eQuator.co.id – PONTIANAK-RK. Perkembangan ekonomi syariah baik global maupun Indonesia sangat menjanjikan. Pertumbuhan keuangan syariah apalagi industri halalnya saat ini sudah semakin pesat. Seperti halal food, fashion, kosmetik, obat-obatan, pariwisata, dan lain-lain.
Kendati begitu, kenyataannya Indonesia cenderung masih menjadi konsumen industri halal. Bukan produsen. Fashion halal misalnya, Indonesia merupakan konsumen terbesar. “Paling banyak mengekspor fashion halal adalah China, India, Bangladesh dan Italia,” ungkap Kepala Unit Pusat Ekonomi Bisnis Syariah Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (UI), Rahmatina Awaliah saat menjadi pemateri kegiatan Studium Generale bertemakan ‘Dinamika Hukum dan Ekonomi Islam Saat Ini di Indonesia’ di IAIN Pontianak, Rabu (5/9).
Rahmatina menjadi pembicara di hadapan ratusan mahasiswa baru Fakultas Syariah dan Ekonomi Islam (FSEI) IAIN Pontianak. Kegiatan ini dibuka Dekan FSEI IAIN Pontianak, Fachrurazi. “Harusnya Indonesia tidak menjadi pengimpor, tapi pengekspor produk dan jasa halal,” sambung Rahmatina.
Industri halal sebenarnya menjadi bagi Indonesia. Walau juga ada tantangannya. Untuk peluang, antara lain populasi muslim meningkat, baik di Indonesia maupun global. Kemudian ada peningkatan kesadaran untuk hidup dengan lebih Islami. Misalnya halal lifestyle, halal atau Islami Finance.
“Jadi perbankan atau keuangan yang tidak mengandung unsur riba. Lalu ada peningkatan pendapatan dan ada dukungan pemerintah,” tuturnya.
Peluang itu ditambah lagi dengan adanya revolusi industri 4.0. Dimana teknologi memungkinkan produk dan jasa bisa menjangkau banyak kalangan. “Tapi tantangan yang ada juga cukup berat,” ujarnya.
Ia menjelaskan, seperti ketidakpastian global. Perang dagang antara China dan Amerika. Kemudian di Indonesia ekonominya juga sedang kurang baik. Ada depresiasi rupiah dan tahun politik yang biasanya menunda kegiatan perekonomian.
Bahkan revolusi industri 4.0 jika tidak bisa mengambil peluang maka menjadi ancaman. Karena bisa diserbu oleh produk-produk asing. Apalagi adanya Masyarakat Ekonomi Asean dan lain sebagainya. “Jadi peluang dan tantangan harus bisa disikapi dengan sebaik mungkin,” saran dia.
Dalam seminar ini, terlihat mahasiswa sangat bersemangat serta antusiasme. Apalagi ketika Rahmatina menanyakan mengapa para mahasiswa ini memilih Fakultas Syariah dan Ekonomi Islam. Rupanya mereka sudah mempunyai cita-cita untuk mengembangkan ekonomi Islam.
“Ada yang ingin menjadi pengusaha muslim dan muslimah. Ada yang ingin membuat kampungnya menjadi sejahtera. Semoga dengan bantuan dari bapak dosen di sini, semoga cita-cita mereka tercapai,” tuturnya.
Untuk para mahasiswa, ia berpesan agar belajar dengan rajin mengenai ekonomi dan bisnis Islam. Karena tanpa ilmu, yang dilakukan itu kurang bermanfaat. Kemudian mereka bisa menjadi pelaku ekonomi Islam.
“Sehingga ekonomi Islam tidak lagi jadi sistem ekonomi alternatif tapi arus baru ekonomi Indonesia. Sumber pertumbuhan ekonomi Indonesia yang baru dan mencapai kesejahteraan masyarakat,” pesan Rahmatina.
Ketua Panitia, Luqman Hakim menjelaskan, kuliah umum Studium General ini diikuti sekitar 650 mahasiswa. Merupakan kuliah umum bagi mahasiswa baru agar mendapat gambaran bagaimana ekonomi Islam saat ini. Kegiatan dilaksanakan sebanyak dua kali. Kemarin dan kedua akan berlangsung pada 18 September.
Pada pelaksanaan kedua, pihaknya akan menghadirkan Guru Besar Hukum Islam H. Makhrus Munajat dari Universitas Islam Indonesia (UIN) Sunan Kalijaga, Yogyakarta.
“Harapan kedepannya mahasiswa mendapatkan gambaran umum terkait dengan peluang, tantangan dalam pengembangan ekonomi syariah khususnya di Indonesia baik dari segi keuangan, bisnis dan lain sebagainya,” pungkasnya. (*/bis)
Laporan: Maulidi Murni
Editor: Arman Hairiadi