Kalbar Tolak Revisi UU KPK

Kenapa Harus Judicial Review kalau Bisa Dicegah Sekarang?

KOMPAK DUKUNG KPK. Ratusan aktivis dan pegiat antikorupsi Kalbar kompak bersatu menggelar aksi Peduli KPK, di Tugu Digulis Untan, Pontianak, Jumat (14/9) sore. Abdul Halikurrahman-RK

eQuator.co.id – Pontianak-RK. Revisi Undang-Undang Komisi Anti Korupsi (KPK) ditolak di mana-mana. Di seantero negeri.

Di Kota Pontianak, Kalbar, ratusan aktivis mahasiswa, organisasi pegiat anti korupsi, termasuk Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Pontianak, bersatu menggelar aksi peduli KPK, Jumat (14/9) sore, di Tugu Digulis Untan.  Mereka menilai, revisi UU KPK mengebiri kerja-kerja pemberantasan korupsi di negeri ini.

Terlebih pada poin izin penyadapan dalam RUU KPK, yang sangat ditolak para aktivis. Jika KPK dibatasi atau harus mendapat izin melakukan penyadapan, dipastikan tak ada lagi operasi tangkap tangan (OTT) pelaku rasuah. Terjadi pelemahan KPK dan dikhawatirkan mandul.

Para pengunjuk rasa menegaskan, lembaga antirasuah Indonesia yang superbodi berpotensi bermetamorfosis menjadi lembaga tukang sosialisasi saja. Kekhawatiran itu pun kini memicu gelombang aksi.

Aktivis dan pegiat antirasuah semua daerah turun ke jalan. Memberi dukungan terhadap KPK yang kini bakal jadi tukang stempel Dewan Pengawas yang ditunjuk Pemerintah.

Dengan gegap gempita, silih berganti, para orator-orator aksi itu, lantang mengecam inisatif DPR yang akan melakukan revisi UU KPK. Ratusan peserta aksi kompak mengenakan ikat kepala. Bertulis: Selamatkan KPK.

Ada pula atribut aksi lainnya yang dibawa massa bertulis: Save KPK, Undang-Undang di Sahkan, Masyarakat Turun ke Jalan, KPK Kuat, Negara Berdaulat, dan lain sebagainya.

“Kegiatan hari ini merupakan suara kami di Kalimantan Barat, mendukung KPK,” tegas Juru Bicara Aksi Peduli KPK, Sri Hariyanti, kepada wartawan.

Sri, yang juga Kepala Sekolah Anti Korupsi, di Gemawan Kalbar, tegas menolak segala dalih apapun yang berbau upaya pelemahan KPK. “Inilah suara kami dari Kalbar. Kami tegas menolak revisi Undang-Undang KPK. Karena kita semua tau, di dalam revisi itu terdapat poin-poin melemahkan kerja-kerja pemberantasan korupsi,” tegasnya.

Dia juga menyinggung sikap Presiden Joko Widodo yang sudah menandatangani Surat Presiden soal persetujuan pembahasan RUU KPK, meskipun ada beberapa poin yang ditolak. “Tadi pagi, secara mendadak Presiden Jokowi melakukan konfrensi pers. Memang ada beberapa hal yang menurut Presiden ditolak. Namun ada juga yang sependapat,” tuturnya.

Diantaranya, Presiden setuju dengan dibentuknya Dewan Pengawas KPK. Yang kemudian diberi kewenangan sebagai pemberi izin penyadapan. “Kalau KPK harus izin melakukan penyadapan, maka tidak ada lagi indepedensinya. Dia akan menjadi lemah. Kita, tidak sepedapat dengan upaya-upaya pelemahan itu,” pungkas Sri.

Terancam Loyo

Ketua AJI Pontianak, Dian Lestari, dalam orasinya menyebut KPK kini tengah berada di ujung tanduk. Di saat praktik korupsi yang begitu masif, dengan berbagai modus dan trik, di saat KPK tengah berupaya megungkap kasus korupsi besar, independensi kelembagaan antirasuah itu justru terancam.

Gerakan untuk melemahkan KPK itu melalui usulan revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang KPK, diketuk palu dalam sidang paripurna DPR RI tanggal 5 September 2019. Dimana seluruh fraksi menyetujui.

Dian mengingatkan, upaya pelemahan KPK bukan kali pertama. Tahun 2015 gerakan serupa sempat muncul. Namun, kandas setelah mendapat penolakan kuat dari publik. Dan upaya pelemahan itu pun kembali dilakukan tahun ini. Ironisnya, wakil rakyat di Parlemen RI satu suara sepakat merevisi UU KPK. Mereka berdalih, revisi justru untuk memperkuat KPK.

Sejumlah pasal yang akan direvisi justru berpotensi melemahkan KPK. Misalnya tentang pegawai KPK berstatus Aparatur Sipil Negara (ASN). Menurut Dian, jika pegawai KPK berubah status menjadi ASN, tak pelak mengancam independensi pegawai negeri yang menangani kasus korupsi di instansi pemerintahan.

“Otomatis itu mengancam independensi KPK,” sebut Dian.

