Pembangunan SMP Negeri 18 Sungai Kakap

Kurang Sosiasilasi dan Timbulkan Perpecahan di Masyarakat

SUDAH MULAI. Para pekerja sudah memulai pembangunan SMP Negeri 18 di Desa Jeruju Besar, Kecamatan Sungai Kakap, Sabtu (7/8). Syamsul Arifin-RK

eQuator.co.id – Kubu Raya-RK. Polemik pembangunan SMP Negeri 18 di Desa Jeruju Besar, Kecamatan Sungai Kakap terus bergulir. Berbagai tudingan dan prasangka buruk bertebaran di mana-mana. Sosialisasinya yang minim, menjadikan masyarakat terpecah belah.

“Ikrar wakaf lahan pembangunan sekolah tersebut memang saya yang menandatanganinya pada Mei lalu. Namun pada awal pembangunan, tidak pernah disosialisasikan ke masyarakat, termasuk ke Pemerintah Desa Jeruju Besar,” kata Nurhaliza, Kepala Desa Jeruju Besar kepada Rakyat Kalbar, kemarin.

Lantaran tidak ada sosialisasi pembangunan, jelas Nurhaliza, beberapa warga menanyakannya, baik ke pemerintah desa maupun secara pribadi. “Saya juga tidak bisa menjelaskannya secara detail pembangunan sekolah itu,” ujarnya.

Lebih memprihatinkan, lanjut Nurhaliza, pembangunan SMP Negeri 18 memunculkan perpecahan di tengah masyarakat, seperti adanya pengelompokan-pengelompokan di masyarakat.

“Saya juga sempat dicurigai Kades Sungai Kakap terkait pembangunan SMP Negeri 18 itu. Menurut Kades Sungai Kakap, mereka sudah mengusulkan empat tahun yang lalu. Lahannya sudah dipersiapkan, tetapi tidak dikabulkan. Sehingga mereka mempertanyakan, ada permainan apa Pemerintah Desa Jeruju Besar dengan Pemerintah Pusat,” papar Nurhaliza.

Menurutnya, wajar saja jika Desa Pal IX Sungai Kakap complain atas lokasi pembangunan SMP Negeri 18 itu, lantaran di desanya belum memiliki SMP Negeri. Sedangkan di Jeruju Besar sudah ada dua SMP Negeri yaitu SMP Negeri 8 dan SMP Negeri 12.

Selain itu, jumlah penduduk di Desa Sungai Kakap lebih banyak dibandingkan Desa Jeruju Besar. Warga Desa Sungai Kakap sangat mendambakan keberadaan SMP Negeri. “Menurut Kades-nya, akibat tidak adanya SMP Negeri, banyak anak-anak di Kakap itu yang bersekolah di Pontianak,” papar Nurhaliza.

Kurangnya sosialisasi pembangunan SMP Negeri 18 tersebut juga diaminkan Ketua RTIII/RWIV, Ismail. Diungkapkannya, pihak panitia pembangunan tidak pernah berkomunikasi dengannya, padahal sekolah tersebut di wilayah kerjanya. “Sampai saat ini, panitia pembangunan belum mensosialisasikannya kepada masyarakat sekitar, termasuk kepada saya sebagai Ketua RT,” akunya.

Terkait tandantangan warga berikut fotokopi KTP sebagai bentuk dukungan pembangunan SMP Negeri 18 itu, jelas Ismail, dilakukan setelah timbul polemik. “Saya sendiri saja sebagai Ketua RT tidak ada membubuhkan tandatangan itu,” katanya.

Selain polemik pembangunannya, ungkap Ismail, muncul permasalahan baru, yakni sekarang jalan menuju lokasi SMP Negeri 18 itu rusak parah, akibat lalu lalang kendaraan yang mengangkut material bangunan.

Kepala Badan Permusyawaratan Desa (BPD) M Yunus juga mengaku, jangankan dilibatkan, dikabari pun tidak terkait pembangunan SMP Negeri 18 tersebut. “Kami mengharapkan pihak terkait meninjau ulang pembangunan itu,” katanya.

Yunus mengatakan, pemerintah membangun sesuatu tentunya untuk kebaikan masyarakat sekitarnya. Namun, untuk pembangunan SMP Negeri 18 ini, bukan memunculkan kebaikan, malah menimbulkan perpecahan di tengah masyarakat.

“Saya berbicara seperti ini bukan tidak setuju dengan pembangunan sekolah itu, namun harus ditinjau ulang kembali letaknya, karena pembanguannya terkesan dipaksakan,” ucap Yunus.

Dia mengatakan, di Desa Jeruju Besar sudah ada dua SMP Negeri dan satu SMP Swasta. “Sedangkan di desa-desa sekitarnya di Kecamatan Sungai Kakap ada yang sampai sejauh ini tidak memiliki SMP Negeri. Sehingga yang menjadi pertanyaan, mengapa tidak dibangun di desa yang belum memiliki SMP Negeri itu,” kata Yunus.

Di Kota Pontianak misalnya, kata Yunus, di kawasan Nipah Kuning hingga Gang Karet hanya ada satu SMP Negeri di Jalan Tebu. Kawasan seluas itu saja hanya memiliki satu SMP Negeri.

“Namun Jeruju Besar yang hanya desa yang tidak begitu luas, dan jumlah penduduknya juga masih tidak terlalu ramai, malah memiliki tiga SMP Negeri. Secara logika, apakah itu menjadi suatu hal yang bisa masuk akal,” ucap Yunus.

Dinas Pendidikan (Disdik) Kabupaten Kubu Raya, kata Yunus, sebenarnya sudah mengetahui jika jumlah anak yang masuk sekolah tidak pernah mencapai target. Contohnya di SMP Negeri 12 dan SMP Neger 8, masing-masing ditargetkan empat kelas, namun hanya tiga kelas yang terisi. “Eh…sekarang malah menambah sekolah baru, SMP Negeri 18,” katanya.

Menurutnya, Disdik Kubu Raya harus bertanggungjawab atas polemik pembangunan SMP Negeri 18 tersebut. “Saya melihat Disdik tidak mengedepankan sekala prioritas. Sekolah itu tidak terlalu penting bagi warga Desa Jeruju Besar, lantaran masih ada desa-desa lain di Kecamatan Sungai Kakap yang lebih membutuhkan,” ujar Yunus yang didampingi Wakul Ketua BPD Jeruju Besar, Ali Zein.

Terpisah, Ketua Komite SMP Negeri 12 Desa Jeruju Besar, Wiranto juga memastikan kalau di Desa Jeruju Besar sudah ada dua SMP Negeri dan dua MTs. “Terkait dengan adanya uang masuk di SMP Swasta di Jeruju Besar yang mencapai Rp8 Juta itu tidak benar. Apa yang diungkapkan oknum warga dalam berita beberapa waktu lalu, adalah tidak benar,” tutupnya. (sul)