Kratom Perlu Kepastian

DR. Hermansyah

eQuator.co.id – Pemerintah harus memberikan kepastian secara hukum dan ekonomi terhadap kratom (Mitragyna speciosa), sebagai komoditi ekspor yang memberikan penghidupan kepada masyarakat Kapuas Hulu.

Pernyataan itu ditegaskan oleh pakar hukum dari Universitas Tanjungpura, DR Hermansyah, yang diwawancarai Rakyat Kalbar, Kamis (5/9) petang, perihal budidaya tanaman kratom yang selama ini telah menjadi ekonomi alternatif masyarakat, di tengah anjloknya harga karet dan sawit sebagai penyangga ekonomi rakyat.

“Pemerintah harus tegas membela dan melindungi perekonomian rakyat, karena itu selayaknya pemerintah melakukan riset, guna memberikan kepastian pada masyarakat, tentang daun kratom sebagai komoditi ekspor,” tegas Hermansyah.

Thailand, Myanmar, dan Malaysia sudah lama mendahului Indonesia menggunakan kratom sebagai bahan obat dan komoditi ekspor. Terutama ke Amerika Serikat dan Negara-negara Eropa serta China.

Hermansyah menilai, sedikitnya terdapat dua wacana besar terkait dengan budidaya  tanaman kratom yang kini menjadi sumber mata pencarian masyarakat Kapuas Hulu. “Dua wacana besar itu adalah wacana ekonomi dan hukum,” ungkapnya.

Wacana hukum, jelas dia, ada yang menyatakan bahwa tanaman kratom mengandung zat adiktif yang cukup tinggi, jika diolah sedemikian rupa dengan teknologi dan sebagainya. Namun ada pula yang menyatakan tidak.

Dilihat dari perspektif ekonomi, jelas kratom telah menjadi tumpuan ekonomi alternatif. Bahkan beranjak jadi penghasilan utama masyarakat Kapuas Hulu, di tengah lesunya harga karet dan sawit yang tidak bisa memberikan jaminan. Bahkan pemerintah pun tidak mampu menyangga kedua komoditi andalan Kalbar itu.

Untuk itulah, dosen Fakultas Hukum Untan ini mendorong agar pemerintah segera memberikan kepastian kepada masyarakat, terutama jaminan hukum. “Jadi perlu adanya kepastian,” ujar Hermansyah.

Apapun komoditi dan ragam bisnisnya, bila kepastian serta jaminan hukum berada pada ranah abu-abu, akan memberikan kesempatan kepada kelompok tertentu merogoh keuntungan sepihak. Baik itu di kalangan masyarakat dan terutama aparat pemerintah.

Disarankan Hermansyah, langkah yang dapat dilakukan untuk memberikan kepastian itu dengan melakukan riset resmi. Yakni untuk membuktikan apakah kratom masuk dalam kategori terlarang atau tidak.

“Pemerintah perlu melakukan riset apakah tanaman kratom masuk dalam jenis-jenis tanaman yang mengandung zat adiktif atau tidak,” tegasnya.

Sehingga pemerintah pun dapat segera mengambil keputusan, dan memberikan kepastian tentang kratom yang selama ini sudah menjadi komoditi ekspor. Apabila riset tidak ditemukan kandungan zat adiktif pada daun kratom, maka langkah yang harus dilakukan pemerintah adalah mengeluarkan pernyataan resmi, melalui lembaga-lembaga yang memiliki otoritas untuk itu.

“Misalnya Departemen Kesehatan,  Balai POM, dan instansi lainya, yang intinya menyatakan kratom tidak mengandung unsur-unsur yang berbahaya. Sehingga ada kepastian pada masyarakat untuk terus mengembangkannya. Karena kratom telah menjadi salah satu sumber ekonomi yang cukup besar,” tegas Hermansyah.

Ia menilai, kepastian mengenai tanaman kratom tersebut sangat perlu dilakukan. Sehingga masyarakat pun tak dibebani kekhawatiran.

“Jangan sampai sampai karena tidak ada kepastian dan adanya kekhawatiran, situasinya galau. Kemudian ada pihak-pihak lain, yang karena persaingan dagang dan penguasaan  monopoli. Sehingga mereka misalnya menjatuhkan harga kratom, dengan isu seperti ini,” timpalnya.

Padahal kenyataan sebenarnya barang tersebut tidak mengandung zat adiktif. Dan harga di pasar internasional pun justru tinggi. Karena bukan hanya di Kalimantan, kratom juga dibudidayakan di negara-negara Asia Tenggara.

“Ini kan tidak baik. Ada yang mengail di air keruh. Sehingga kratom perlu kepastian,” pungkas Hermansyah.

Laporan: Andy Ridwansyah
Editor: Mohamad iQbaL