Jangan Kucilkan Penderita Kusta

HUT Rumah Sakit Alverno Singkawang

Gubernur Cornelis, Uskup Agung Emiritus Mgr H. Bumbun, Uskup Agung Pontianak Mgr. Agustinus Agus didampingi
HUT. Gubernur Cornelis, Uskup Agung Emiritus Mgr H. Bumbun, Uskup Agung Pontianak Mgr. Agustinus Agus didampingi Wali Kota Singkawang Awang Ishak, Bupati Bengkayang Suryadman Gidot saat merayakan ulang tahun ke-100 Rumah Sakit Kusta Alverno Singkawang, Sabtu (30/9). HUMAS FOR RAKYAT KALBAR

eQuator.co.id – Pontianak. Kusta sering dianggap penyakit yang menjijikan. Tak jarang penderitanya dikucilkan atau dijauhi oleh keluarga maupun warga. Padahal penyakit kulit itu bisa disembuhkan.

Gubernur Drs. Cornelis, MH mengimbau masyarakat agar tidak mengucilkan penderita kusta. “Jangan malu mengakui kalau memang terkena kusta, biar segera ditangani. Jangan mengucilkan yang terkena kusta, apalagi diasingkan,” tegas Cornelis ketika memberikan sambutan pada perayaan ulang tahun ke-100 Rumah Sakit Kusta Alverno Kota Singkawang di Lapangan Alverno Kota Singkawang, Sabtu (30/9).

Peringatan hari jadi rumah sakit kusta itu dihadiri Uskup Agung Emiritus Mgr H. Bumbun, Uskup Agung Pontianak Mgr. Agustinus Agus, Wali Kota Singkawang Drs. H. Awang Ishak, M.Si, Wali Kota Singkawang terpilih Tjai Tjui Mie, Bupati Bengkayang Suryadman Gidot, M.Pd, Anggota DPD RI Maria Goreti dan pejabat negara lainnya.

Menurut Cornelis, mengatasi penyakit kusta di Kalbar, dirinya akan membuat edaran kepada bupati dan wali kota agar penderita dibawa ke Rumah Sakit Alverno. Kemudian membantu biaya operasinya. Rumah sakit ini satu-satunya di Kalbar milik yayasan Katolik, menangani penyakit, khususnya kusta.

“Saya mengucapkan terima kasih kepada yayasan yang sudah melaksanakan tugas kemanusiaan, tidak memandang suku, ras dan golongan. Saya akan melaporkan kepada Kementerian Kesehatan, di Kalbar satu-satunya Rumah Sakit Kusta berada di Kota Singkawang,” katanya.

“Kita akan bicarakan dengan Kementerian Kesehatan, bahwa pemreintah belum menyediakan rumah sakit kusta di Kalbar,” sambung Cornelis.

Walaupun terbatas, mantan Camat Menjalin, Landak itu mengungkapkan, Pemprov Kalbar masih membantu Rumah Sakit Kusta Alverno sejak 2016 hingga 2017, terutama berupa obat-obatan. Mantan Bupati Landak itu juga berterima kasih kepada yayasan, karena sudah punya iman pengharapan dan kasih. “Adanya rumah sakit ini didorong oleh iman pengharapan dan kasih,” jelas Cornelis.

Cornelis mengaku, Gereja Katolik di Kalbar baru ada sekitar 110 tahun yang lalu. Namun sudah bermanfaat bagi rakyat Kalbar. “Terima kasih kepada suster, bruder, pastor, uskup yang telah berkarya untuk rakyat Kalimantan Barat. Saya mohon pengelola rumah sakit ini tidak komersial, tetapi pekerja sosial. Tingkatkan kinerja yang baik, kami pemerintah merasa terbantu,” ungkapnya.

Ketua panitia perayaan ulang tahun Rumah Sakit Kusta Alverno Singkawang, Titus Pramana menjelaskan, berdirinya rumah sakit ini sebelum kemerdekaan RI. Setelah kemerdekaan, pemerintah Indonesia saat itu belum mampu membangun rumah sakit untuk memberi pelayanan kesehatan kepada masyarakat di Kalimantan Barat.

Berdasarkan keadaan tersebut, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia mengadakan kerjasama dengan Vikariat Apostolik Pontianak untuk pengelolaan rumah sakit-rumah sakit milik misi Katolik di Kalimantan Barat. Diantaranya Rumah Sakit Sungai Jawi—Pontianak, Rumah Sakit Santa Elisabeth—Sambas, Rumah Sakit Santo Vincentius—Singkawang, Poli Klinik Nyarumkop dan Rumah Sakit Kusta Alverno—Singkawang.

Sebagai bentuk kerjasama tersebut, pada 27 Oktober 1954 diterbitkan Surat Perjanjian dengan Akte Notaris No. 189 ditandatangani oleh Lie Kiat Teng dari Kementerian Kesehatan RI dan Mgr. Van Valenberg dari Vikariat Apostolik Pontianak selaku pemilik rumah sakit. Dengan demikian Rumah Sakit Kusta Alverno Singkawang secara operasinal menjadi tanggungjawab pemerintah, namun kepemilikan rumah sakit tersebut adalah Vikariat Apostolik (sekarang Keuskupan Agung) Pontianak.

