eQuator.co.id – Moana adalah terobosan baru putri Disney. Karakternya begitu tangguh, membuat dia lebih layak disebut heroine (perempuan pemberani dengan kekuatan luar biasa) ketimbang princess. Sebelum Moana, Disney sebetulnya punya putri-putri jagoan. Sebut saja Anna dalam Frozen (2013), Merida dalam Brave (2012), atau Rapunzel dalam Tangled (2010).
Sama seperti Anna dan Merida yang tak punya prince, Moana juga begitu. Sepanjang film berdurasi 100 menit itu, penonton tak akan menemukan sosok pangeran untuk putri dari Pulau Motunui tersebut. ’’Perempuan pemberani harus lebih mendapat kesempatan tampil. Semoga bisa menginspirasi perempuan modern untuk berjuang mengejar masa depannya,’’ kata Osnat Shurer, produser Moana, dalam one-on-one interview di Marina Bay Sands, Singapura, Selasa lalu (8/11). ’’Tidak ada pangeran untuk lebih menonjolkan kemandiriannya. Moana adalah pahlawan, bukan perempuan lemah,’’ lanjut Shurer.
Film animasi 3D yang di Indonesia tayang mulai 25 November mendatang itu berkisah tentang Moana (Auli’i Cravalho) yang sejak kecil akrab dengan laut. Di usia 16 tahun, atas bantuan sesepuh desa Gramma Tala (Rachel House), Moana ingin melanjutkan tradisi berlayar nenek moyangnya. Moana hendak mencari tahu mengapa belakangan sering timbul bencana di pulau tempat tinggalnya.
Moana mesti mencari Te Fiti, dewi penciptaan yang bertanggung jawab terhadap keseimbangan alam, dan mengembalikan jantung Te Fiti yang dicuri Maui (Dwayne Johnson). Bersama Maui, Moana menghadapi petualangan luar biasa.
Latar cerita adalah kepulauan Oseania di Samudra Pasifik. Fokusnya adalah suku Polinesia yang menurut Shurer memiliki kekayaan tradisi yang begitu menawan. ’’Sayang sekali jika dunia tidak mengetahui budaya mereka yang sangat menarik itu,’’ kata Shurer menjelaskan alasan di balik pemilihan setting itu.
Mengangkat budaya yang nyata, riset dilakukan dengan serius. Tidak hanya studi pustaka, duet sutradara John Musker dan Ron Clements serta tim artistik Disney benar-benar mendatangi kepulauan Oseania pada 2011. Mereka mengunjungi tiga pulau utama. Yakni, Fiji, Samoa, dan Tahiti. Selain mengamati lokasi, mereka berinteraksi dengan warga. ’’Penduduk di sana sangat membantu kami dan menyambut baik niat kami membuat film ini,’’ ujar Shurer yang juga menggunakan jasa sejumlah tenaga ahli sejarah dan budaya untuk menguatkan cerita itu.
Moana digambarkan sebagai karakter yang aktif, keras kepala, dan penuh semangat. Dia memiliki inisiatif kuat mengejar cita-cita meski orang tua melarang. ’’Dia tahu apa cita-citanya, passion-nya, dan bagaimana cara menggapai impiannya untuk menjadi pelaut,’’ ujar Shurer.
Meski ditemani Maui yang perkasa, Moana tidak lantas bergantung. ’’Saya bukan putri raja,’’ ujarnya dalam salah satu dialog. Selain itu, saat Maui mengatakan bahwa dirinya adalah pahlawan bagi Moana, dia tidak setuju. ’’Hal ini menunjukkan bahwa Moana menolak dianggap sebagai sosok yang lemah,’’ jelas Shurer.
Mengisi suara Moana, Cravalho tidak mengalami kesulitan. Sejak kecil, Cravalho terbiasa dengan semua yang menjadi latar cerita. ’’Saya akrab dengan lautan, tari Hula-Hula, dan musik tradisional Hawaii,’’ ujar aktris dan penyanyi 16 tahun kelahiran Hawaii, AS, itu menyebut tiga hal yang akan muncul di film.
Dia setuju putri Disney harus mengalami perubahan. Jangan lagi diceritakan hanya sebagai karakter tanpa power. ’’Kita hidup di zaman modern. Perempuan harus bisa mandiri dan bebas menentukan karir atau cita-citanya seperti Moana bebas menentukan masa depannya,’’ ujar siswi Kamehameha Schools Kapalama, Hawaii, itu.
Mengenai target mengejar kesuksesan Frozen, Shurer tak mau berangan muluk. Meski, sudah pasti harapan itu pasti ada. Apalagi, Moana dirilis di bulan yang sama dengan saat Frozen diluncurkan dulu. ’’Tapi yang utama, kami ingin membuat penonton tertarik dulu datang ke bioskop menyaksikan film ini,’’ ujar Shurer. (len/c17/ayi)