eQuator.co.id – Jakarta-RK. Kasus pemerasan yang dilakukan Jaksa Kejati Jatim Ahmad Fauzi mendapat perhatian dari berbagai kalangan. Tak terkecuali mantan Jaksa Agung Basrief Arief. Dia mendorong Kejaksaan Agung (Kejagung) agar mendalami kasus itu untuk mencari pihak yang ikut terlibat.
Basrief mengapresiasi Kejagung yang telah melakukan operasi tangkap tangan (OTT) kepada jaksa yang menerima suap. Langkah itu sesuai dengan instruksi Presiden Joko Widodo yang memerintahkan semua jajarannya untuk memberantas pungutan liar (Pungli).
“Jaksa Agung sudah bergerak,” terang dia saat ditemui usai menghadiri acara tasyakuran yang digelar mantan Ketua KPK Antasari Azhar di Hotel Grand Zuri, BSD, Serpong kemarin (26/11).
Dia berpesan agar Kejagung tidak terburu-buru menyatakan bahwa tindakan tidak terpuji itu dilakukan sendiri oleh Fauzi. Basrief pun mendorong agar Jaksa Agung HM Prasetyo untuk mendalami dan mengusut perkara yang mencoreng citra korps adhyaksa itu. Pendalaman itu sangat diperlukan untuk mengetahui siapa saja yang terlibat dalam pusaran suap.
Siapa pun yang terlibat, baik rekan Fauzi maupun atasannya harus ditindak tegas. Jadi tidak hanya Fauzi yang dihukum, tapi semua yang terlibat harus mendapatkan hukuman yang setimpal.
“Ini juga menjadi pelajaran bagi jaksa yang lain,” terang dia. Jangan ada lagi jaksa yang bermain dengan melakukan pemerasan atau meminta suap kepada pihak yang berperkara.
Basrief mengajak semua pihak, khususnya kejaksaan untuk berubah. Sudah saatnya, kata dia, semua harus berbenah menjadi lebih baik. Tindakan pungutan liar dan suap harus dihilangkan. Bersihkan tubuh kejaksaan dari tindakan tercela. Dia mendukung upaya jaksa agung dalam memberantas pungli di lembaganya.
Peneliti Indoesian Legal Roundtable (ILR) Erwin Natosmal Oemar menyatakan, penangkapan terhadap Jaksa Fauzi merupakan sejarah baru. Tidak pernah terjadi sebelumnya, jaksa agung menangkap anak buahnya sendiri.
“Sejak reformasi kejadian seperti belum pernah ada. Kami apresiasi langkah itu,” papar dia.
Namun, dia menyayangkan pernyataan Jaksa Agung Prasetyo yang dinilai terburu-buru dengan menyatakan bahwa pemerasan itu dilakukan pelaku tunggal, yaitu Jaksa Fauzi. “Pernyataan itu sumir dan terkesan berusaha melokalisir perkara,” papar alumnus fakultas hukum Universitas Gadjah Mada (UGM) itu saat dikonfirmasi Jawa Pos kemarin.
Ia juga mendesak agar Jaksa Agung mendalami kasus itu dan memeriksa semua orang di sekeliling Fauzi. Baik rekannya, atasannya langsung, maupun Kajati Jatim Maruli Hutagalung.
“Sebagai pucuk pimpinan, Maruli perlu dimintai keterangan,” terang dia. Keterangan pejabat Kejati Jatim sangat diperlukan agar kasus itu menjadi terang benerang dan tidak ada yang ditutup-tutupi.
Tidak mungkin, lanjut dia, pejabat Kejati Jatim tidak mengetahui perkara yang membelit Fauzi. Dia yakin se-yakin-yakinnya bahwa orang dekat Maruli itu tidak bermain sendiri. Sebenarnya, tutur dia, sangat mudah mengungkap suap Rp 1,5 miliar. Sebab, Fauzi terkena tangkap tangan. Kejagung juga mengamankan uang suap. Jadi semuanya sudah terang sebenarnya.
Peneliti ICW Febri Hendri menyatakan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga harus turun melakukan supervisi terhadap kasus suap itu. Apalagi, komisi antirasuah sebelumnya juga akan melakukan OTT terhadap Fauzi. Namun, karena didahului Kejagung, akhirnya KPK mundur. Walaupun demikian supervisi harus dilakukan.
“Jangan sampai jeruk makan jeruk,” tuturnya.
KPK tentu mempunyai data yang cukup lengkap terkait kasus tersebut. Lembaganya yang berkantor di Jalan H.R Rasuna Said itu bisa membantu data dalam menangani perkara Fauzi. Tentu dalam sadapan sudah jelas siapa saja yang terlibat.
