eQuator.co.id -Pontianak-RK. Setakat ini anjloknya beberapa komoditas hasil pertanian, sehingga membuat sejumlah pihak banyak beralih mata pencaharian. Seperti membudidayakan tanaman kratom yang bernilai ekonomis tinggi, sehingga menambah besar penghasilan masyarakat.
Ironisnya tanaman yang bernama latin mitragyna speciosa (family rubiaceae) yang juga dikenal dengan daun purik atau ketum ini tidak boleh diperjualbelikan secara bebas. Padahal jumlahnya cukup banyak di Kalbar. Pasalnya pemerintah belum membuka keran ekspor impor. Karena menilai tanaman spesies ini memiliki kandungan berbahaya yang hanya dipergunakan untuk farmasi.
“Karena harganya lebih baik dari karet, sawit, kopra dan lainnya,” ujar Wakil Ketua DPRD Provinsi Kalbar, Ir H Suriansyah, MMA, Jumat (8/3).
Sejauh ini masyarakat Kalbar mengenal kratom sebagai obat herbal sebagai penghilang rasa sakit, bisa dimakan mentah, diseduh dengan the atau diubah menjadi kapsul, tablet, bubuk dan cairan yang banyak ditemukan di Kabupaten Kapuas Hulu. Namun belakangan memiliki nilai jual yang tinggi di mata internasional. Namun belum diakui pemerintah, karena khawatir kratom disalahgunakan menjadi obat-obatan terlarang.