eQuator.co.id – Jakarta-RK. Pakar keamanan siber, Pratama Persadha mengaku pesimistis pemerintah berani memblokir Google dan YouTube sebagaimana permintaan Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI). Menurutnya, melihat pada banyaknya pengguna Google dan YouTube di Indonesia maka pemblokiran bisa berdampak kekacauan.
“Tidak mungkin memblokir layanan Google dan YouTube di Indonesia,” kata Pratama, Rabu (8/6). Menurutnya, yang bisa dilakukan pemerintah ialah memulai dari melakukan filtering dan pemblokiran terhadap konten negatif yang bertentangan dengan norma dan budaya di Indonesia.
Ketua Communication and Information System Security Research Centre (CISSReC) itu menjelaskan, Google dan YouTube memiliki banyak manfaat sebagai media pembelajaran dan pendidikan. Selain itu, pemanfaatan Google dan YouTube juga bisa mendorong penguatan ekonomi.
“Memang tidak bisa dipungkiri jika ada konten-konten negatif di sana. Namun hal itu kembali lagi kepada bagaimana kebijakan pengguna itu sendiri ketika mengakses internet, apakah digunakan untuk hal-hal yang bermanfaat atau tidak,” paparnya.
Lebih lanjut, ia mengatakan, konten-konten negatif tidak hanya berbentuk kekerasan dan pornografi. Sebab, ujaran kebencian (hate speech), penyebaran radikalisme, SARA serta perjudian juga tergolong konten negatif.
“Selain itu, pemerintah perlu mendorong munculnya konten-konten positif di internet. Konten seperti video edukasi dan pembelajaran misalnya, inilah yang perlu ditingkatkan,” cetusnya.
Karenanya, Pratama juga mengingatkan bahwa Google dan YouTube bukanlah media penyedia konten. Karenanya, lanjutnya, diperlukan peran serta masyarakat untuk ikut membantu pemerintah dengan melaporkan situs-situs berisi konten negatif.
Selain itu, pendidikan tentang penggunaan internet sehat juga bisa digalakkan dari lingkup keluarga. Para orangtua bisa memberikan edukasi tentang internet yang sehat kepada anak-anak mereka.
Menurut Pratama, para orangtua bisa memberikan pemahaman tentang bahaya mengakses situs-situs berkonten negatif. “Penggunaan fitur dan aplikasi parental kontrol bisa menjadi salah satu solusi,” paparnya. (jpnn)