eQuator.co.id – JAKARTA-RK. Komisi Pemilihan Umum (KPU) melakukan langkah berani. Hari ini mereka akan mengumumkan nama-nama caleg yang pernah mendekam di penjara. Baik karena kasus korupsi maupun perkara lain.
Sedianya, publikasi itu dilakukan kemarin (29/1). Namun, batal lantaran hingga tadi malam Ketua KPU Arief Budiman dan komisioner KPU Pramono Ubaid Tanthowi masih menjalani pemeriksaan di Mapolda Metro Jaya. Mereka dimintai keterangan terkait laporan kuasa hukum Calon Anggota DPD Oesman Sapta Odang yang gagal masuk daftar calon tetap (DCT).
Arief menuturkan, publikasi itu merupakan tindak lanjut ketentuan dalam UU Pemilu. Dalam UU tersebut, caleg yang pernah dipidana dengan pasal yang ancaman hukumannya lebih dari lima tahun penjara diberi persyaratan tambahan. Mereka wajib mengumumkan status mereka sebagai mantan terpidana kepada publik. ’’KPU menegaskan (aturan, Red) itu sebetulnya,’’ terangnya.
Data caleg tersebut sudah disiapkan KPU. Hanya saja, pihaknya belum memastikan medium apa yang akan digunakan untuk publikasi. Apakah rilis di media massa atau memanfaatkan website KPU.
Di awal mencuatnya kasus caleg eks koruptor pada Agustus 2018, KPU didorong untuk mengumumkan status para caleg itu di surat suara. Atau setidaknya di setiap TPS sesuai dengan daerah pemilihan masing-masing. Namun, KPU menolak usulan tersebut dan menyatakan bahwa yang paling mungkin adalah memajang identitas mereka di website KPU.
Yang jelas, lanjut Arief, hal itu semata-mata untuk mengakomodir kepentingan publik. Menurut dia, publik berhak tahu latar belakang para caleg, termasuk yang pernah dipidana. ’’Ini bagian dari keterbukaan informasi, jadi tidak masalah,’’ lanjut mantan komisioner KPU Jatim itu. Lagi pula, pihaknya tidak akan mempublikasikan informasi yang dikecualikan dari para caleg itu.
Secara keseluruhan, jumlah mantan terpidana yang wajib publikasi diperkirakan lebih dari 200 orang. Dari jumlah tersebut, caleg mantan koruptor ada 46 orang. Terdiri atas 40 caleg dan 6 calon senator.
KPU sempat mencantumkan larangan bagi eks koruptor untuk nyaleg atau menjadi calon senator di Peraturan KPU. Namun, sejumlah eks koruptor menggugat PKPU itu di Mahkamah Agung. Hasilnya, pasal larangan tersebut dianulir oleh MA sehingga para mantan koruptor bisa masuk DCT.
Meskipun urung diumumkan kemarin, apresiasi tetap berdatangan untuk KPU. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) secara khusus mengapresiasi langkah KPU yang memilih mengumumkan caleg eks korupor itu.
”Saya kira bagus kalau KPU akhirnya merealisasikan niat tersebut,” ungkap Juru Bicara KPK Febri Diansyah di KPK kemarin. Menurut Febri, lembaganya mendukung langkah KPU selama mereka tidak melanggar aturan dan ketentuan yang berlaku.
Dalam pileg yang diselenggarakan bersamaan dengan pilpres, sambung Febri, KPK menilai masyarakat memang harus diberi tahu bagaimana track record calon wakil mereka di parlemen. ”Agar pemilih benar-benar tahu latar belakang calon yang akan mereka pilih,” imbuhnya. Sehingga, caleg yang pernah berurusan dengan korupsi tidak lagi terpilih menjadi wakil rakyat.
Apalagi, korupsi yang melibatkan orang-orang di parlemen tidak sedikit. Febri menyampaikan, instansinya sudah berulang kali menindak pimpinan maupun anggota DPR. Pun demikian dengan pimpinan dan anggota DPRD. ”Jangan sampai kemudian di tahun 2019 terpilih lagi orang-orang yang pernah melakukan korupsi,” terang dia.
Dukungan senada disampaikan Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW) Adnan Topan Husodo. Dia mengatakan, pada prinsipnya KPU tidak boleh melarang orang memilih kandidat hanya karena mereka mantan terpidana kasus kejahatan. Namun, pengumuman itu bisa menjadi referensi efektif bagi masyarakat dalam menentukan pilihannya.
