KPK Serahkan OTT ke Polda

Tak Libatkan Penyelenggara Negara

Ilustrasi-NET

eQuator.co.id – Jakarta-RK. Tindak pidana korupsi yang dilakukan pejabat di daerah menjadi perhatian serius Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Kali ini, komisi antirasuah menangkap Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Tapanuli Utara Jamel Panjaitan. Namun, perkara itu diserahkan ke Polda Sumatera Utara. Sebab, pelakuknya bukan penyelenggara negara (PN).

Ketua KPK Agus Rahardjo membenarkan penangkapan terhadap pejabat di pemerintah kabupaten itu. “Ada embrio operasi tangkap tangan (OTT). Tapi alat bukti keterlibatan penyelenggara negara belum kuat,” kata dia, Kamis (22/12). Menurutnya, pihaknya meminta Polri untuk berada di depan dalam menangani kasus itu.

Namun, KPK tidak lantas lepas tangan. Komisi yang berkantor di Jalan HR Rasuna Said itu akan tetap melakukan koordinasi dan supervisi terhadap penanganan perkara tersebut. Jika, kata Agus, ada keterlibatan penyelenggara negara, KPK akan turun tangan. “Sekarang kami mendampingi polisi,” papar pejabat asal Magetan itu.

Jubir KPK Febri Diansyah menyatakan, penangkapan terhadap Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Tapanuli Utara Jamel Panjaitan itu dilakukan pada Rabu (21/12) sore. Selain Jamel, penyidik juga mengamankan dua kepala sekolah.

“Penangkapan dilakukan di rumah kepala dinas pendidikan dan kebudayaan,” terang dia saat konferensi pers di gedung KPK kemarin.

Dalam penangkapan itu, petugas juga mengamankan sejumlah uang. Yaitu, uang Rp 235 juta, USD 100, dan 200 Yuan. Menurut Febri, uang itu berasal dari dua kepala sekolah. Diduga kepala dinas melakukan pemerasan terhadap kepala sekolah. “Kepala sekolah yang menyediakan uangnya. Kepala dinas yang meminta uang itu,” terang mantan aktivis ICW itu.

Pemerasan itu, lanjut dia, diduga terkait dengan proyek pembangunan ruang kelas. Namun, dia belum bisa memberikan keterangan secara rincian terkait modus pemerasan dan berapa nilai proyek yang berkaitan dengan tindak kejahatan itu. Febri menyatakan, KPK hanya bisa memberikan keterangan sebagian saja saat OTT dilaksanakan.

Karena tidak ada keterlibatan penyelenggara negara, maka perkara itu diserahkan kepada Polda Sumatera Utara. Kepala dinas bukan lah penyelenggara negara. “Yang bersangkutan memang pegawai negeri, tapi bukan penyelenggara negara. Pejabat eselon I baru masuk kategori penyelenggara negara,” terang dia.

Bagaimana KPK tidak tepat dalam melakukan OTT? Febri menyatakan, awalnya informasi yang diterima tim Satgas KPK adalah adanya penyelenggara yang melakukan transaksi suap. Akhirnya, penyidik bergerak untuk melakukan penangkapan. Sebelumnya, diduga ada penyelenggara negara. Apakah itu Sekda, wakil bupati, bupati atau anggota DPRD. Tapi, setelah ditangkap ternyata tidak ada. Jadi tidak benar jika operasi yang dilakukan tidak tepat sasaran.

Febri menyatakan, KPK baru bisa menangani perkara korupsi jika melibatkan penyelenggara negara dan penegak hukum, serta menimbulkan kerugian negara. Kalau perkara itu tidak memenuhi syarat itu, maka komisinya tidak bisa masuk. Langkah yang dilakukan adalah mengandeng Polri untuk menangani kasus tersebut.

Dia menjelaskan, kasus itu terlihat kecil, tapi dampaknya cukup besar bagi masyarakat. Terutama terhadap layanan pendidikan. Dia berharap, masyarakat ikut melakukan pengawasan terhadap pelayanan pendidikan.

Saat ini, komisi antirasuah juga fokus membenahi pelayanan di wilayah Sumatera Utara. Jadi, KPK akan melakukan pembinaan terhadap sejumlah daerah, sehingga pelayanan di wilayah itu semakin bagus dan bisa menghilangkan potensi terhadinya tindak pidana korupsi. “Sumut menjadi konsen kami,” tegas Febri. (Jawa Pos/JPG)