eQuator.co.id-PUTUSSIBAU. Ketua Umum Koprabuh Yohanis Walean memastikan sejauh ini belum aturan pelarangan terhadap komoditas tanaman kratom.
“Barang ini bermanfaat nilai ekspor dan dibeli oleh negara yang tidak melarang, disana legal digunakan untuk hal yang bermanfaat,” terang Yohanis.
Sehingga bagi Koprabuh kratom tidak dilarang, makanya kata Yohanis akan dikerjakan dalam koperasi ini. Hanya saja dalam Koprabuh diatur sesuai tingkat kemampuan.
“Misal kemampuannya masih menanam dan memanen, kemudian ada kemampuan mengolah dan menjual itu masuk pada tugas masing-masing,” bebernya.
Sebagai ketua umum Koprabuh, Yohanis menegaskan dirinya akan komitmen dan maju bersama. Ia menegaskan soal ketakutan masyarakat hanya masalah sosialisasi.
“Dalam Koprabuh akan disosialisasikan dengan cepat, saya yakin pimpinan Koprabuh di kecamatan, kabupaten dan provinsi nantinya mensosialisasikan dengan benar,” yakinnya.
Selain itu, yang dilarang kata Yohanis membuat obat dan suplemen. Namun kata dia petani tidak mengolahnya, melainkan menghasilkan bahan bakau remahan dan tepung.
“Sifatnya bahan baku mau diapakan terserah pembeli, yang beli kan luar negeri jadi ekspor, pembeli menyatakan legal. Disisi lain menguntungkan karena, mendatangkan devisa,” paparnya lagi.
Dari sisi penggunaan kratom dirinya meyakini sangat bermanfaat, seperti kratom kayu keras, pencegah polusi, hingga pemanfaatan sekarang yang memiliki nilai ekspor.
“Yang ada di sini semua petani, kita menanam kratom mengeloh dan menjual untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, juga bisa meningkatkan devisa negara, jadi masih dilegalkan,” ulasnya.
Yohanis menceritakan kalau yang pernah terjadi penghentian pengiriman karena nama dan spesifikasi barang berbeda, yang mestinya kratom namun di label merk barang lain, maka dalam Koprabuh kata Yohanis, tata niaga akan diatur ditingkat cabang yakni kecamatan, kabupaten dan provinsi.
“Mereka bisa mengatur diinternal, kan sudah ada aturan baku yang bisa dicocokan dalam Koprabuh. Yang pada intinya meningkatkan kesejahteraan masyarakat petani,” tuntasnya. (dRe)