BEGINI LAZIMNYA KEJAKSAAN TETAPKAN TERSANGKA KORUPSI
Tersangka korupsi ditetapkan secara kolektif. Tidak bisa dilakukan hanya oleh seorang penyidik. Prosesnya harus melewati rapat yang melibatkan banyak orang. Termasuk pimpinan Kejaksaan.
Kejaksaan membentuk tim penyidik yang beranggotakan minimal lima orang. Semakin rumit atau besar kasusnya, anggota tim penyidik semakin banyak. Tim melakukan serangkaian kegiatan penyidikan. Dari memeriksa saksi-saksi dan mengumpulkan bukti terkait materi perkara yang diusut. Hasil pemeriksaan dituangkan dalam berita acara pemeriksaan (BAP).
Hasil pemeriksaan dibahas dalam forum gelar perkara yang dihadiri tim penyidik dan Kepala Seksi Penyidikan yang selalu memantau proses penyidikan. Dalam kasus kakap, Kepala Kejaksaan biasanya ikut hadir.
Gelar perkara membahas materi penyidikan, keterangan saksi, dan bukti. Dari sana peserta gelar perkara memberikan pendapat apakah sebuah perbuatan sudah memenuhi unsur tindak pidana atau belum. Dalam gelar perkara juga dibahas siapa saja yang bisa menjadi tersangka. Hasil gelar perkara dijadikan acuan dalam menentukan langkah penyidikan selanjutnya.
SESEL DENGAN ORANG YANG PERNAH DISIDIK
Dari historinya, ternyata Ahmad Fauzi bukan jaksa sembarangan. Penyidik Kejati Jatim yang ditangkap karena memeras dan menerima suap itu adalah jaksa yang lulus assessment spesialis menangani tindak pidana khusus. Dia termasuk jaksa yang dianggap memiliki kemampuan di atas rata-rata dalam hal ilmu mengungkap korupsi. Meski begitu, dia ternyata malah tertangkap karena memeras.
Berdasar informasi di lingkungan kejaksaan, Fauzi dikenal sebagai jaksa yang suka bekerja keras sejak bertugas di Kejari Sorong, Papua. Dia lebih rajin dalam bekerja daripada pegawai lainnya. Di mata atasan, dia termasuk jaksa yang loyal. Dari sanalah, namanya dikenal Maruli Hutagalung yang saat itu menjadi Kajati Papua.
Fauzi kemudian pindah tugas di Kejaksaan Agung, tepatnya di bagian perdata dan tata usaha negara. Dia mengikuti kepindahan Maruli. Selama bertugas di Gedung Bundar, dia beberapa kali mengikuti pelatihan di bidang penanganan kasus korupsi. Salah satunya adalah assessment kompetensi bagi pejabat jaksa spesialis tindak pidana korupsi.
PNS golongan III-b itu termasuk moncer. Dalam assessment yang diikuti 1.455 jaksa dari seluruh Indonesia pada Desember 2013, hanya 214 orang yang dinyatakan lulus. Fauzi adalah salah satunya. Bahkan, untuk peserta jaksa yang berasal dari Kejaksaan Agung, hanya 12 di antara 24 peserta yang dinyatakan lulus. Fauzi berada di urutan pertama. Sebelas jaksa lainnya dinyatakan lulus dengan catatan.
Di kalangan pegawai Kejati Jatim, nama Fauzi belum cukup dikenal. Namanya langsung bombastis dan menjadi buah bibir sejak ditangkap karena memeras. Selain perangainya yang pendiam, pria asal Bandung itu jarang bergaul dengan jaksa di luar lantai 5 yang menjadi markas pengusutan kasus korupsi.
Meski begitu, sejumlah jaksa sempat mencermati sosok Fauzi. Sebab, meski relatif baru, dia sudah dilibatkan dalam pengusutan korupsi yang menyita perhatian masyarakat. Selain kasus penjualan tanah kas desa di Sumenep, dia terlibat penyidikan La Nyalla M. Mattalitti dalam kasus korupsi dana hibah Pemprov Jatim.
Sebagian pegawai kejaksaan pernah melihat Fauzi gonta-ganti kendaraan. Hal itu terlihat saat dia ngantor dengan membawa mobil dengan berbagai merek yang berbeda-beda.
”Enggak tahu, punya sendiri atau pinjam,” ucap seorang kolega Fauzi. Bahkan, beberapa hari sebelum tertangkap, dia terlihat mengendarai mobil Pajero yang paling gres.
