eQuator.co.id – Jakarta–RK. Pelaku suap terhadap panitera Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Muhammad Santoso, belum semuanya diamankan. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih melakukan pengejaran terhadap pengacara yang diduga sebagai pihak pemberian suap untuk memenangkan perkara perdata.
Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan mengatakan, dalam operasi tangkap tangan (OTT), pihaknya menetapkan tiga orang sebagai tersangka. Yaitu, panitera PN Jakpus Muhammad Santoso, pengacara Raoul Adhitya Wiranatakusumah, dan Ahmad Yani staf Raoul di Kantor Wiranatakusumah Legal & Consultant. Namun, dari tiga tersangka, hanya Raoul yang belum ditangkap.
“Kami masih melakukan pengejaran,” terangnya saat jumpa press di gedung KPK kemarin (1/7).
Basaria mengatakan, OTT itu bermula dari laporan masyarakat yang masuk ke KPK. Menurut dia, pada Kamis (30/6) sekitar pukul 18.30, pihaknya mendapat informasi ada penyerahan uang dari Ahmad Yani kepada panitera Santoso di sebuah tempat di Jakarta. Petugas pun bergerak cepat untuk melakukan penangkap.
Setelah melakukan pengejaran, petugas KPK akhirnya berhasil menangkap Santoso di atas ojek di kawasan Menteng. Saat ditangkap, Santoso membawa amplop cokelat berisikan uang SGD 28.000. Uang dibagi dalam dua amplop yang berisikan SGD 25.000, dan SGD 3.000. Santoso kemudian dibawa ke gedung KPK.
”Kami juga mengamankan tukang ojek yang bersama Santoso,” terang dia. Pada waktu yang sama, KPK juga menangkap Ahmad Yani di tempat lain.
Basaria menyatakan, suap itu diduga untuk memenang perkara perdata antara PT Kapuas Tunggal Persada (KTP) sebagai tergugat dan PT Mitra Maju Sukses (MMS) di yang ditangani PN Jakpus. Raoul merupakan pengacara dari PT KTP. Menurut dia, pada siang hari sebelum OTT, majelis hakim membacakan putusan perkara perdata yang memenangkan PT KTP. Gugatan yang dilayangkan PT MMS ditolak. Namun, mantan perwira tinggi polisi itu tidak mau menyebutkan isi perkara.
“Kami tidak ikut campur dalam perkaranya,” papar dia.
Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarif mengatakan, Santoso dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau b atau c. atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 13/1999, junto Undang-Undang Nomor 20/2001. Sedangkan Raoul dan Ahmad Yani dijerat dengan Pasal 6 Ayat 1 Huruf A atau Pasal 5 Ayat 1 huruf a atau b dan Pasal 13 Undang-Undang Tipikor.
Menurut dia, pihaknya masih melakukan pengejaran terhadap pengacara Raoul. Terkait dengan uang yang disita KPK, dia belum mengetahui asal uang tersebut. Pihaknya hanya mengetahui bahwa uang itu diberikan Raoul melalui Ahmad Yani. Saat ini, penyidik juga mendalami keterlibatan hakim yang menyidangkan kasus tersebut.
“Sampai sekarang kami belum menemukan keterlibatan hakim. Masih kami lakukan pendalaman,” papar dia.
Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla memberikan perhatian pada kasus OTT ini. Dia menilai kasus tersebut tidak terlepas dari perhatian yang kurang pada nasib panitera pengadilan. ”Titik simpulnya sepertinya di panitera,” ujar JK di kantor Wakil Presiden kemarin (1/7).
Kasus serupa bukan hanya terjadi di PN Jakarta Pusat, tapi Jakarta Utara dan Bandung juga. Kasus tersebut juga melibatkan panitera pengadilan setempat. JK menyebut memang perlu ada perbaikan menyeluruh di sistem peradilan termasuk pada para penegak hukumnya.
”Kita sudah terima banyak masukan dari KY (Komisi Yudisial) dan KPK sendiri. Usulan itu jadi masukan perbaikan sistem nasional,” tambah dia.
Sementara itu, Koalisi Pemantau Peradilan mendesak MA segera merestrukturiasasi badan pengawas. “Badan Pengawas harus bertanggung jawab langsung ke publik. Selain itu juga perlu penyempurnaan terhadap sistem pengawasan perkara,” tutur Liza Farihah dan Lembaga Independen Pemantau Peradilan atau LeiP. (Jawa Pos/JPG)