Polemik Pembangunan Vila Malaysia di Zona Bebas

H Suriansyah: Menlu dan Menhan Harus Bergerak Cepat!

TERTATA RAPI. Sebanyak 14 bangunan vila milik pengusaha Malaysia hampir rampung di 20 meter dari patok A52 tapal batas Sambas-Sematan. Foto diambil belum lama ini. Warga Desa Temajok for Rakyat Kalbar

eQuator.co.id – Pontianak-RK. DPRD Provinsi Kalbar mendesak pemerintah pusat bertindak tegas ihwal pembangunan belasan vila oleh pengusaha Malaysia di kawasan zona bebas di Dusun Sempadan, Desa Temajok, Kabupaten Sambas, Provinsi Kalbar yang berbatasan langsung dengan Sematan, Serawak, Malaysia.

Wakil Ketua DPRD Provinsi Kalbar, H Suriansyah menegaskan, Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) dan Kementerian Pertahanan (Kemenhan) perlu segera mengklarifikasi apakah lokasi tersebut benar berada di zona bebas yang tidak termasuk wilayah Indonesia maupun Malaysia.

“Kalau itu tidak menyalahi maka pengusaha Kalbar juga mampu untuk membangun di wilayah tersebut sebagai pusat kegiatan bersama-sama negara. Untuk dimanfaatkan bersama sebagai destinasi wisata bersama,” ucap H Suriansyah, Kamis (24/11).

Wakil rakyat asal Dapil Kabupaten Sambas itu berpendapat, Kemenlu harus segera memanggil Duta Besar Malaysia untuk Indonesia atau Konsul Jenderal Malaysia di Pontianak. Yakni, untuk menyatakan nota protes apabila vila tersebut dibangun di zona bebas dan apabila hal tersebut menyalahi perjanjian antarkedua negara.

Apabila hal tersebut melanggar perjanjian bersama atau hukum internasional, Legislator Partai Gerindra itu menegaskan, Pemerintah Malaysia tentu harus segera merobohkan bangunan tersebut. Atau, kata dia, Pemerintah Indonesia secara tegas akan merobohkan bangunan vila tersebut.

Dalam kesempatan itu, H Suriansyah menuturkan, hikmah dari permasalahan ini menunjukkan bahwa pengawalan batas territorial Indonesia masih lemah serta pemanfaatan teritori yang tidak dilakukan secara baik. “Kita belum berhasil membangun dan memanfaatkan wilayah kita untuk kesejahteraan rakyat,” lugasnya.

Menurutnya, peristiwa ini menunjukan masih miskinnya masyarakat di daerah perbatasan Indonesia termasuk di Provinsi Kalbar sehingga hanya dimanfaatkan sebagai buruh untuk penyediaan bahan dan pembangunan oleh warga negara lain. “Kami mengimbau agar segera manfaatkan secara efektif setiap jengkal tanah kita sebelum dimanfaatkan oleh warga negara lain,” ucap H Suriansyah.

Sementara itu, salah seorang tokoh masyarakat Desa Temajok, Muriadi mengatakan, sebelumnya ia pernah berbicara dengan seorang pengusaha Malaysia yang akrab disapa Kak Nur. Ia diketahui satu dari beberapa pengusaha Malaysia yang membangun vila di lokasi tersebut.

“Saat kami tegur, dia menjawab sah-sah saja membangun di dekat garis batas Sempadan perbatasan,” tuturnya, dihubungi awak media, Selasa (22/11) sore.

Dari pantauannya, pengerjaan vila yang pembangunannya mempekerjakan warga setempat itu hampir rampung. “Yang saya ketahui, selama masa pembersihan lahan dan pembangunan vila, pengusaha asal Malaysia tersebut sama sekali tidak pernah berkoordinasi, baik dengan Kepala Desa Temajok maupun warga setempat,” ucap Muriadi.

Menurut dia, mungkin bagi pemerintah Malaysia, pembangunan vila yang jaraknya hanya 20 meter dari batas negara itu dianggap tidak masalah. “Tapi, bagi kami, itu menjadi masalah. Karena dibangun dekat garis perbatasan. Jika dibangun jauh, misalnya seratus meter tentu kami tidak akan protes,” terangnya.

Lagipula, pembangunan itu memang melanggar ketentuan. Sebab, kata dia, ketika masyarakat setempat bersama TNI hendak membangun jalan di sepanjang garis perbatasan saja sejauh 50 meter dari patok tapal batas.

Muriadi juga menjelaskan, pembangunan vila Malaysia itu sudah pernah disampaikan kepada Pemkab Sambas maupun Pemprov Kalbar. “Tapi tidak ada tanggapan sama sekali sampai sekarang,” bebernya.

Maka dari itu, ia meminta pemerintah pusat menyikapi hal ini. “Kami siap mendukung langkah-langkah yang akan diambil oleh pemerintah Indonesia,” tegas Muriadi.

 

Reporter: Isfiansyah

Redaktur: Andry Soe