Lebih parah, RUU KPK juga bakal merubah aturan soal penyelidikan yang harus disetujui Dewan Pengawas. Sementara, Dewan Pengawas dipilih oleh DPR dan menyampaikan laporannya kepada DPR setiap tahun.

“Ini kan jelas mengebiri satu kewenangan KPK yang selama ini efektif menjerat koruptor melalui operasi tangkap tangan atau OTT,” ujarnya.

Dian menegaskan, AJI Pontianak terpanggil memberikan dukungan kepada KPK, mengatasi ancaman pelemahan melalui revisi Undang-Undang KPK tersebut. Menurutnya, gerakan pemberantasan korupsi telah menjadi mandat organisasi AJI yang harus dilakukan. Karena itu, menyoal revisi UU KPK tersebut, AJI Pontianak menyatakan sikap menolak upaya DPR RI merevisi Undang-Undang KPK dengan memangkas sejumlah kewenangan lembaga antirasuah tersebut.

AJI Pontianak akan terus mengampanyekan penolakan revisi UU KPK bersama koalisi masyarakat sipil. Karena AJI Pontianak memandang revisi UU Tipikor dengan memperberat hukuman terhadap koruptor jauh lebih penting ketimbang revisi Undang-Undang KPK.

BEM BERHARAP KE DPRD

Di Surabaya, 150 mahasiswa yang tergabung dalam Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Airlangga (Unair) melakukan unjuk rasa di depan gedung DPRD Jatim, Jalan Indarapura, kemarin (13/9). Mereka juga menuntut penolakan revisi UU KPK tersebut.

Kegiatan yang berlangsung sejak pukul 14.30-16.00 itu diawali dengan orasi yang dilakukan oleh presiden BEM Agung Tri Putra. Ada empat poin yang disampaikannya. Antara lain, menolak secara keseluruhan revisi UU KPK, menolak ketua KPK yang memiliki rekam jejak pelanggaran kode etik, menuntut DPRD Jatim untuk menyampaikan tuntutan penolakan RUU kepada DPR RI secepatnya, hingga menolak poin pelemahan KPK.

“KPK dilemahkan, Jokowi di mana?,” pekiknya ke peserta unjuk rasa. Seketika itu pula, peserta menyahuti dengan kepalan tangan. “Jokowi tidur. Jokowi mengingkari janji,” ungkap mereka kompak.

Selama setengah jam, tiap mahasiswa silih berganti menyuarakan pendapat di hadapan massa aksi. Setelah itu, mereka ditemui langsung oleh anggota DPRD Jatim dari fraksi PDIP, Hari Putri Lestari di halaman gedung DPRD. Mereka diajak masuk ke dalam ruangan gedung DPRD.

Di dalam ruang tunggu gedung dewan, anggota DPRD dari Fraksi Demokrat Kuswanto juga sudah menunggu mahasiswa. Terlibat perbincangan sebentar antara Hari Putri Lestari dengan Kuswanto. Perihal berapa jumlah mahasiswa yang boleh masuk. “Kami sepakat lima puluh orang saja,” ucap mereka kompak.

Tepat pukul 16.00, mereka mulai melakukan diskusi terkait dengan revisi UU KPK. Putri membuka dialog dengan menanyakan status BEM berdiri di mana. Agung pun mengatakan dengan tegas menolak revisi UU KPK. Dia pun menyodorkan tuntutan lewat hitam di atas putih. Kedua anggota dewan membacanya lamat-lamat.

Selama setengah jam berada di gedung dewan, terlibat diskusi yang interaktif antara kedua pihak. Pihak BEM meminta angota DPRD Jatim untuk melakukan reaksi terkait niatan revisi UU KPK. “Sebab ini memang melemahkan pemberantasan korupsi,” tutur Agung.

Kuswanto lantas menjawab bahwa anggota DPRD tidak memiliki tupoksi untuk menyenggol UU. “Itu kewenangan DPR. Tapi, sebagai wakil rakyat, kami akan menjembatani aspirasi adik-adik,” ucapnya ke peserta forum. Bila gagal, mahasiswa pun masih bisa melakukan judicial review (JR). “Kalau Unair mau, saya dan bu Putri akan ikut serta,” ungkap pria asal Waru tersebut.

Namun, pernyataan itu pun mendapat beragam respons dari peserta forum. Ada yang menanyakan standing position DPRD Jatim hingga menanyakan mengapa harus melakukan JR kalau masih bisa mencegah. Sebab, mahasiswa menilai kalau dilakukan JR pun sangat sulit. Karena sembilan hakim MK, enam berasal dari pilihan DPR dan presiden.

“Sehingga kami ragu soal keputusan JR,” tutur Agung.

Akhirnya, kedua dewan pun mengeluarkan solusi. Mereka akan melakukan koordinasi dengan pimpinan DPRD nantinya terkait usulan mahasiswa tersebut. Bahkan, ketika ada sinyal hijau dari ketua pimpinan DPRD Jatim, mereka akan mengawal keputusan tersebut.

“Untuk pembuktiannya, kami akan buat surat tanda terima pengiriman,” ungkap Putri.

 

Laporan: Abdul Halikurrahman, Jawa Pos/JPG

Editor: Mohamad iQbaL