Bagaimanapun, tutur Adnan, pemilih berhak mengetahui rekam jejak dan latar belakang tokoh yang akan dia pilih. Termasuk bila tokoh tersebut memiliki rekam jejak sebagai mantan terpidana. Lagi pula, jumlah mantan terpidana tergolong sedikit dibandingkan keseluruhan caleg. ’’Tapi setidaknya itu sebuah langkah maju,’’ terangnya saat dikonfirmasi kemarin. Kebijakan publikasi semacam itu tidak ada pada periode-periode pemilu sebelumnya. Karena itu, pihaknya juga setuju bila KPU mempermanenkan pengumuman itu dengan memajangnya di website KPU. Sehingga, masyarakat bisa mengakses kapanpun.
Khusus untuk caleg eks koruptor, Adnan mengingatkan bahwa mereka sudah terbukti melanggar sumpah jabatan. Juga melanggar janji kampanyenya sendiri. ’’Berarti sebenarnya secara moral dan etis mereka sudah tidak semestinya menjadi pejabat publik,’’ lanjutnya.
Adnan menambahkan, secara alamiah, setiap kekuasaan itu cenderung korup. Mudah disalahgunakan. Karena itu, sudah seharusnya kekuasaan diserahkan kepada orang-orang yang secara etik dan moral terlegitimasi untuk memegangnya. Bukan pada mereka yang pernah mengkhianati sumpah dan janji sebagai pejabat publik.
Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) juga mendukung upaya KPU. ”Kalau diumumkan ya berarti itu kan janji KPU juga, bahwa akan memberikan tanda (pada caleg napi koruptor, Red),” ujar JK di kantor Wakil Presiden kemarin (29/1).
Dalam banyak kesempatan, JK menyebutkan bahwa Indonesia adalah salah satu negara yang garang pada koruptor. Sedikitnya sembilan menteri ditangkap karena korupsi, 19 gubernur, dan puluhan bupati atau walikota, serta lebih banyak lagi anggota legislatif. Genderang perang terhadap koruptor harus terus ditabuh bertalu-talu agar kejahatan tersebut tak terulang.
Lebih lanjut JK menuturkan, korupsi adalah kejahatan luar biasa. Dengan pemberian tanda mantan koruptor untuk caleg, tentu bisa memberikan pandangan pada pemilih saat mencoblos. ”Jadi, dalam pemilu kan semua memilih yang terbaik, karena terpidana tentu ada catatannya. Tinggal masyarakat memilih atau tidak,” ungkap JK.
Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto mengapresiasi dan mendukung langkah KPU yang mengumumkan caleg mantan narapidana. “Wakil rakyat harus sosok yang jelas rekam jejaknya,” terang dia saat konferensi pers di kantor Bapilu PDI Perjuangan Jalan HOS Cokroaminoto, Menteng, Jakarta Pusat kemarin (29/1).
Menurut dia, calon anggota dewan harus mempunyai rekam jejak yang baik dan jelas. Calon wakil rakyat juga harus mempunyai integritas. Mereka akan menjadi wakil di parlemen, sehingga harus betul-betul orang pilihan.
Khusus untuk pencegahan korupsi, lanjut dia, partai tidak cukup hanya menyatakan siap mendukung pemberantasan korupsi, tapi juga harus dibarengi dengan keputusan politik yang jelas. Jangan sampai ada partai yang gembar-gembor mendukung pemberantasan korupsi, namun tetap menyalonkan caleg eks napi koruptor.
Alumnus Universitas Gadjah Mada (UGM) itu mengatakan, sejak awal PDI Perjuangan tidak mengajukan caleg mantan napi korupsi. Pihaknya mencoret calon yang diketahui pernah menjadi korupsi. Hal itu merupakan bentuk dukungan nyata kepada pemberantasan korupsi.
Terpisah, Sekretaris Jenderal Partai Gerindra Ahmad Muzani menyambut positif keputusan KPU untuk mengumumkan caleg mantan napi. Tidak hanya caleg koruptor, Muzani mendukung bahwa pengumuman KPU juga dilakukan terhadap caleg mantan napi dengan latar belakang lain. “Gak papa, bagus. Sebenarnya kan dari CV kan bisa ditelusuri,” kata Muzani kepada wartawan.
Meski demikian, Muzani mengatakan bahwa KPU juga harus memberikan jaminan. Kendati caleg mantan napi itu diumumkan, hal itu tidak menghilangkan hak mereka memilih maupun dipilih pada 17 April nanti. “Setiap orang setara di mata hukum. Jangan ada perlakuan istimewa, beda dan diskriminatif,” ujar Wakil Ketua MPR itu. (Jawa Pos/JPG)