“Semenjak itulah pemerintah memberikan subsidi berupa biaya operasional, sarana dan prasarana, tenaga medis, paramedis, serta biaya pemeliharaan, walaupun masih belum mencukupi,” jelas Titus.

Keuskupan Agung Pontianak masih harus menyediakan tenaga paramedis dan non medis, serta turut berperan serta secara aktif dalam pendanaan, baik secara rutin maupun dalam bentuk proyek. Sebagian dari rumah sakit tersebut kini pengelolaannya sudah dikembalikan kepada pemiliknya, Keuskupan Agung Pontianak. Pada tahun 1990 dikembalikan Rumah Sakit Sungai Jawi, Pontianak, kemudian berubah nama menjadi Rumah Sakit Santo Antonius. Menyusul tahun 1993 Rumah Sakit Santo Vincentius, Singkawang dan terakhir tahun 1997 Rumah Sakit Santa Elisabeth, Sambas.

“Yang masih belum dikembalikan oleh pemerintah tinggal Poli Klinik Nyarumkop dan Rumah Sakit Kusta Alverno, Singkawang,” jelasnya.

Dijelaskan Titus, semenjak berdirinya Rumah Sakit Kusta Alverno Singkawang, hingga saat ini dalam memberikan perawatan dan pengobatannya kepada pasien tidak memungut biaya apapun. Kini pelayanan Rumah Sakit Kusta Alverno tidak sebatas memberi pengobatan dan perawatan kepada pasiennya, bahkan lebih dari itu. Pihak rumah sakit (bersama dengan Departemen Sosial) juga memberikan pemukiman dan bantuan penghidupan serta bantuan biaya sekolah anak-anak dari para penyandang kusta.

Pada 1985 bekerjasama dengan Departemen Sosial, Rumah Sakit Kusta Alverno membangun pemukiman untuk eks penderita kusta di Desa Hok Lo Nam (Norio). Kemudian sebagian berpindah ke Desa Pakunam mengingat lokasinya tidak layak huni dan tidak bisa untuk bercocok tanam. Sedangkan pemukiman di sekitar Rumah Sakit Kusta Alverno dan Roban adalah hasil usaha rumah sakit dengan bantuan para donatur. Komplek pemukiman Roban dibangun mulai 1956 dan terus bertambah. Pada tahun 1980/1981 mendapat bantuan dari Canada.

“Komplek pemukiman bagi penderita kusta kini tersebar dalam empat lokasi, meliputi sekitar rumah sakit (± 9 hektar), Roban, Pakunam (± 10 hektar) dan Hok Lo Nam,” jelas Titus.

Program-program pemerintah yang menyangkut pelayanan dan peningkatan kesehatan masyarakat juga banyak menyentuh keberadaan dan kegiatan rumah sakit ini. Mulai tahun 1993 hingga sekarang mendapat bantuan dana Operasional Pemeliharan Rumah Sakit (OPRS) dari pemerintah. Dipergunakan untuk rehabilitasi gedung, menambah pengadaan/perawatan sarana lain serta penyuluhan tentang penyakit kusta.

Departemen Tenaga Kerja juga menyelenggarakan pelatihan-pelatihan keterampilan bagi eks penderita kusta. Diantaranya kursus menjahit, mengelas, pertukangan dan perbengkelan.

Pada 22 Agustus 1980 Rumah Sakit ini telah melakukan operasi rekonstruksi pada kaki, tangan dan mata dengan bantuan Dr. Berbudi dari Rumah Sakit Kusta Sitanala, Tangerang. Operasi rekonstruksi ini terus berlanjut. Dr. Berbudi melakukan operasi sebanyak lima kali kemudian diteruskan Dr. Tumada sebanyak enam kali hingga tahun 1985. Mulai tahun 1985 Rumah Sakit Kusta Alverno Singkawang berada di bawah binaan Rumah Sakit Kusta Sungai Kundur, Sumatera Selatan.

Sejak itulah tenaga dokter ahli yang membantu operasi berasal dari Rumah Sakit Kusta Sungai Kundur, Sumatera Selatan. Dokter-dokter tersebut adalah Dr. Rivai Abd, Dr. Nazaruddin, Dr. Syaiful Anwar Hadi ( 8 kali melakukan operasi ), Dr. Hasneimah, Dr. Liana Meilan, Dr. Taufik, Dr. Zaki Mabarat (4 kali melakukan operasi ), Dr. Andry M.T. Lubis sampai dengan tahun 1998. Pada tahun 1999 dan 2000 operasi konstruktif ditangani oleh Dr. Syaiful Anwar Hadi yang berdomisili di Jakarta.

Dalam perjalanannya Rumah Sakit Kusta Alverno Singkawang mendapat perhatian dan sumbangan, baik berbentuk tenaga, dana, sarana dan prasarana serta pemikiran dan pembinaan kerohanian dari berbagai pihak.

“Untuk itu pantaslah Rumah Sakit Kusta Alverno Singkawang mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu, yakni pemerintah, para dokter, donatur dan semua pihak yang peduli dengan penderita kusta,” tegas Titus.

Laporan: Rizka Nanda

Editor: Hamka Saptono