriusan mereka menerapkan Undang-Undang Keimigrasian mereka,” kata Windu dalam siaran pers yang diterima Rakyat Kalbar, Sabtu (24/9).

Fakta lainnya, jumlah narapidana WNI di penjara tersebut tak seperti biasanya. Terjadi peningkatan yang cukup signifikan. Akhir-akhir ini, kata Windu, jumlah tahanan di Penjara Sri Aman lebih dari 100 WNI.

“Padahal, selama ini kami memantau, bahwa para narapidana WNI yang menghuni penjara itu rata-rata hanya berjumlah 30 sampai 40 WNI per bulan. Hal ini menjadi pertanyaan bagi kami di KJRI Kuching,” ungkapnya.

Dalam kunjungan itu, lanjut Windu, selain memberikan support dan pencerahan terhadap narapidana, juga memanjangkan tali silaturahmi kepada Kepala Penjara Sri Aman, Teyun Thian yang baru bertugas selama sebulan.

Kepada Windu, Teyun Thian menjelaskan, akhir-akhir ini Pemerintah Malaysia dalam hal ini pihak Imigrasi Sarawak telah menggencarkan penangkapan terhadap para PATI dari berbagai negara. Seperti Myanmar, Thailand, Filipina dan mayoritas Indonesia yang masuk untuk bekerja secara ilegal di wilayah Malaysia bagian timur.

Selain itu, lanjut Windu, juga diperoleh informasi dari pihak Penjara Sri Aman yang enggan namanya disebutkan, saat seorang PATI ditangkap dan disidangkan mulai dari tanggal 1 hingga 15 setiap bulannya, mereka akan dirujuk untuk ditahan di Penjara Puncak Borneo, Kuching. Sementara jika seorang PATI ditangkap mulai dari tanggal 16 hingga 30 setiap bulannya, maka mereka akan ditahan di Penjara Sri Aman. “Mungkin hal ini menjadi salah satu faktor yang membuat jumlah tahanan WNI Penjara Sri Aman ini melonjak,” papar Windu.

Data yang diperoleh KJRI Kuching, hingga saat ini narapidana WNI yang ditahan di Penjara Sri Aman berjumlah 137 orang. Sebanyak 125 WNI ditahan karena pelanggaran keimigrasian. Misalnya WNI yang masuk ke Sarawak tanpa menggunakan paspor atau melalui ‘jalur tikus’ atau pintu perbatasan di Jagoi Babang, Kabupaten Bengkayang-Serikin, Sarawak, Malaysia Timur dan Aruk, Sajingan Besar, Kabupaten Sambas-Biawak, Sarawak serta beberapa pos perbatasan darat lain yang tidak terlalu ketat pemeriksaan imigrasinya.

Ada juga diantara mereka, pekerja yang melarikan diri dari majikan lama dan pindah ke majikan baru, namun tanpa paspor. Karena paspornya masih dipegang majikan yang lama. Sebagian yang lain bekerja di Sarawak tanpa pernah mengurus visa kerja yang sah.

“Mayoritas yang ditangkap karena melanggar keimigrasian adalah mereka yang bekerja di sektor konstruksi dan perkebunan,” tegas Windu yang kerap disapa Tyo ini.

Serukan Indonesia Raya

Diakhir kunjungan rutin tersebut, banyak pesan yang disampaikan tim KJRI Kuching kepada narapidana WNI yang tengah menjalani masa hukuman di penjara.

“Saya menyampaikan amanah Pak Jahar Gultom (Kepala Perwakilan KJRI Kuching) kepada setiap tahanan WNI, agar menjaga sopan santun dan perilaku, selama berada di dalam penjara,” kata Windu.

Menurut Windu, bagaimana pun, narapidana WNI mewakili nama baik Indonesia. “Mereka ini saudara kita, meski mereka pernah melakukan kejahatan,” ujarnya.

Narapidana WNI juga diminta untuk tidak berbuat keonaran dan kerusuhan di dalam penjara. Baik antarsesama tahanan WNI, maupun dengan tahanan WN lainnya. “Ya, kita minta mereka mengintrospeksi diri sendiri, terkait kekhilafan dan kesalahan di masa lalu. Sehingga membuat mereka terpaksa masuk ke dalam penjara,” tegas Windu.

Mereka diharapkan dapat berkomitmen untuk tidak mengulangi lagi kesalahan yang sama. Apalagi melakukan kejahatan lainnya, bilamana sudah bebas dari masa tahanan. “Tak kalah penting, mereka selalu diajak untk tekun beribadah dan meningkatkan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, sesuai agama dan kepercayaan masing-masing,” kata Windu.

Windu juga menjelaskan prosedur deportasi bagi mereka yang telah selesai menjalani masa hukuman. Pada hari saat mereka bebas, maka mereka akan dibawa oleh petugas penjara untuk diserahterimakan kepada Depo Tahanan Imigrasi atau Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim).

Penjara Sri Aman terletak di Kota Sri Aman yang berada di tengah-tengah antara Kota Kuching dan Sibu, Sarawak, Malaysia. Sekitar tiga jam perjalanan darat dari Kuching menuju Sri Aman.

“Diakhir pertemuan itu, seluruh narapidana WNI diminta untuk berdiri dan menyanyikan lagu Indonesia Raya serta Garuda Pancasila secara serempak, untuk menggelorakan semangat kebangsaan. Meski mereka di dalam Penjara Sri Aman, Sarawak, Malaysia,” jelas Windu.

 

Laporan: Ocsya Ade CP

Editor: Hamka Saptono