Kini jaksa kelahiran 1980 itu sudah ditetapkan sebagai tersangka. Dia terbukti menerima uang dari Abdul Manaf dalam kasus penjualan tanah kas desa di Sumenep, Madura. Sejak dibawa ke Jakarta, dia langsung ditahan di lantai 7 gedung Kejaksaan Agung. Itu lantai yang sangat populer karena oleh tersangka dan terdakwa korupsi.
Sumber tepercaya Jawa Pos sempat melihat langsung kondisi Fauzi saat di dalam ruang tahanan Gedung Bundar. Blok tahanan itu dibelah sebuah lorong panjang. Di sisi kiri dan kanan sepanjang lorong tersebut ada 14 ruang tahanan yang saling berhadap-hadapan. Nah, Fauzi ditahan di salah satu sel tersebut.
Di dalam ruang tahanan Fauzi ada dua kasur spring bed single. Fauzi menggunakan salah satunya atau yang paling mepet ke dinding. Jumat pagi kemarin dia mengenakan celana pendek warna krem dan kaus hitam. Dia terbaring diam dengan membenamkan wajahnya ke arah tembok.
”Orangnya terlihat sangat stres. Kelihatannya shock berat,” ucap sumber tersebut.
Penyebabnya, selain karena kasusnya yang bakal membuat karirnya berakhir, dia kini tinggal bersama tersangka dan terdakwa korupsi. Apalagi, di blok tahanan itu ada La Nyalla M. Mattalitti, mantan ketua Kadin Jatim. Bagi Fauzi, itu bisa menjadi beban tersendiri. Sebab, dia merupakan salah seorang anggota tim penyidik yang menyeret La Nyalla ke meja hijau hingga sekarang menempati penjara tersebut.
Saat mengusut dana hibah, Fauzi mungkin berpikir bahwa La Nyalla adalah orang bersalah yang harus diseret ke meja hijau. Karena itulah, dia bersama tim penyidik lainnya berusaha sekuat tenaga untuk menjebloskannya ke dalam penjara.
Tapi, kini kenyataan berkata lain. Fauzi malah menyandang status tersangka korupsi seperti tersangka lain yang pernah diburunya. Dia juga harus tinggal di dalam penjara bersama tersangka dan terdakwa korupsi. Bahkan, dia harus tinggal di dalam penjara bersama La Nyalla, orang yang pernah diusutnya.
Di blok tersebut, semua pintu ruang tahanan terbuka. Semua penghuni bisa saling berkunjung dan ngobrol. Bahkan, saat waktu salat tiba, mereka sembahyang berjamaah. Kecuali ruangan Fauzi. Selnya terkunci gembok dari luar. Dia tidak bisa berinteraksi bersama penghuni penjara lainnya. Mungkin itu adalah langkah agar dia tidak jadi sasaran amuk penghuni penjara.
Wakil Kepala Kejati Jatim Rudi Prabowo mengaku tidak mengenal Fauzi secara pribadi. Hanya, dia mendengar informasi bahwa Fauzi merupakan sosok jaksa yang pekerja keras dan rajin mengungkap kasus korupsi.
Rudi mengatakan, Fauzi pernah terlibat dalam penyidikan La Nyalla Mattalitti, Wisnu Wardhana, dan Dahlan Iskan. Terakhir adalah kasus penjualan tanah kas desa di Sumenep.
”Kasus yang dipegang banyak. Saya tidak hafal,” katanya.
Dia juga membenarkan bahwa Fauzi adalah jaksa yang masih relatif baru. Saat ini Fauzi masih berstatus sebagai jaksa pratama. Rudi memprediksi anak buahnya itu baru menjadi jaksa sekitar sembilan atau sepuluh tahun yang lalu.
Versi dia, Fauzi ditangkap tim Saber Pungli Kejati Jatim. Setelah Fauzi tertangkap, Kejaksaan Agung baru turun dan mengambil alih. Meski begitu, dia tidak menampik bahwa penangkapan itu tidak terlepas dari informasi pihak luar. Informasi tersebut kemudian ditindaklanjuti dengan mencari Fauzi. Saat itu dia sedang berada di Pengadilan Negeri Surabaya.
”Dia disuruh pulang ke kantor. Ketika ditanya, dia langsung mengakui telah menerima uang Rep 1,5 miliar,” jelasnya.
Setelah itu, tim mencari duit tersebut dengan melakukan penggeledahan di kamar kosnya. Uang tersebut masih tersimpan di dalam tas koper di kamar Fauzi.
Rudi menjelaskan, Fauzi merupakan penyidik kasus pelepasan tanah bekas kas desa di Sumenep. Sampai sekarang sudah ada dua tersangka yang ditahan. Sedangkan Abdul Manaf masih menjadi saksi dan belum diketahui apakah statusnya bisa dinaikkan menjadi tersangka atau tidak. (JPG)