eQuator.co.id – Malang-RK. Indikasi upaya mengamankan pihak-pihak tertentu dalam penanganan kasus korupsi di kejaksaan ternyata tidak hanya terjadi di Sumenep dan Nganjuk. Hal yang sama dicurigai terjadi di Malang. Penanganan kasus korupsi di Malang selama ini ternyata berjalan di tempat.
Peneliti Malang Corruption Watch (MCW) Hayik Muntaha Mansur menyatakan, pihaknya melihat adanya upaya menyelamatkan pihak-pihak tertentu dalam kasus korupsi secara sistematis. Dia mencontohkan beberapa kasus yang sengaja dikerjakan lebih dulu oleh kejaksaan agar tidak tersentuh KPK.
Salah satunya kasus dugaan korupsi pengadaan lahan RSUD Kota Malang. Kasus yang diduga melibatkan sejumlah nama penting di Kota Malang itu sebelumnya dilaporkan MCW ke KPK. Mengetahui ada yang melapor ke KPK, Kejari Malang buru-buru menangani kasus tersebut.
Sayang, kasus dengan kerugian negara Rp 4,3 miliar itu malah dihentikan Kejari Malang. ’’Kami minta surat penghentiannya, namun tak pernah diberi sampai saat ini. Jadi, kami tidak tahu apa alasan penghentian itu,’’ ujar Hayik.
Bukan hanya itu. Kecurigaan yang sama terjadi dalam penanganan kasus korupsi promosi wisata Kota Batu. Perkara tersebut awalnya ditangani Kejari Batu dengan menetapkan tiga tersangka. Dalam sidang, hakim memutus ketiganya bersalah.
Mereka adalah mantan Kepala Badan Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu Kota Batu Muhammad Syamsul Bakrie, mantan Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Batu Uddy Syarifudin, serta seorang rekanan Pemkot Batu.
Hayik mengungkapkan, dalam putusan tiga terdakwa itu juga disebutkan adanya keterlibatan pelaku lain. Kasus tersebut kemudian diambil alih Kejati Jatim. Namun, statusnya sampai sekarang tidak jelas. Penyidik Kejati Jatim di bawah koordinasi Dandeni Herdiana juga belum pernah memeriksa orang yang disebut sebagai pelaku lain tersebut.
Temuan MCW lainnya adalah pengadaan tanah untuk pembangunan block office di Kota Batu. Kasus tersebut juga ditangani Pidsus Kejati Jatim. Lagi-lagi, arah penanganan perkaranya tidak jelas.
Kasus lain yang ditangani anak buah Maruli Hutagalung tersebut adalah tambang pasir besi di Kabupaten Malang. Penanganan perkara itu juga tidak jelas. ’’Padahal, dari temuan kami, perkara itu berpotensi merugikan negara hingga Rp 600 miliar,’’ ungkap Hayik.
MCW mencurigai, mandeknya penanganan sejumlah perkara korupsi di Malang dan sekitarnya tersebut diwarnai praktik kotor. Persis dengan yang terjadi dalam kasus pelepasan tanah kas desa (TKD) di Sumenep yang berujung pada pemerasan oleh jaksa Ahmad Fauzi.
Sebagaimana diketahui, jaksa golongan III-C yang dikenal dekat dengan Kajati Jatim Maruli Hutagalung itu tertangkap tangan oleh tim Saber Pungli karena memeras seseorang yang bernama Abdul Manaf. Manaf merupakan orang yang terindikasi terlibat kasus korupsi pelepasan tanah kas desa (TKD) di Desa Kalimook, Sumenep.
Tak tanggung-tanggung, uang yang diminta Fauzi mencapai Rp 1,5 miliar. Setelah tertangkap, di tahanan Kejaksaan Agung, Fauzi mengaku hanya sebagai pemetik atau eksekutor. Uang sebesar itu juga tidak seluruhnya untuk dirinya.
Tamparan terhadap kinerja Kejati Jatim tidak hanya berasal dari kasus Fauzi. Lembaga pimpinan Maruli itu juga dipermalukan ketika KPK menetapkan Bupati Nganjuk Taufiqurrahman sebagai tersangka sejumlah kasus korupsi.
Taufiqurrahman sebenarnya selama ini juga diduga terlibat dalam korupsi pengadaan batik. Kasus itu ditangani Kejari Nganjuk. Sayang, sampai saat ini kejaksaan hanya berani menetapkan Sekretaris Daerah (Sekda) Masduki sebagai tersangka.
Dalam dakwaan Masduki itulah muncul keterlibatan Taufiqurrahman. Taufiqurrahman berperan memaksakan pengadaan batik dengan memerintahkan penambahan anggaran 2015. Penambahan anggaran Rp 6,050 miliar itu bertentangan dengan rekomendasi gubernur Jatim atas evaluasi RAPBD 2015 tanggal 23 Desember 2014.
Dalam sidang Masduki juga terungkap adanya aliran uang Rp 2,7 miliar kepada sejumlah pihak, termasuk Taufiqurrahman. Nama Taufiqurrahman muncul dalam dakwaan lewat keterangan sejumlah saksi dalam penyidikan. Meski perannya disebut sejumlah saksi, Taufiqurrahman selama ini tidak mampu dihadirkan jaksa. Dia tak pernah memenuhi panggilan pemeriksaan ketika perkara tersebut masih masuk tahap penyidikan.
Atas ketidakberesan dalam penanganan perkara di jajaran Kejati Jatim tersebut, MCW menyiapkan laporan ke KPK. Diharapkan, lembaga antirasuah itu bisa melakukan koordinasi dan supervisi (korsub). ’’Biar jelas statusnya. Kalau mereka beralasan kurang sumber daya, ya biar diserahkan ke KPK saja,’’ tegasnya.
Sementara itu, Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasipenkum) Kejati Jatim Richard Marpaung meminta waktu untuk mengecek status penanganan perkara-perkara yang diadukan MCW. ’’Saya cek dulu ya,’’ katanya. (Jawa Pos/JPG)