eQuator.co.id – STATUSNYA memang mentereng, ibu kota negara bagian Republik Mordovia. Namun, Saransk adalah liliput apabila dibandingkan dengan dua kota utama Negeri Beruang Merah, Moskow dan Saint Petersburg.
Terletak sekitar 650 kilometer di sebelah tenggara Moskow, penduduk Saransk ’’hanya’’ sekitar 314 ribu jiwa. Sangat jauh bila dibandingkan dengan warga Moskow yang menembus hampir 12,5 juta orang. Atau, Saint Petersburg yang memiliki populasi nyaris 5,3 juta jiwa.
Kalau diranking, Saransk hanya berada di posisi ke-62 dalam daftar kota terbesar di Rusia. Tak heran apabila jalan-jalan utama di Saransk begitu lengang. Pada pukul 20.00, meski matahari musim panas masih bersinar dengan terik, sudah tak banyak aktivitas penduduk yang terlihat di jalanan.
Kota kecil ini beruntung karena menjadi tuan rumah Piala Dunia 2018. Walaupun klub lokalnya, FC Mordovia Saransk, hanyalah tim semenjana yang musim lalu berada di divisi tiga Liga Rusia (sekarang promosi ke divisi dua), tetapi kota ini dilengkapi stadion yang keren.
Mordivia Arena mulai dibangun pada 2010 saat Rusia belum resmi terpilih sebagai tuan rumah Piala Dunia 2018. Selesai pada akhir 2017, Mordovia Arena memiliki desain layaknya matahari yang merupakan sumber dari mitologi orang-orang Mordvin.
Menghabiskan dana sampai USD 300 juta atau sekitar Rp 4,3 triliun, stadion berkapasitas lebih dari 44 ribu tempat duduk tersebut (41 ribu untuk Piala Dunia) berdiri cantik di tepi timur Sungai Insar. Layaknya stadion lain di negeri-negeri beradab, mencapai Mordovia Arena sangat mudah. Letaknya tak jauh dari pusat kota. Dengan berbagai macam kendaran umum, sangat gampang mencapainya. Bahkan dari stasiun kereta api Saransk, kita hanya butuh jalan kaki tak lebih dari 20 menit untuk sampai ke Mordovia Arena.
Rencananya, setelah Piala Dunia 2018, Mordovia Arena akan menjadi pusat dari semua kegiatan olahraga dan hiburan orang-orang Saransk. Hal itu sangat dimungkinkan karena akses ke sana begitu gampang.
Di Rusia 2018, Mordovia Arena memanggungkan empat pertandingan. Paling seru adalah saat Jepang mencatat sejarah dengan mengalahkan Kolombia 2-1 pada laga pertama Grup H. Lalu yang kedua adalah ketika Iran bermain fantastis dengan menahan imbang Cristiano Ronaldo dan tim Portugal dengan skor 1-1.
Dini hari tadi WIB, tugas Mordovia Arena di Piala Dunia 2018 selesai setelah laga terakhir Grup G antara Panama melawan Tunisia rampung. Stadion ini, bersama tiga kota yang lain yakni Yekaterinburg, Kaliningrad, dan Volgograd tidak terpilih sebagai tuan rumah fase knockout.
Karena mungkin tidak terbiasa melihat keramaian yang sangat drastis dalam kehidupan mereka, penduduk Saransk terlihat sangat antusias pada hari pertandingan. Mereka menonton, juga memotret ribuan suporter yang berjalan dari stasiun ke stadion. Juga tersenyum dan melambaikan tangan.
Orang-orang itu juga mengajak ngobrol saya. Walau berkali-kali saya bilang saya tidak bisa berbahasa Rusia, hanya bisa berbahasa Inggris, mereka tidak menyerah. Mereka terus nyerocos, bertanya ini-itu. Saya hanya tersenyum, sesekali mengagguk, dan berkali-kali mengatakan dah (ya) kepada mereka.
Sikap penduduk Saransk ini sungguh sangat berbeda dari warga Moskow yang memang cuek. Walaupun dengan adanya Piala Dunia 2018 ini, sikap mereka katanya jauh lebih lunak dan ramah kepada warga asing.
Orang-orang Saransk juga sangat membantu. Mereka sekeras mungkin akan menunjukkan jalan tatkala kita tersesat. Bahkan, saat smartphone saya kehabisan baterai, seorang pemilik rumah makan mau meminjamkan colokannya. Padahal, colokan itu sedang mereka gunakan untuk memasak air.
Para pegawai rumah makan itu juga tidak keberatan saya berada di sana selama berjam-jam sembari menunggu kereta api yang akan membawa saya kembali ke Moskow. Walaupun faktanya, saya hanya memesan satu bungkus roti, satu batang cokelat, dan satu botol air mineral. Yang membikin saya terkesan, mereka mengizinkan saya duduk-duduk selama saya mau meski kedai mereka sedang ramai!
Saya merasakan kehangatan mereka, walau saya tidak bisa mengerti apa yang mereka bicarakan. Mengingat jaraknya, mungkin ini adalah kunjungan saya yang terakhir di Saransk. Saya ingin berada lebih lama dan mengeksplorasi kotanya, tetapi waktu tidak memungkinkan. Meski begitu, suasana dan keramahan warganya, akan terus saya kenang. Mungkin selamanya.
*Wartawan Jawa Pos