eQuator.co.id – Pontianak-RK. Konsentrasi pemerintah soal pembangunan desa saat ini, menjanjikan bagi kalangan petani dan nelayan bisa keluar dari kesulitan. Hanya saja memang, apa yang diharapkan kerap tak selalu berbanding lurus dengan kenyataan.
“Dalam kunjungan kami ke sejumlah desa di beberapa kabupaten di Kalbar, sejak akhir tahun 2013 lalu, seperti diantaranya Sintang, Melawi, Sambas, Bengkayang, mempawah, Kubu Raya, dan Ketapang, diantara masalah utama warga adalah permodalan dan manajemen keuangan,” ujar Seketaris Umum BPD Himpunan Pengusaha Indonesia (HIPMI) Kalbar, Muhammad Qadhafy, saat berbincang dengan Rakyat Kalbar, Selasa (9/2) kemarin.
Tak ayal, mereka yang umumnya bermata pencaharian sebagai petani dan nelayan kerap harus hidup dari pinjaman modal para tengkulak. “Mereka hidup hanya untuk bayar hutang, bahkan diwariskan hingga ke anak cucu. Kondisi memprihatinkan ini masih berlangsung hingga sekarang,” ujarnya.
Ditambahkan dia, dana desa yang digelontorkan pemerintah dalam jumlah besar bagi pemerintahan desa, belum juga sepenuhnya dapat membantu masyarakat. Beberapa tempat masih terkendala dengan sulitnya akses infrastruktur yang minim.”Melihat kondisi Kalbar dicap sebagai daerah tertinggal dan garda perbatasan Indonesia, kami, HIPMI, merasa terpanggil untuk peduli dan membantu memajukan daerah kelahiran yang kita cintai ini,” pungkasnya.
Menurut analisis yang dilakukan HIPMI Kalbar, salah satu permasalahan kenapa masyarakat petani dan nelayan begitu sulit mendapat akses bantuan dari pemerintah seperti modal dan lainnya, karena mereka kerap berdiri sendiri untuk memajukan usahanya. Mereka tidak memiliki kelompok atau gabungan kelompok yang memperkuat posisinya untuk melirik berbagai bantuan dari pemerintah. “Apalagi sekarang ini banyak program-program dari pusat, provinsi hingga kabupaten/kota yang dapat mendukung kemajuan pembangunan terutama di desa. Saya sering menyarankan kepada warga desa agar membentuk kelompok usaha tani atau kelompok tani (poktan) yang disahkan atau diakui secara hukum,” terangnya.
Adapun syarat untuk membikin koperasi, harus beranggotakan minimal sebanyak 20 orang. Kalau terlalu gemuk poktannya, artinya sudah lebih dari 20 orang, bisa dikembangkan lagi menjadi gabungan poktan (gapoktan). “Bisa koperasi serba usaha (KSU) atau koperasi simpan pinjam (KSP). Artinya siapkan wadah tampaungnya melalui koperasi. Kami siap memfasilitasi jika memenuhi ketentuan. Dan kebetulan di HIPMI mempunyai jalur untuk memfasikitasi ini, yakni pada Bidang Koperasi, UKM, Tenaga Kerja dan Olahraga, yang ketuanya Pak Ario Sabrang,” paparnya.
Tak hanya memfasilitasi, HIPMI melalui salah satu fungsinya juga memberikan pembinaan terhadap anggota koperasi. Di samping itu HIPMI juga memberikan bimbingan kepada para kelompok untuk mengurai kesulitan-kesulitan yang dihadapi selama ini, khususnya akses terhadap tambahan modal maupun strategi pemasaran dna lainnya. “Harus bikin poktan secara sah baru ajukan untuk bikin koperasi, agar goal-nya sesuai harapan. Kalau sudah jadi gapoktan harusnya bisa dianggarkan rutin melalui APBD masing-masing daerah,” kata dia.
Menurut Qadhafy, banyak manfaat jika para petani atau nelayan mau menggabungkan diri membentuk kelompok. Karena yang jelas menurutnya, bagaimana pun bersatu lebih kuat daripada sendiri. “Tak hanya itu, bahkan warga desa pun sering tidak berdaya ketika ingin mengadukan nasibnya melalui wakil rakyat masing-masing daerah pemilihannya, karena tidak disampaikan secara berkelompok, melainkan perindividu,” katanya. (fik)