eQuator.co.id – Gugatan pasal 45 ayat (1) Undang-Undang No 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK) yang diajukan Otto Cornelis Kaligis ditolak Mahkamah Konstitusi (MK). Hakim konstitusi menegaskan bahwa KPK diperbolehkan merekrut penyidik secara mandiri.
”Menurut mahkamah, pasal 45 ayat (1) UU 30/2002 tidak dapat ditafsirkan bahwa KPK hanya dapat merekrut penyidik dari kepolisian sebagaimana didalilkan oleh pemohon,” ucap Ketua MK Arief Hidayat dalam sidang putusan di gedung MK, Jakarta, kemarin (9/11).
Majelis menjelaskan, KPK didirikan sebagai lembaga yang diharapkan bisa memberantas praktik korupsi yang berdampak buruk pada kehidupan bernegara. Nah, dalam menjalankan fungsinya, KPK membutuhkan dukungan sumber daya manusia yang kuat, tak terkecuali penyidik. ”Diharapkan batasan-batasan yang konvensional tidak lagi mempersulit langkah KPK,” imbuhnya.
Selain itu, lanjut dia, praktik merekrut penyidik secara mandiri juga dilakukan banyak lembaga pemberantasan korupsi di berbagai negara. Di Hongkong, misalnya, Independent Commission Against Corruption (ICAC) juga tidak merekrut penyidik dari kepolisian. Bahkan, jenjang karirnya didasarkan pada keahlian dan kinerja.
Praktik serupa terjadi di negara tetangga Singapura. Lembaga antirasuah Singapura, Corrupt Practices Investigation Bureau (CPIB), juga lepas dari kepolisian. Hasilnya, penyidik justru lebih independen.
Selain itu, UU Aparatur Sipil Negara bisa menjadi payung KPK dalam merekrut penyidik. Syaratnya, hal tersebut didasarkan pada kebutuhan lembaga. ”Termasuk merekrut mantan penyidik kepolisian yang sudah diberhentikan, sepanjang bukan pemberhentian tidak terhormat,” tuturnya.
Meski demikian, majelis menegaskan tidak berarti KPK bisa bebas sepenuhnya. Sebab, beberapa ketentuan juga sudah diatur dalam pasal 24 ayat (2) UU 30/2002. Di situ disebutkan, pegawai KPK harus diangkat dari warga negara Indonesia yang memiliki keahlian.
”Dalam rekrutmen, penyidik KPK harus memperhatikan keahlian calon pegawai yang bersangkutan,” imbuhnya. Karena itu, meski bukan dari kepolisian, kapasitas penyidik yang direkrut secara independen juga bisa dijamin.
Sebelumnya O.C. Kaligis menilai pasal 45 ayat (1) UU KPK yang menjadi dasar KPK mengangkat penyidik tidak sah dan inkonstitusional. Dia beralasan, pasal tersebut bertentangan dengan 6 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Di KUHAP disebutkan bahwa definisi penyidik adalah pejabat polisi negara Republik Indonesia dan pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang. (far/c10/fat)